Mohon tunggu...
Rima Gravianty Baskoro
Rima Gravianty Baskoro Mohon Tunggu... Pengacara - Trusted Listed Lawyer in Foreign Embassies || Policy Analyst and Researcher || Master of Public Policy - Monash University || Bachelor of Law - Diponegoro University ||

Associate of Chartered Institute of Arbitrators. || Vice Chairman of PERADI Young Lawyers Committee. || Officer of International Affairs Division of PERADI National Board Commission. || Co-founder of Toma Maritime Center.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perdagangan Karbon di Indonesia: Dinamika dan Konflik dengan Masyarakat Adat

5 Juni 2024   11:54 Diperbarui: 13 Juni 2024   15:11 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG


Proses penyusunan kebijakan perdagangan karbon di Indonesia menghadapi masalah serius terkait legitimasi dan efektivitas tata kelola lingkungan, terutama karena kurangnya keterlibatan bermakna dari pemangku kepentingan penting seperti LSM dan masyarakat adat. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa rencana perdagangan karbon yang melibatkan masyarakat adat dihasilkan melalui proses yang inklusif dan partisipatif. Namun, perdebatan para pemangku kepentingan ini menunjukkan bahwa LSM dan masyarakat adat seringkali dikesampingkan, suara mereka tidak didengar, dan pandangan mereka diabaikan. Ketidakadilan ini tidak hanya merusak konsep keadilan lingkungan tetapi juga mengabaikan pengetahuan tradisional yang tak ternilai yang dimiliki oleh masyarakat adat dalam mengelola lingkungan. Masalah ini lebih dalam daripada sekadar kesalahan prosedural. Perdebatan ini menyentuh inti dari ide tata kelola lingkungan. Dengan mengecualikan masyarakat adat dan mengabaikan saran LSM, pembuat kebijakan berisiko membuat kebijakan perdagangan karbon yang memperburuk ketidaksetaraan sosial dan degradasi lingkungan, padhal seharunya sudah sampai pada level penanganan emisi karbon dengan cara perdagangan karbon. Kurangnya keterlibatan dan konsultasi dengan para pemangku kepentingan ini juga dapat merusak kepercayaan publik dan mengurangi kemampuan kebijakan untuk mencapai tujuan lingkungan secara efektif. Oleh karena itu, DPR dan pihak-pihak terkait harus mengevaluasi kembali pendekatan mereka dalam merumuskan kebijakan, dengan mengakui hak, pandangan, dan kontribusi masyarakat adat serta LSM, dan memprioritaskan mereka dalam proses pembuatan kebijakan. Dengan menciptakan lingkungan yang menghargai dialog, kerjasama, dan saling menghormati, pembuat kebijakan dapat memastikan bahwa kebijakan perdagangan karbon tidak hanya mencapai target lingkungan tetapi juga menjunjung tinggi keadilan sosial dan hak-hak masyarakat adat, mendorong masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi semua pihak yang terlibat.


Kesimpulan


Perubahan iklim global memicu pembentukan UNFCCC dan Protokol Kyoto, yang memperkenalkan perdagangan karbon sebagai sarana untuk mengurangi emisi. Penandatanganan regulasi "Nilai Ekonomi Karbon" oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021, diikuti oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menetapkan kriteria target pengurangan emisi dan rencana pelaksanaannya, dengan menekankan peran berbagai sektor dalam mitigasi perubahan iklim. Namun, masyarakat adat harus memenuhi standar tertentu untuk mendapatkan manfaat dari perdagangan karbon menurut KLHK. Hal ini menyoroti kontribusi masyarakat adat dalam mitigasi perubahan iklim melalui pemberian izin pengelolaan hutan komunal, misalnya. Kerjasama antara berbagai organisasi dan masyarakat adat sangat penting untuk kemajuan tujuan budaya dan pengelolaan sumber daya alam masyarakat adat. Kebijakan perdagangan karbon yang melibatkan masyarakat adat merupakan hal yang tidak sederhana dan menjadi topik perdebatan di antara enam pemangku kepentingan utama, yaitu komunitas adat, Bursa Efek Indonesia (IDX), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), KLHK, LSM yang fokus pada isu lingkungan dan adat, serta pakar. Setiap pemangku kepentingan membawa perspektif dan kepentingan berbeda. Meski perdagangan karbon memiliki potensi untuk mitigasi perubahan iklim, konflik berlanjut karena sistem pembuatan kebijakan yang eksklusif, dengan poin utama perdebatan berkisar pada penetapan harga dan kerangka konsep perdagangan karbon, yang ditentang oleh masyarakat adat sebagai pihak penghasil oksigen dan pengikat karbon melalui hutan. Dengan menempatkan pakar dan masyarakat adat di garis depan proses perdagangan karbon, DPR dapat memanfaatkan pengaruhnya untuk memastikan dan mendukung pelaksanaan kebijakan ini. Melalui strategi ini, DPR dapat menggalang dukungan dari semua pihak untuk kebijakan yang mempromosikan kelayakan perdagangan karbon dan menegaskan pentingnya hal tersebut. Dengan secara aktif melibatkan pakar dan kelompok adat dalam proses advokasi, pembuat kebijakan dapat meningkatkan dukungan publik untuk adopsi perdagangan karbon dan memperluas pemahaman tentang urgensinya. Selain itu, dengan memberikan otoritas kepada masyarakat adat untuk memimpin pengembangan regulasi perdagangan karbon, DPR dapat memastikan bahwa upaya ini memperhatikan kebutuhan dan perspektif komunitas lokal, terutama mereka yang paling terdampak oleh perubahan lingkungan. Pendekatan kolaboratif ini meningkatkan legitimasi dan efektivitas skema perdagangan karbon sekaligus memperkuat tekad Indonesia untuk memenuhi Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (NDC). Dengan menyelaraskan tujuan perdagangan karbon dengan tujuan keberlanjutan yang lebih luas, seperti keadilan lingkungan dan pelestarian ekosistem, Indonesia dapat mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan cara yang adil dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun