Dr. Ira Alia Maerani; Rima Zahrotul Muniroh
Dosen FH Unissula; Mahasiswa PBI, FBIK
Pernahkah memikirkan sesuatu yang harmonis? Persahabatan atau suasana keluarga yang harmonis misalnya. Tentu saja pernah ya. Namun pernahkah membawa impian "harmonis" itu dalam lingkup yang lebih besar seperti negara? Bayangkan saja jika warga negara di seluruh penjuru nusantara ini serempak melakukan peran dan kewajibannya, terutama para muslim yang melakukan kewajiban secara ikhlas lillahi ta'ala.Â
Di mana islam merupakan agama mayoritas penduduk di Indonesia. Maa syaa Allah. Apabila hal ini dilaksanakan dengan baik, pasti negara tercinta ini akan tetap kondusif, aman, dan tenteram. Ibarat pepatah "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh", Â umat muslim tentu tidak asing pula dengan "hubbul wathon minal iman" (mencintai tanah air, sebagian dari iman.
Lantas, sebagai warga negara sudahkah kita menjalankannya? Atau justru kita masih bertanya-tanya mengenai siapa itu warga negara, peran, dan kewajibannya?Â
Menurut UUD 1945 dalam Pasal 26 ayat 1, yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Jadi, dapat dilihat di sini bahwa kita termasuk warga negara. Artinya sudah semestinya melakukan peran dan kewajiban sebagai upaya hubungan timbal balik yang baik kepada bangsa.Â
Sebagai mana kita juga memiliki peran dan kewajiban di muka bumi ini sebagai makhluk dalam konsep Hablum Minannas di mana manusia menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Apakah hal itu penting? Tentu hal ini sangat diperlukan mengingat keadaan Indonesia yang memiliki budaya yang sangat kaya dan beragam (multikultural). Dengan tujuan agar negara ini tetap rukun dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan meskipun memiliki banyak perbedaan latar belakang budaya.
Islam dengan sempurna mengatur kehidupan umat manusia dalam Al-Qur'an termasuk mengenai pentingnya menjadi warga negara yang baik.Â
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
"Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 103)
Ayat tersebut memberikan perintah kepada seluruh kaum muslimin untuk senantiasa bersatu di atas jalan Allah dan melarang kita untuk berpecah-belah. Persatuan yang diperintahkan adalah persatuan di atas tali Allah. Apabila terdapat seseorang yang mengambil jalan lain selain jalan milik Allah, maka seseorang tersebutlah yang menyebabkan terjadinya perpecahan.