Oleh:
Rima Baskoro, S.H., MPPM., ACIArb (Founder - Rima Baskoro & Partners)
Parahita Satiti, S.E. Â (Finance & Tax Specialist - Respect Business Partnership)
Fitriyah Maliki, S.H. (Founder - Profit Jakarta).
I. Pendahuluan
Banyak pembuat konten di sosial media yang masih belum sepenuhnya sadar bahwa monetisasi hasil konten merupakan objek pajak berdasarkan regulasi pajak di Indonesia. Hal ini dikarenakan awamnya pengetahuan soal pajak dan besarnya asumsi bebas pajak para konten kreator, yang membuat mereka merasa tenang tidak membayar pajak, dan belum tegasnya pengaturan soal pengenaan pajak terhadap aset digital dari pembuat atau pengelola akun Youtube. Namun kondisi tersebut berubah setelah para pembuat konten menerima surat klarifikasi dari institusi pajak yang berisi tunggakan pajak yang harus segera dilunasi, dilengkapi dengan informasi sanksi berupa pembekuan dan/atau penyitaan aset.
Artikel ini membahas tentang kewajiban membayar pajak para pembuat konten di sosial media, khususnya pembuat konten di kanal youtube. Selain menjelaskan tentang penggolongan profesi pembuat konten di kanal youtube sebagai wajib pajak, artikel ini juga akan mengungkapkan permasalahan perhitungan pajak penghasilan bagi perusahaan manajemen pengelola akun youtube, maupun bagi pembuat konten youtube, yang keduanya sama-sama menerima monetisasi youtube. Dengan berdasarkan pada studi kasus pembuat konten di kanal youtube, artikel ini menganalisis permasalahan yang dialami oleh para pembuat konten di kanal youtube terkait kewajiban membayar pajak. Artikel ini juga mengevaluasi kebijakan publik terhadap perlindungan aset digital subjek hukum di Indonesia, untuk menghindari abuse of power terhadap pembuat konten di kanal youtube yang telah tertib administrasi perpajakan.
Kebijakan perpajakan yang dianalisis dan dijadikan acuan dalam penulisan artikel antara lain adalah Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan ("UU No. 36/2008"), UU Cipta Kerja, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ("UU No. 28/2007"), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto ("PER-17/PJ/2015"). Regulasi pertama yaitu UU No. 36/2008 pada intinya mengatur tentang mekanisme perpajakan di Indonesia dan pengenaan tarif progresif. Regulasi kedua yaitu UU Cipta Kerja, yang pada intinya mengatur tentang ketentuan terbaru perhitungan dan pengenaan pajak penghasilan. Regulasi UU No. 28/2007 dan PER-17/PJ/2015 mengatur klasifikasi profesi pembuat konten pada aset digital. Regulasi PMK No. 101/PMK.010/2016 pada intinya mengatur tentang mekanisme perhitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Selain itu juga didukung dengan dasar hukum antara lain berdasarkan KUHPerdata dalam kaitannya dengan kerjasama atau pemberian pekerjaan dari dan antara manajemen sebagai pengelola akun youtube, dengan talent pembuat konten youtube.
Artikel ini penting karena selain memberikan informasi tentang kewajiban pajak dan cara perhitungan pajak bagi para pembuat konten kanal youtube, juga mengulas sanksi dan konsekuensi hukum juga menjadi hal yang patut diketahui oleh para manajemen dan talent apabila terdapat keterlambatan maupun tunggakan pajak yang belum dibayarkan dari hasil monetisasi kanal youtube. Selain itu, artikel ini juga dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan agar senantiasa mengikuti perkembangan jaman, menghindari abuse of power, dan tetap mengenakan pajak secara adil kepada masyarakat di Indonesia.
II. Pembuat Konten Kanal Youtube Sebagai Wajib Pajak
Mengutip definisi yang diberikan oleh youtube dalam bagian "Monetisasi Untuk Kreator", pembuat konten YouTube adalah individu yang membuat konten untuk YouTube (www.youtube.com , 18 April 2023), yang dapat menghasilkan uang dari kontennya melalui monetisasi. Beberapa contoh konten youtube selain video musik, juga berupa video produk, tutorial, listicle yang berupa konten tentang daftar dari sebuah bahasan (seperti daftar makanan terkenal di Jakarta, atau tempat terbaik di Bali, dan lain-lain), video di balik layar, video testimoni seperti podcast misalnya. Melalui konten yang dibuat oleh para pembuat konten di kanal Youtube ini, dapat menghasilkan uang untuk kanal youtube konten kreator dengan cara antara lain melalui penempatan iklan (atau yang dikenal dengan adsense), penjualan merchandise, dan dari langganan atau yang dikenal dengan istilah subscribers.
Merujuk pada definisi pembuat konten kanal youtube tersebut, maka setiap orang maupun perusahaan yang menikmati hasil monetisasi konten kanal youtube, berkewajiban membayar pajak kepada negara. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 4 UU No. 36/2008 yang pada intinya mengatur bahwa setiap orang dan/atau badan usaha yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang memiliki penghasilan, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, maka wajib membayar pajak penghasilan. Dikarenakan pembuat konten dan/atau perusahaan manajemen yang mengelola akun kanal Youtube menerima penghasilan berupa monetisasi dari hasil iklan, merchandise, maupun langganan (subscribe), maka monetisasi tersebut dikenakan pajak penghasilan. Oleh karena itu berdasarkan kebijakan perpajakan di Indonesia, konten kreator dan/atau perusahaan yang mengelola akun kanal youtube wajib membayarkan pajak atas penghasilan yang diterimanya dari monetisasi kanal Youtube,
Pajak menjadi alat penting bagi negara karena memiliki 4 (empat) fungsi yang berbeda. Dikutip dari situs resmi kompas.com (2022), Pajak memiliki fungsi budgeting (anggaran), fungsi regulated (mengatur), fungsi stabilitas, dan fungsi redistribusi. Fungsi budgeting (anggaran) berarti keuangan negara didukung oleh masyarakat melalui pajak. Fungsi regulated (mengatur) berarti adanya kekuatan negara untuk mengatur masyarakat dalam keterlibatannya di anggaran negara untuk pembangunan. Fungsi stabilitas berarti pajak mampu menjadi alat untuk mencapai ekonomi yang stabil di Indonesia untuk menghindari inflasi. Fungsi redistribusi berarti kemampuan menempatkan uang rakyat dalam bentuk pajak tersebut ke dalam anggaran demi pembangunan negara sesuai porsi dan peruntukannya. Pajak menjadi salah satu bukti kekuatan kedaulatan Indonesia dalam praktek bernegara, karena  mampu melaksanakan pembangunan yang sebagian besar ditopang oleh masyarakatnya sendiri berupa dukungan finansial melalui pajak (Drs. Panca Mugi Priyatno, M.MHan, 2019). Pajak penghasilan menjadi komponen terpenting bagi negara karena memberikan nominal yang signifikan untuk anggaran pembangunan. Miller, R. dan Chu, V. menyatakan bahwa pajak penghasilan menjadi sumber utama untuk pemasukan negara. World Bank pun berpendapat yang sama, bahwa pajak berperan penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang adil dan merata. Maka pajak menjadi sumber pendanaan penting bagi negara untuk melakukan pembangunan di segala lini sebagai bentuk pelaksanaan amanah pembukaan UUD 1945 (Kementerian Keuangan RI, 2022).
Namun demikian faktanya hingga saat ini, belum ada kebijakan khusus yang mengatur pemungutan pajak terhadap konten kreator pada aset digital, khususnya monetisasi kanal Youtube. Bahkan dilansir dari situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan RI ("Dirjen Pajak"), pembuat konten kanal Youtube hanya digolongkan sebagai pekerja seni dengan Kelompok Lapangan Usaha kode 90002, namun tidak disebutkan secara tegas sebagai profesi pembuat konten digital (www.cnbcindonesia.com , Februari 2023). Konsekuensinya jika terjadi kesalahan perhitungan menurut Dirjen Pajak, maka Dirjen Pajak harus bekerja ekstra menghitung penghasilan konten kreator Youtube dengan mengandalkan jumlah subscriber dan adsense yang hanya bisa diakses oleh pengelola akun Youtube sebagai pemilik kata sandi di studio Youtube, dan berujung pada pemanggilan pembuat konten Youtube untuk klarifikasi. Hal ini dikarenakan sistem perpajakan di Indonesia mengandalkan self assessment berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU No. 28/2007. Implikasinya, pembuat konten harus menghitung, melaporkan, dan membayarkan pajak penghasilannya berdasarkan perhitungan sendiri, sehingga rentan kekeliruan perhitungan.