Peristiwa-peristiwa terputar acak di batas sadar
Sewaktu mata terkatup, wajahmu hadir menyelinap
Kau berhenti cukup lama di keningku tanpa banyak kata
Seperti pertemuan kita biasanya
Tubuhku telah menagih haknya untuk ditidurkan
Tapi lembut suaramu menawar, "Maukah kau membacakan sesuatu untukku?"
Aku memang menyimpan puisi untukmu, maka mendekatlah lebih dalam
Supaya kau dapat mendengar isi batinku dengan lebih ketara
Ku katakan padamu, tak ada hingar bingar yang tersaji di kotak kataku
Karena hanya ada senyum dan matamu di meja dadaku
Ku bacakan untukmu rindu yang masih abu-abu
Tetapi itu rindu, tak harus ungu atau merah jambu
Wajahmu tak pudar-pudar
Tapi aku belum melihat warnamu yang paling dasar
Kau mengingatkan, masih ada temu yang akan kita bayar
Tak lama kemudian, bayanganmu melebur ke udara
Menyatu dengan hujan dan cuaca dingin yang semalaman
Aku terbangun dan tak jadi tidur lagi
Dan sadar, rupanya aku masih di warung kopi
Sambil menunggu hujan reda dan pagi
Aku menuliskan ini, Hiraeth!
Rawamangun, 9 Januari 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H