Mohon tunggu...
Rimarsha Desta Anjani
Rimarsha Desta Anjani Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar/Mahasiswa

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Transformasi Ekonomi melalui Hilirisasi Nikel

8 Oktober 2024   17:22 Diperbarui: 8 Oktober 2024   17:23 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia, lumbung mineral dunia, memiliki potensi ekonomi yang sangat besar berkat kekayaan alamnya berupa cadangan mineral dan batubara yang menjanjikan. Kekayaan alam ini, menurut Kementerian Keuangan mencapai nilai fantastis, yang bisa menjadikan tulang punggung perekonomian negara. Sektor pertambangan, khususnya nikel yang mendominasi pasar global. Selama ini, sektor pertambangan memberikan kontribusi signifikan bagi penerimaan negara. Hal ini ditunjukkan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (NPBP) mencapai lebih dari 70% untuk sektor nonmigas pada tahun 2020. Namun, pernyataan mendasarnya adalah, seberapa optimal kita mengelola kekayaan ini? Potensi yang begitu besar menuntut pengelolaan yang bijaksana dan berkelanjutan, agar manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan tidak hanya menjadi keuntungan segelintir pihak (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, 2021). Sebelum kebijakan pelarangan ekspor nikel diberlakukan pada tahun 2020, Indonesia selama ini hanya mengekspor kekayaannya yaitu nikel dalam bentuk mentah (Biro Komunikasi, 2023). Padahal di tengah transisi global menuju ekonomi hijau, nikel memiliki peran krusial sebagai bahan baku utama kendaraan listrik dan baterai. Potensi nikel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah besar. Dengan hilirisasi, nilai tambah nikel akan meningkat signifikan, sehingga negara dapat meraup keuntungan yang jauh lebih besar dari hasil ekspor produk jadi. Data menunjukkan bahwa nilai ekspor produk turunan nikel yang telah melalui proses hilirisasi jauh melampaui ekspor nikel mentah. Mengutip dalam laman Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Deputi Firman menjabarkan nilai ekspor bijih nikel dan turunannya pada tahun 2013 hanya mencapai USD 5,4 miliar. Kemudian, melalui kebijakan hilirisasi, nilai ekspor turunan nikel tahun 2022 mencapai USD 35,6 miliar atau 6,6x lipat lebih tinggi. Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi nikel merupakan langkah strategis yang sangat tepat untuk mengoptimalkan potensi sumber daya alam kita dan memperkuat posisi Indonesia di kancah ekonomi global.

Kebijakan hilirisasi yang digencarkan oleh pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi sorotan dunia. Fokus utama kebijakan ini adalah mengolah sumber daya alam di dalam negeri menjadi produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi sebelum di ekspor. Selain meningkatkan nilai tambah ekspor, hilirisasi nikel juga berkontribusi pada diversifikasi ekonomi. Meskipun hilirisasi nikel memiliki prospek yang menjanjikan, kebijakan ini dihadapkan pada berbagai tantangan (Syafira et al., 2023). Salah satu tantangan utama yang harus diatasi Indonesia adalah kerusakan lingkungan. Proses produksi nikel dapat berkontribusi terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca, akumulasi gas rumah kaca ini menjadi salah satu faktor penyumbang utama dalam perubahan iklim. Jika dikendalikan, emisi yang tinggi dari produksi nikel akan bertentangan dengan komitmen global untuk mengurangi emisi karbon, seperti yang diatur dalam Kesepakatan Paris. Selain itu, tantangan lainnya adalah menurunkan kualitas udara dan air. Proses pengolahan nikel menghasilkan sejumlah limbah berbahaya, termasuk logam berat dan zat kimia yang dapat mencemari lingkungan. Polusi udara dapat meningkat akibat partikel halus yang terlepas selama penambangan dan pengolahan nikel. Selain itu, pencemaran air menjadi ancaman serius, terutama karena air yang digunakan dalam proses produksi dapat tercemar oleh limbah tambang. Air limbah ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat mengalir ke Sungai, danau, atau laut, merusak ekosistem perairan serta memengaruhi kehidupan makhluk air dan masyarakat yang bergantung pada sumber air tersebut. Selain itu, pembebasan lahan untuk produksi dan pengolahan nikel serta penanganan limbah tambang menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati. Hilirisasi nikel melibatkan pembebasan lahan dalam skala besar, yang sering kali mencakup pembukaan lahan atau area alami lainnya. Proses ini menyebabkan hilangnya habitat bagi berbagai spesies flora dan fauna, sehingga mengurangi keanekaragaman hayati. Banyak spesies yang terancam punah karena kehilangan habitat alami mereka, dan ekosistem yang terdisrupsi bisa kehilangan keseimbangan. Dampak ini bukan hanya pada lingkungan lokal, tetapi juga bisa merusak ekosistem global yang saling terkait. Terlebih, untuk memproduksi satu kilogram nikel laterit limonit dengan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL), dibutuhkan lebih dari 1.700liter air, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terlalu bergantung pada ekspor bahan mentah membuat perekonomian Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga di pasar global. Dengan mengolah nikel menjadi produk jadi atau setengah jadi, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan tersebut dan menciptakan perekonomian yang lebih stabil. Tentunya tidak mudah melihat permasalahan yang akan muncul jika kebijakan hilirisasi ini dilaksanakan tanpa adanya beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan. Berikut merupakan tiga hal yang saya rekomendasikan sebagai solusi atau strategi permasalahan. Pertama yaitu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan sumber daya manusia menjadi kunci dalam kebijakan hilirisasi nikel untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan memanfaatkan pengolahan nikel di dalam negeri, tenaga kerja lokal harus dibekali keterampilan yang relevan, mulai dari teknologi pengolahan, manajemen produksi, hingga pemahaman akan praktek. Investasi dalam Pendidikan dan pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan industri nikel akan meningkatkan produktivitas, daya saing global, serta menciptakan lapangan kerja berkualitas. Kebijakan ini tidak hanya berkontribusi pada peningkatan nilai tambah produk nikel, tetapi juga memperkuat perekonomian melalui sumber daya manusia yang unggul. Sebagai contoh nyata, Harinowo saat mengisi kuliah tamu bertajuk Ekonomi dan Hilirisasi Nikel di Indonesia di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (16/4) (Maulana, 2024), mengungkapkan pentingnya peningkatan kualitas SDM dalam proses hilirisasi nikel. Dia membandingkan situasi di Sulawesi Tenggara, di mana masyarakat setempat merasa tidak siap bersaing dengan tenaga kerja asing (TKA) asal China yang dipekerjakan dalam jumlah besar. Hal ini terjadi karena tenaga kerja lokal belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam industri nikel. Namun, menurut Harinowo, TKA tersebut diperlukan sebagai bagian dari transfer pengetahuan teknologi. Pada akhir 2021, data menunjukkan bahwa pekerja di smelter nikel Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Maluku Utara, yang mencapai 25.000 tenaga kerja, dengan TKA hanya sekitar 2.500 orang, yang memiliki keterampilan tinggi. Harinowo membandingkan situasi ini dengan industri otomotif di pabrik Toyota Karawang, di mana seluruh pekerja sudah berasal dari Indonesia, hasil dari investasi dalam pengembangan SDM selama 50 tahun. Ini menunjukkan bahwa persiapan SDM dan perubahan mindset masyarakat setempat sangatlah penting agar mereka dapat memanfaatkan peluang di industri nikel tanpa harus bergantung pada TKA dalam jangka panjang. Kedua, penerapan konsep environment social governance, yaitu dengan mengutamakan pengelolaan nikel dengan cara dan teknologi ramah lingkungan, seperti penggunaan energi yang efisien, penanganan limbah kegiatan pertambangan. Salah satu contoh implementasi ESG dapat dilihat pada PT. Kaltim Prima Coal yang memanfaatkan lahan pascatambang menjadi lahan yang produktif, stabil, dan berkelanjutan sesuai dengan standar lingkungan. Lahan tersebut diubah menjadi area penggembalaan sapi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Gusprastomo & Nugroho, 2021), mereka meneliti produktivitas serta daya dukung lahan reklamasi ini sebagai area penggembala sapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi sapi meningkat sekitar 160% dalam jangka waktu 4 tahun, yang membuktikan bahwa lahan reklamasi tersebut memiliki potensi produktivitas dan daya dukung yang sesuai untuk kegiatan penggembala sapi. Ketiga, yaitu menarik investasi untuk mendukung Indonesia sebagai pusat produksi baterai dan kendaraan listrik yang berhubungan dengan poin kedua. Menurut penelitian (Fraser et al., 2021), penggunaan nikel untuk baterai diperkirakan akan meningkat secara signifikan, dari hanya 6% pada tahun 2020 menjadi 36% pada tahun 2040, seiring dengan tren global dalam penggunaan kendaraan listrik. Hal ini menjadi peluang besar bagi Indonesia, yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, untuk bertransformasi menjadi pusat produksi baterai dan kendaraan listrik. Indonesia telah menarik sejumlah investasi besar dari perusahaan asing, seperti Contemporary Amperex Technology (CATL) dengan US$ 5,2 miliar, Foxconn dengan US$ 8 miliar, British Volt dengan US$ 2 miliar, dan LG Energy Solutions dengan US$ 9,8 miliar (Zahira, 2022). Investasi tersebut diperkirakan akan menciptakan 20.000 lapangan kerja baru (Santia, 2022), menandai langkah strategis Indonesia dalam mendukung transisi energi global dan memperkuat posisi ekonominya di sektor kendaraan listrik.

Kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global, dengan meningkatkan nilai tambah produk dan mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Namun, tantangan seperti kerusakan lingkungan dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tidak dapat diabaikan. Harapan ke depan adalah agar pemerintah dan masyarakat dapat berkontribusi dalam mengimplementasikan strategi yang ramah lingkungan dan meningkatkan keterampilan lokal, sehingga sektor pertambangan nikel tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kehidupan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun