Orde Baru (1966-1998): Pada masa pemerintahan Soeharto, Pancasila dijadikan sebagai "Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila" (P4) dan dipaksakan sebagai ideologi tunggal dalam setiap aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial. Selama periode ini, Pancasila lebih diformalkan dan sering kali disalahgunakan untuk kepentingan penguasa yang memusatkan kekuasaan.
Reformasi (1998-sekarang): Pada era reformasi, setelah lengsernya Soeharto, Pancasila kembali diuji dalam menghadapi tuntutan demokrasi dan pluralisme. Pancasila dipahami lebih sebagai pedoman hidup yang universal yang mampu menampung berbagai kepentingan dan tetap relevan meskipun Indonesia mengalami transformasi menuju sistem demokrasi yang lebih terbuka dan pluralistik.
Meskipun Indonesia telah mengalami banyak perubahan dan tantangan, Pancasila tetap menjadi dasar negara dan pandangan hidup bagi bangsa Indonesia. Dalam konteks modern, Pancasila harus dipahami tidak hanya sebagai simbol atau bentuk ideologi yang statis, tetapi sebagai suatu sistem nilai yang dinamis yang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Pancasila dalam menghadapi Globalisasi: Di tengah tantangan globalisasi dan kemajuan teknologi, nilai-nilai Pancasila dapat menjadi pegangan bagi masyarakat Indonesia dalam menjaga identitas bangsa dan tetap bersatu dalam keberagaman. Pancasila mengajarkan tentang pentingnya toleransi, kerja sama, dan keadilan sosial, yang sangat relevan dalam era globalisasi saat ini.
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari: Pancasila juga berfungsi sebagai pedoman moral bagi setiap individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti menghargai hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan prinsip keadilan, masih sangat relevan dalam konteks masyarakat yang semakin maju dan terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H