Sebelum perusahaan melepas produk yang dihasilkan, beberapa aktivitas yang dilakukan antara lain, pengujian dan penyempurnaan produknya guna memberi kepastian bahwa produk tersebut memiliki nilai, filosofi pemahaman dan kenyamanan. Tetapi, produk lebih dari sekedar produk, dan produk adalah bagian dari system.
System inilah yang berpotensi merusak lingkungan dan manusia. Pelaku daur ulang merupakan potret kegagalan dalam mengindentifikasi inti masalah yang mendasarinya seperti desain dan karakteristik material dari produk. Selanjutnya, permasalahan daur ulang dimulai dengan material yang ada dalam produk. Material-material tersebut dipilih dan dibuat berdasarkan pertimbangan kinerja dan biaya, akan tetapi tidak menimbang biaya social, biaya lingkungan.
Biaya lingkungan ini terdiri dari aktivitas eksplorasi di alam, pengolahan, biaya pembuatan produk, biaya pengiriman dan biaya dari akhir hidup produk. Mengapa tidak ada kewajibah bagi produsen untuk mempertimbangkan dan memasukkan biaya terhadap lingkungan? Mengapa banyak barang yang dibeli tidak dapat diperbaiki? Sehingga, ada ungkapan dalam para pemerhati lingkungan yang menyatakan bahwa bila kita ingin menyelamatkan lingkungan dari produk-produk, maka kita harus memperbaiki sistemnya, dimana system ini dimulai dari pabrik atau produsen barang.
Sudah saatnya kita semua mulai perlu memikirkan kembali berbagai macam peralatan berbahan plastic yang kita gunakan. Bagaimana dengan plastik yang digunakan untuk tempat makanan, tas kresek sekali pakai atau goody bag yang dapat digunakan berkali-kali ketika kita berbelanja di warung atau di swalayan. Saat ini telah banyak hadir wadah makanan dari plastik yang dapat digunakan berkali-kali dan tetap aman digunakan ketika dimasukkan dalam oven pemanas makanan. Selain itu, kehadiran berbagai macam model dari goody bag juga menawarkan kebijakan bagi kita untuk mengganti tas kresek yang berpotensi akan merusak lingkungan.
Tas kresek atau peralatan berbahan plastic lainnya yang sudah rusak dan tidak dapat digunakan lagi hanya akan masuk ke tempat sampah. Membuang sampah plastic ke bak sampah tidak akan masuk ke proses daur ulang secara keseluruhan.
Terdapat sebuah artikel yang dikeluarkan oleh perusahaan media Jerman menunjukkan bahwa dari tiga juta ton sampah kemasan plastik, hanya sekitar 50 persen yang masuk ke dalam tong sampah dan hanya sekitar 30 persen yang benar-benar di daur ulang. Hal ini dikarenakan proses daur ulang terlalu rumit untuk dipahami oleh orang awam. Mendaur ulang itu memang sangat penting, tetapi seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang ramah lingkungan.
Banyak pertanyaan yang muncul dalam proses pengelolaan limbah plastik yang ramah lingkungan. Apakah perusahaan yang akan mendaur ulang dan stakeholder lainnya akan mengambil peran dalam proses daur ulang yang lebih ramah lingkungan ataukah menyesuaikan diri dengan ekonomi melingkar?
Apakah industry akan memainkan peran sebagai pengelolan aliran material dan menyediakan bahan mentah sekunder dalam proses produksi ataukah ada pihak lain yang akan mengambil peran tersebut? Apakah dengan adanya daur ulang limbah plastik akan dapat menggantikan bahan baku plastik orisinil? Jenis jaringan kerjasama apa yang akan dikembangkan di Industri? Bagaimana industri dapat memanfaatkan digitalisasi? Siapakah pemilik sampah plastik? Bagaimana dengan regulasi yang sudah ada? Ataukan kita akan mengatakan “pengelolaan limbah plastik sia-sia lagi”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H