Mohon tunggu...
Rima Olivia
Rima Olivia Mohon Tunggu... -

#PersonalExcellence Trainer, Psikolog. Owner of Ahmada Consulting

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana 'Terapi Shalawat' Menghilangkan Kesedihan

6 Agustus 2015   14:54 Diperbarui: 6 Agustus 2015   14:54 3482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Shalawat dapat menghilangkan kesedihan. Bagaimana caranya? Bagaimana cara kerjanya? Dapatkan Shalawat dilakukan sebagai sebuah terapi kesedihan? Dan bagaimana secara teknis menjelaskan cara kerja shalawat melepaskan kesedihan.

 

Melalui hadist ini dijelaskan bahwa shalawat dapat menghilangkan kesedihan.

Suatu ketika Sahabat Ubay bin Ka'ab menghadap Baginda Rasulillah lalu bertanya : 

Wahai Rasululloh..Aku banyak bersholawat untuk anda, 

sebaiknya berapa kali aku harus bersholawat untuk anda ? 

Rasululloh menjawab : Terserah anda. 

Ubay bin Ka'ab : bagaimana kalau seperempat ? 

Rasululloh menjawab : Terserah anda. Jika anda tambahi tentu lebih baik. 

Ubay bin Ka'ab : bagaimana kalau setengah? 

Rasululloh menjawab : Terserah anda. Andai anda lebihkan jadi lebih baik. 

Ubay bin Ka'ab : Bagaimana kalau dua pertiga? 

Rasululloh menjawab : Terserah anda. Jika anda tambahkan lagi pasti lebih baik. 

Ubay bin Ka'ab : bagaimana kalau sholawatku untuk anda semuanya? 

Rasululloh menjawab : Kalau anda lakukan itu, segala kesedihan anda dihilangkan dan dosa anda akan terampuni. 

 (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Al-Hakim, At-Thabrani) 

Kita menggunakan kata ‘melepas’ sebagai pemahaman bahwa kesedihan tidak pernah benar-benar hilang dalam diri kita. Kesedihan adalah fitrah. Ia adalah sebuah emosi yang datang dan pergi. Kesedihan adalah sebuah tanda/sinyal yang dikirim oleh emosi pada diri kita. Sebuah emosi yang biasanya dipicu oleh rasa sakit, atau terluka oleh rasa kehilangan yang besar.

Seperti umumnya emosi negatif yang lain yaitu marah, takut atau rasa bersalah, emosi sedih tidak nyaman untuk dirasakan. Namun, bukankah semua hal tidak diciptakan dengan sia-sia. Selalu ada hal baik dari penciptaan segala sesuatu. Maka, sedih pun begitu. Bukankah, Nabi Muhammad SAW juga sering mengalami kesedihan. Bukankah dalam hidupnya beliau juga mengalami kesedihan yang bertubi-tubi, seperti kehilangan pasangan hidupnya, putra-putrinya dan cucu-cucunya? Maka, kita perlu menerima bahwa kesedihan punya manfaat.

 Kira-kira, begini caranya: Pertama-tama, kita perlu mengenali perasaan sedih itu. Lalu, memutuskan cara untuk menyikapinya. Menolak merasa sedih, seperti menekan air dalam sebuah bejana. Ia akan meluap dan menekan ke atas. Dalam penolakan sebuah emosi negatif, biasanya yang terjadi adalah rasa marah. Setiap emosi negatif yang tidak ‘diterima’ atau diakui akan diekspresikan sebagai emosi marah. Kita tahu bahwa, emosi marah biasanya lebih merusak. Jadi, terima dulu kesedihan itu.

Duduk dengan tenang dan ajak tubuh untuk bekerja sama dengan Anda. Siapkan diri untuk melakukan ‘terapi shalawat’ secara berulang. Berlatihlah bersama tubuh. Berlatih ‘terapi shalawat’ artinya ‘pelatihan sistematis dengan repetisi banyak (systematic training by multiple repetitions). Pengulangan pengucapan shalawat berulang-ulang dengan perhatian penuh dalam kondisi duduk seperti sebuah mental exercise dalam diri Anda. Sesungguhnya dengan cara ini kita melatih otak untuk berfungsi lebih kuat, lebih sehat seperti halnya melatih otot.

Donald Hebb, bapak keilmuan Neuropsikologi berkata: neuron yang terpicu bersama akan terikat bersama. Maka, pengulangan dalam pengucapan shalawat sangat penting dalam proses pelepasan emosi. Latihan secara repetitif sangat esensial.

Atur nafas Anda, hayati nafas Anda. Anda tidak perlu mengaturnya dengan beberapa hitungan atau menarik nafas lebih panjang. Amati saja. Lalu fokuslah pada nafas yang datang dan pergi. Setelah beberapa kali menarik dan melepaskan nafas, lalu fokuslah untuk mengucapkan shalawat. Bisa yang singkat saja. “Allahuma sholli ‘ala sayyidina Muhammad.” Alihkan perhatian Anda pada pengucapan kata-kata itu. Seolah-oleh bunyi itu secara nyata Anda dengar melalui telinga. Atau, jika Anda lebih mudah membayangkan, Anda dapat membayangkan lafazh “Allah” sambil terus menyebut mengucapkan shalawat. Sebutkan berkali-kali. Semakin Anda menikmati pengucapan shalawat Anda, ada ritme yang tercipta melalui pengulangan tersebut. Lakukan hingga kesedihan Anda hilang.

Berfokus pada hal lain, dan menghayati pengucapan Anda berulang, membuat energi emosi yang dicurahkan pada kesedihan menjadi berkurang. Ini membuat, ruang bagi emosi kesedihan tersebut juga menjadi lebih kecil. Seperti kita ketahui, shalawat adalah energi yang selaras dengan semesta ketika ALLAH dan para malaikatnya bershalawat atas nabi. Seperti juga lebah yang makanannya adalah bunga-bunga yang pahit, menjadi manis karena bershalawat. Kesedihan Anda karena sesuatu yang pahit akan menjadi manis seperti yang diceritakan di bawah ini.

Suatu hari, Rasulullah saw dan Imam Ali Karamallahu Wajhah duduk di tengah kebun kurma, lalu ada seekor lebah yang terbang di sekeliling Nabi Muhammad saw.
Rasulullah saw bersabda kepada Imam Ali : “Wahai Ali
tahukah kamu apa yang dikatakan oleh lebah ini ?”
Sayyidina Ali menjawab: “Tidak wahai Rasulullah”

Lalu Rasulullah saw bersabda lagi kepada Imam Ali :
“Ketahuilah wahai Ali, lebah ini sekarang mengundang kita sebagai tamunya dan berkata bahwa dia telah menyediakan madu disuatu tempat, kemudian Rasulullah saw memerintahkan Sayyidina Ali untuk mengambil madu tersebut dari tempat itu.”
Sayyidina Ali pun bangkit dan mengambil madu tersebut dari tempatnya.

Rasulullah saw bersabda kepada sang Lebah, ”Wahai lebah, makanan kalian berasal dari bunga-bunga yang pahit, lalu apa yang menyebabkan dia berubah menjadi
madu yang manis?”

Lebah pun menjawab, ”Wahai Rasulullah, manisnya madu ini berkat kami bersholawat kepadamu dan keluargamu, karena setiap kali kami menghisap sari bunga, saat itu pula kami menerima ilham untuk bersholawat tiga kali kepadamu.”

Dan ketika kami mengucapkan: "Allahumma Sholli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa ‘ala Aali Sayyidina Muhammad" ”Ya Allah limpahkanlah sholawat-Mu kepada Sayyidina Muhammad dan keluarga Sayyidina Muhammad,” Maka berkat sholawat kepadamu itulah, madu kami menjadi manis.”

Ketika Anda sedang sangat sedih, mungkin Anda menyebut nama orang yang Anda cintai. Mungkin Anda sebetulnya ingin bertemu untuk menenangkan diri. Misalnya menyebut Ibu yang sangat kita cintai. Mengaduh dan mengadu kepada orang yang Anda cintai biasanya mengobati hati. Ia menjadi ‘anchor’ bagaimana visualisasi segala rekaman pengalaman dari ibu yang menenangkan dapat menghilangkan kesedihan. Seperti anak kecil yang menjerit: “Bundaaa” ketika terjatuh atau menangis karena diganggu. Setelah dewasa pun kita akan mencari figure yang kurang lebih sama menenangkannya, sama meneduhkannya, jika mengadu pada ibu tidak lagi dimungkinkan. Dengan alasan atau pertimbangan usia lanjut dan tidak ingin justru membuatnya sedih.

Maka terapi Bershalawat membawa efek yang jauh lebih dahsyat daripada menyebut nama Ibu. Efek penghayatan (mindfulness) yang dilakukan pada latihan di atas dan menyebut nama orang yang paling dicintai di muka bumi (bahkan paling dicintai ALLAH SWT). Bayangkan, manusia yang paling dicintai di muka bumi, bukan hanya oleh kita, namun oleh ALLAH SWT dan mahluk yang Ada di dalamnya. Getaran yang secara seirama disebut paling sering di muka bumi ini, membuat kita tidak melawan arus tersebut. Bahwa kita, sedang menyelaraskan emosi negatif dengan energi seluruh semesta.

 

6 Agustus 2014

Rima Olivia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun