Mohon tunggu...
Rima Andianti
Rima Andianti Mohon Tunggu... -

Seorang yang selalu mencoba mewarnai hidup ini.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kembali

9 November 2009   16:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:23 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kadangkala Hati merasakan sesuatu yang lembut dan indah yang tidak dipahaminya.

Sesuatu yang memiliki rasa yang membuatnya serasa melayang dengan sangat pelan mengikuti langkah lembutnya angin. Hati tidak peduli kemanapun angin membawanya, dan rasa itu semakin membelai keseluruh relung yang ada. Angin terus menuntun dan berbisik kepada Hati “Coba pejamkan matamu dan teruslah melangkah, kita akan segera sampai”. Hati mengikuti bisikan itu. Angin menghentikan langkahnya dan diikuti Hati yang masih menutup matanya, didepan terlihat hamparan taman luas nan indah dan sungai kecil yang melintasinya. Angin berbisik lagi ” Setelah perjalanan ini selesai, aku akan meninggalkanmu. Apapun yang ada disini dapat kamu nikmati dan kapanpun kamu bisa kembali. Hanya kamulah yang dapat menghentikan langkahmu, karena Tuhan memberikan kemampuan tanpa batas kepadamu. Coba sekarang bukalah matamu.” Hati pelan – pelan membuka matanya,bersamaan dengan berlalunya angin.

Ohhhh………..Napasnya seakan tertahan ketika dia melihat pemandangan didepannya. Tampak olehnya taman yang sangat luas dilintasi sungai kecil indah yang seakan didalamnya terdapat ribuan berlian yang memancarkan cahayanya. Hamparan rumput hijau bagaikan permadani indah, bunga - bunga indah berwarna warni yang menghiasi permadani , pohon – pohon rindang yang dihiasi burung – burung kecil menyanyikan lagu merdu. Langit biru indah dan sinar matahari yang sejuk seakan melengkapi keindahan itu.

Hmmmmmmm……………., Hati menghirup napas dalam – dalam sambil memejamkan matanya. Perlahan – lahan dibukanya lagi mata dan dia berbisik “ Tuhan, inikah taman surgaMu untukku? Harum aroma padang rumput dan wanginya bunga ini membangkitkan gairahku , alunan indah gemercik air sungai menembus dinding – dindingku dan memenuhi seluruh relungku, merdunya nyanyian burung – burung kecil melambungkan diriku. “

Hati memetik beberapa bunga sambil berlari – lari kecil dan menari -nari menikmati setiap langkahnya. Beberapa saat kemudian, dilangit biru perlahan –lahan nampak pelangi yang sangat indah. Hati menghentikan tariannya dan terpukau “ Oh.. indahnya, aku ingin kesana”. Saat itu juga dia mulai melayang pelan. Hati ingat apa yang dikatakan angin, bahwa dia bisa menikmati semuanya, jadi dia dapat melakukan apapun. Hati mulai terbang melayang riang menuju pelangi sambil berteriak “ Tuhan, ini indah, indah sekali. Aku sangat bahagia, aku ingin disini selamanya”. Hati terlena dalam kebahagiaan.

Suatu saat angin datang menghampirinya “ Apa kabar hati? Kamu bahagia disini? Aku datang untuk menyampaikan pesan dari Logika kalau kamu diharapkan untuk Kembali karena saat inilah waktu yang tepat ” Hati pun balas bertanya” Kenapa aku harus Kembali? Aku bahagia disini. Tolong kamu sampaikan hal ini padanya”. Angin pun segera berlalu untuk melaksanakan tugasnya.

Beberapa saat kemudian, beberapa kali angin datang menghampiri Hati untuk menyampaikan pesan serupa. Namun Hati tetap mengirimkan jawaban yang sama pula. Sampai akhirnya pesan itu tidak pernah ada lagi.

Saat itu Hati tidak memperdulikan hal lain selain kesenangan dan kebahagiaanya.

Namun suatu saat angin tiba – tiba datang dalam wujud yang berbeda dan menakutkan, menerjang semua yang dilaluinya. Bunga – bunga tercabut dan berserakan, air sungai meluap, sungai berubah kering, pohon – pohon tumbang, burung-burung berterbangan menjauh. Melihat itu semua, Hati sangat terkejut dan marah “ Apa yang kamu lakukan? Kenapa kau merusak sesuatu yang indah ini?” Anginpun dengan tenang menjawab” Kami melakukan tugas. Apapun akibat dari tugas kami, bukan kami yang harus mengurusnya. Untuk itu, segera menjauhlah atau kamu akan bernasib seperti bunga dan pohon itu”. Mendengar jawaban angin yang tegas itu, Hati agak menjauh namun tetap memperhatikan yang dilakukan angin. Angin melanjutkan tugasnya melenyapkan pelangi dan menggeser langit biru itu. Setelah itu berlalulah angin.

Menatap pemandangan yang tadinya indah dan elok berubah menjadi sangat menyedihkan itu, Hati menjerit pilu, menangis, seakan dirinya telah dihancurkan pula. Tiada kekuatan yang tersisa, segala yang dia punya telah tercabik dan berserakan. Namun ternyata masih ada setitik kesadaran dirinya untuk mengingat Tuhan dan mempertanyakan semua yang terjadi didepan matanya “ Tuhan, apa arti semua ini? Aku tidak tahan berada di sini dan merasakan ini semua? Maafkan aku Tuhan, apa aku terlalu terlena dengan rasa itu, sampai – sampai aku mengacuhkan yang lainnya.” Saat itu juga, dengan seluruh sisa kekuatan yang ada, Hati berdiri dan berjalan tanpa tahu harus kemana dia pergi. Beberapa saat kemudian dia teringat pesan angin,bahwa dia dapat Kembali sewaktu-waktu dan jalan itu pasti ada. Hati meyakinkan dirinya bahwa dia ingin Kembali. Sepanjang jalan itu tidaklah indah seperti yang dia rasakan dulu, semua ikut hancur. Perjalanan itu terasa lama dan melelahkan, kekuatan yang dia punyai tadi telah habis sampai akhirnya dia terjatuh, dan yang tersisa hanyalah tangis yang sejak tadi menemani sepanjang perjalanannya .

Disaat keputusasaan mau menghampirinya, dari kejauhan dia melihat Logika, Raga dan Jiwa memperhatikan dia sambil tersenyum. Jelas sekali senyuman itu begitu hangat hingga serasa menjalar menghampirinya. Hati membalas senyum itu dengan ragu-ragu dan mencoba berdiri. Keraguan melintasinya” Apa yang harus aku lakukan? Akankah aku Kembali kepada mereka setelah apa yang telah aku lakukan? Apakah mereka akan menerimaku kembali?” Hati terpaku tidak berani melangkah. Melihat Hati seperti itu, Logika tersenyum sambil berteriak dari kejauhan “ Cepatlah kemari, kami menunggumu”. Mendengar itu, Hati menangis haru dan mencoba berlari menghampiri mereka. Hati langsung memeluk ketiganya, tanpa bisa mengucapkan apa-apa. Logika ,Raga dan Jiwa menenangkan Hati sampai akhirnya tangis itu mereda. Dengan penuh penyesalan, Hati meminta maaf atas segala yang dia lakukan. Setelah hati mulai tenang, Logika menyampaikan sesuatu yang tidak mungkin dilupakan oleh Hati  “ Inilah takdir kita. Apapun yang kita lakukan, kita pasti akan Kembali. Kita berempat, Hati, Logika, Raga dan Jiwa tidak mungkin terpisahkan selama Kehidupan ada bersama kita.” Mereka berempat berpelukan kembali dan Hati menyadari bahwa inilah kebahagiaan yang sesungguhnya..................

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun