Mohon tunggu...
Dino  Rimantho
Dino Rimantho Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati lingkungan

Penikmat kopi yang simple dan ingin berbagi pengetahuan di bidang lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Quo Vadis Pengelolaan Sampah Plastik

11 Desember 2020   11:15 Diperbarui: 11 Desember 2020   11:17 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Plastik merupakan salah satu material yang luar biasa. Material ini mempunyai banyak kelebihan dan telah banyak digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa kelebihan yang melekat pada plastik seperti ringan, murah, mudah dibentuk sesuai keinginan, serbaguna, murah. Pemanfaatan plastik dalam kehidupan manusia seperti wadah makanan, peralatan rumah tangga hingga pemanfaatannya dalam dunia otomotif. 

Sehingga, bisa dikatakan bahwa plastik hampir tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai akibatnya, pengunaan plastik mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Sebuah studi pernah mengungkap bahwa pada tahun 2014 dilaporkan bahwa produksi plastik mencapai 311 juta ton secara global. Akan tetapi, material plastik juga menyisakan permasalahan tersendiri ketika material ini mengalami kerusakan dan sudah tidak digunakan lagi yang berujung menjadi limbah dan menjadikan plastic sebagai salah satu masalah yang dihadapi oleh hampir seluruh Negara di dunia ini.

Permasalahan plastik tidak hanya didasarkan dari volume, tetapi bagaimana manusia mengelola material ini setelah tidak digunakan. Diprediksi terdapat sekitar 2 milyar orang di dunia tidak memiliki pengumpulan sampah dan lebih dari 3 milyar orang membuang sampah secara tidak baik. 

Plastik yang telah tidak digunakan kebanyakan hanya dibuang bersama dengan sampah rumah tangga. Kita juga dengan mudah menemukan sampah plastik di saluran air, tanah kosong, sungai-sungai yang akan mengalir ke lautan. Sehingga dapat dipastikan bahwa lautan juga akan mengalami dampak dari pembuangan limbah plastik yang tidak terkendali. Banyak kerjasama yang telah dibentuk oleh masing-masing negara untuk mengembangkan pengelolaan limbah plastik yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka menyelesaikan masalah plastik di lingkungan.

Banyak negara maju yang melakukan ekspor sampah plastik ke negara berkembang untuk mendaur ulang sampah plastik tersebut. Dari aktivitas ekspor ini mendorong munculnya asumsi bahwa permasalahan plastik telah terselesaikan di Negara-negara maju tersebut. Selain itu, terdapat pula pertanyaan yang dilontarkan oleh pemerhati lingkungan terkait dengan ekspor sampah plastik, apakah sampah plastik tersebut telah benar-benar di daur ulang atau tidak? 

Secara umum, realitas yang terjadi adalah tidak seluruh sampah plastik di daur ulang dengan baik dan hanya berakhir di tempat pembuangan yang tidak memadai. Hal ini disebabkan karena rendahnya kualitas sampah plastik yang di ekspor sehingga tidak dapat didaur ulang secara optimal.

Beberapa negara berkembang mulai menerapkan regulasi terkait larangan ekspor plastic dari negara maju, misalnya di China yang telah mengimplementasikan larangan impor limbah plastik pada bulan Januari 2018. Indonesia juga sudah menerapkan pengendalian impor limbah plastik melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 tahun 2016 terkait ketentuan impor limbah non berbahaya dan beracun. Kebijakan ini muncul sebagai reaksi dari adanya keterlibatan pemerintah Indonesia pada konferensi para pihak (COP) untuk tiga konvensi, dimana salah satunya adalah Konvensi Basel. 

Hasil dari pertemuan tingkat tinggi tersebut mencatat terdapat 187 negara untuk melaksanakan proses pengendalian perdagangan limbah plastik. Penerapan larangan impor limbah plastik di Indonesia ditempuh dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perdagangan illegal bahan kimia berbahaya dan limbah. 

Masuknya limbah plastik ke Indonesia juga seperti membuka celah lainnya terkait dengan limbah plastik berbahaya ke Indonesia. Larangan impor limbah plastik ini menjadi peringatan yang keras bagi negara-negara di seluruh dunia untuk memberikan konsep baru pengelolaan limbah plastik.

Dengan adanya larangan impor limbah plastik, sudah seharusnya seluruh stakeholder merubah cara pandang terhadap "nilai" dari limbah plastik tersebut. Limbah plastik seharusnya dapat diasumsikan sebagai sebuah sumberdaya yang dapat digunakan dalam pengembangan industry inovatif. Dengan melihat sebagai sumberdaya yang dapat berguna kembali maka perubahan "nilai" dari limbah ini harus dilihat pula dari perspektif ekonomi. 

Dengan memperhatikan konsep ekonomi dari limbah plastik maka perlu adanya konsep ekonomi melingkar (circular economy). Konsep ini menegaskan bahwa seyogyanya ekonomi didasarkan pada inovasi dari seluruh sistem dalam menjaga sumber daya tetap selama mungkin dan mendaur ulang seluruh material dalam siklus ekonomi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun