Berangkat dari keinginan untuk menulis, maka buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai dari Emha Ainun Nadjib menjadi pilihan, buku ini saya beli di Alfarabi dengan harga 79 ribu rupiah, pada saat itu saya dengan kawan LKIMB ingin membeli buku untuk pemateri  pada kegiatan Upgrading, tidak ada niat koleksi buku pribadi pada saat itu, namun ketika saya mencari buku untuk cinderamata  pemateri Upgrading saya tertarik dengan buku EAN ini, synopsis nya sangat menarik bagi saya dimana ada dua orang kiai yang berdebat tentang hukum kesenian, salah satu dari kiai tersebut menyatakan bahwa kesenian itu syirik, bahkan haram, orang orang yang berada di tempat pada saat itu menyaksikan perdebatan itu dengan hati berdebar, dari kejauhan, terdengar suara musik yang keras, kiai tersebut mulai berbicara dengan nada keras menyebut seni itu haram, tetapi kedua kakinya bergerak gerak mengikuti irama musik tersebut dari kejauhan. Orang-orang di sekitar melihat bahwa kaki itu bukan bergerak menggeleng geleng, melainkan mengangguk angguk, maka kami tiru anggukan ritmis kaki pak kiai itu sebab gerak kaki beliau lebih merupakan ungkapan batinnya di banding lisannya.
Dalam bagian pertama pada buku ini refleksi ubudiah yang bermaksud bagaimana kita merenungi, menjalani, melaksanakan ajaran ajaran islam yang seharusnya. Poin yang pertama sembahyang pencahayaan, ada 4 macam air di surga air biasa,susu,arak, dan madu. Menurut sebagian mujtahid ke 4 nya melambangkan rukun Islam, air biasa itu melambangkan shalat, susu zakat,arak puasa, dan madu haji intrepetasi ini bisa saja benar dan juga salah, hanya allah yang mengetahui maksudnya. Dalam buku ini  dia hanya menyinggung persoalan air biasa.
Hampir di setiap pengajian ada yang mengeluh, bagaimana sih katanya sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar, tapi buktinya ukuran solat seseorang tidak selalu membuat dosa dosanya itu turun, ada orang yang rajin sholat tapi kelakuannya buruk, malahan bisa berbuat buruk lagi seperti korupsi, ada juga jarang solat tapi baik hati,santun, suka menolong, jujur. Biasanya pak ustad menjawab solatnya belum benar, hanya sekedar solat, ucapan dalam solatnya tidak di praktikkan dalam kehidupan sehari harinya,
Ada juga yang mengatakan orang yang solat namun korupsi adalah kemunafikan yang tidak tanggung tanggung, dalam solatnya dia mempersembahkan mati hidupnya hanya karena allah, tapi nyatanya ia menjadi budak dari uang sang maha raja dunia! Memang uang perlu namun ketika melebihi batas ia menjadi setan, bahkan melebihi orang yang tidak solat, yang tidak janji kepada allah sehari 5 kali menyembahnya, kalaupun berkhianat dosanya cuma satu, kalau solat namun korupsi kesalahannya ganda korupsi dan mengkhianati tuhannya yang berikrar dalam solatnya. Ada juga yang menawarkan kesabaran, masih mending solat kalau hanya korupsi tanpa solat dia hanya dapat dosa tanpa pahala.
Kemudian orang bijak kebetulan hadir mengatakan bersabarlah dalam setiap proses manusia, jangan langsung menghukumi orang tesebut, temanilah orang yang solat agar makin rajin, temanilah orang yang tidak solat agar ia mulai solat, temanilah orang yang tidak korupsi agar ia makin memelihara kejujurannya, temanilah orang yang korupsi agar perlahan dia berhenti korupsi. Beginilah hidup gampang di jawab dengan kata kata tapi actual nya susahnya bukan main.
Lanjut kata sang mujtahid, udara selalu penuh debu, dunia yang semakin modern itu debunya makin bermacam macam, debu dan kotoran yang mengotori jasmani, ada juga debu dan kotoran yang mengotori jiwa, debu dan kotoran bisa saja dari polusi sebuah pabrik, bisa juga hadir kotoran yang mengotori jiwa seperti menjadi budak dari sifat sifat setan. Karena hidup ini penuh debu, makanya allah menyuruh kita untuk berwudu sebelum solat, membersihkan segala kotoran yang ada di tubuh, kemudian berangkat solat.
Dalam berwudu kita tidak memakai air aki atau air raksa melainkan air biasa si lambing solat itu. Seperti hujan ia turun membasahi rumah,pepohonan dan tanah, dalam ilmu alam hujan berasal dari proses pencahayaan matahari atas air lautan, jadi awan lalu bergerak memendungi alam dan nanti waktu tertentu dia turun menyiram, hujan tidak terjadi kalau bukan pencahayaan dan kita sudah mengetahui bagaimana nasib dunia dan isinya jika hujan tidak turun, maka penderitaan yang muncul, jadi alangkah pentingnya hujan dan alangkah butuhnya kita semua atas pencahayaan. Itulah Sholat/Sembahyang.
SEMBAHYANG IALAH PENCAHAYAAN
Dalam hidup yang semakin modern ini kejiwaan kita semakin buram oleh debu kotoran, debu kotoran yang di jalanan, di sekolah, kantor, terminal, di meja pemerintahan, di mana mana, maka alangkah butuhnya kita guyuran hujan, pencahayaan , mungkin sehari 5 kali tidak cukup untuk jiwa kita yang sudah karatan.
Apabila solat kita belum bisa menjadi proses pencahayaan dan pengguyuran hujan bagi jiwa kita,kita tidak bisa pungkiri bahwa kita mungkin baru sekedar bergerak kualitas robot. Yang hanya bisa menurut saja untuk bergerak kesana kemari, untuk tidak jujur atau korupsi, untuk menipu atau mencuri, yang tidak punya antisipasi terhadap arti manusia yang sebenarnya.
Dan sungguh robot tidak bisa melakukan pencahayaan dan siraman hujan atas dirinya sendiri, geraknya hanya hasil diluar perencanaan di luar dirinya, geraknya tanpa cahaya, korupsinya, penipuannya, atau ketidakjujurannya itu hanya hasil program dari otak juragannya.
"Pada dasarnya perbaiki shalatmu, agar kamu bisa menjadi cahaya yang tetap bersinar dalam kegelapan" -Rill70
Referensi: Buku Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai, Emha Ainun Nadjib
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H