Mohon tunggu...
Andi Lancaran
Andi Lancaran Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Diskusi Pajak: Kata Orang Bijak, "Hujan Sehari Tak Bisa Menghapus Kemarau Setahun,"

7 Oktober 2016   00:03 Diperbarui: 7 Oktober 2016   22:24 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Presiden, Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak bersukaria, Tax Amnesty (TA) yang sempat dikhawatirkan banyak pihak sampai akhir periode I berujung sukses. Selamat pada Presiden kita yang telah berusaha keras tak kenal lelah berkampanye demi suksesnya program TA ini.

Sudah tentu sukses ini tak terlepas dari kerja keras aparat perpajakan kita. Untuk itu kita pantas memberikan appresiasi yang tinggi kepada pegawai Ditjen Pajak. Pertanyan sekarang sudah  pantaskah Dirjen Pajak mengumbar ke publik rasa bangga kepada para pegawainya ?

Saya kira hujan sehari tak bisa menghapus kemarau setahun, begitulah kata orang bijak.  Bolehlah orang pajak pada memuji diri sendiri untuk beberapa saat, tapi sesudah itu rasa bangga itu baiknya dikubur dalam-dalam saja.  Kenapa ?  Kita masih belum bisa lepas dari situasi berikut:

  • Selama 1 – 2 dekade terakhir, tax ratio kita tak pernah beranjak dari angka 11 – 12 % dari PDB.  Kalau tahun depan angka itu bisa dikerek jadi 13 -14% barulah dapt dikatakan TA berhasil, kalau tidak itu hanya sukses sekali pukul.
  •  Sekitar 3 tahun yang lalu beredar berita yang banyak dimuat media cetak bahwa dari ribuan pedagang pasar Tanah Abang, yang membayar pajak (mungkin maksudnya PPh) dapat dihitung dengan jari.  Beredar pula khabar bahwa penerimaan pajak dari sana tidak dapat menutup kebutuhan gaji pegawai pajak terkait. Sekarang situasinya bagaimana, apa sudah berubah ?  Kita belum tahu, karena itu perlu dijawab petugas pajak.
  • Ini contoh sederhana. Apa nenek saya yang pensiun janda dengan sedikit tabungan/deposito di bank, ringkasnya penghasilan ybs dibawah PTKP,  akan terus dizalimi karena pajak bunga atas tabungan/deposito ybs tak pernah dikembalikan negara kepadanya ?   
  • Lima tahun yang lalu, A.B. Suryana, staf Ditjen Pajak menulis bahwa tingkat kepatuhan masyarakat membayar pajak baru 30%.  Itupun belum tentu semua membayar pajak secara penuh. Yang 70%  lainnya belum memenuhi kewajibannya, istilah saya ngemplang pajak.  Sampai tahun-tahun terakhir keadaaanya masih begitu.  Apakah TA bisa mengubah angka diatas secara signifikan ?  Jelas belum sebab WP baru yang terjaring sampai TA periode I berakhir barulah 20.000-an, dan tebusannya baru mencapai Rp 95 T.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   Sekedar informasi, tingkat kepatuhan bayar pajak di negara tetangga Malaysia sudah menncapai angka 80%.  Kok bedanya dengan kita bisa selangit begitu yah ?  Jawabannya hampir dapat dipastikan terletak pada (i)  administrasi pajak yang belum rapi, dan (ii) kwalitas SDM termasuk moral yang disandang belum sesuai harapan, bukan pada (iii) peraturan atau UU terkait.  Masalah utama tak diragukan lagi pada sistim administrasi pajak kita.

 Sukses TA telah berhasil meningkatkan cakupan wajib pajak dan sekaligus memperoleh informasi untuk memperbaiki data base potensi perpajakan kita.  Tapi potensi itu bakal tak ada gunanya kalau administrasi pajak kita masih belum rapi.  Karena itu proyek PINTAR (Project on Indonesian Tax Administration Reform) yang sudah memasuki dekade kedua harus segera dituntaskan.

Sederhananya kalau di hadapan kita ada 3 perusahaan hampir dapat dipastikan 2 adalah pengemplang pajak, begitu pula kalau ada 3 orang duduk bersama di cafe, 2 diantaranya ....    Jadi  sebetulnya tugas pegawai pajak mencari para pengemplang itu gampang sekali.  Anehnya saya belum pernah dengar WP Pribadi diperiksa dan diajukan ke pengadilan.  Jadi pertanyaan apa kerja petugas pemeriksa pajak yang katanya berjumlah 4500 orang itu ?  Apa mereka itu sudah kena wabah virus gayus yang suka bekerja diam-diam, dan kalau ada masalah diselesaikan secara diam-diam pula, atau hanya mau memeriksa perusahaan kelas kakap saja ?

Ditjen Pajak selalu mengeluhkan kurangnya pegawai dan ini diamini oleh banyak pihak termasuk para pengamat pajak professional yang jumlahnya tidak seberapa.   Hemat saya Ditjen Pajak harusnya  bisa memberikan bukti walau dengan jumlah pegawai sedikit, tetap ada WP Pribadi yang  berhasil diperiksa, diproses kalau perlu sampai ke pengadilan pajak.  Nah kalau sudah begitu baru ada dasar yang  kuat untuk minta tambahan pegawai.  Buktikan dulu bisa kerja dengan SDM yang ada baru minta tambahan tenaga.

Beberapa tahun yang lalu. saya pernah datang ke Ditjen Pajak untuk menanyakan beberapa hal tersebut diatas. Dua pertanaan berikut sempat pula saya ajukan : 

(1) Dimasa lalu kalau  petugas pajak kurang percaya atas setoran pajak sebuah restoran, petugas pajak akan mengecek langsung omset restoran itu dengan menungguinya selama sehari penuh. Jawaban: Sekarang petugas Pajak mengandalkan sistim self assessment. Saya pikir tak perlu dihubung-hubungkan dengan self assessment, kalau ada laporan SPT yang mencurigakan/meragukan harusnya kan diperiksa. 

(2) Di komplek perumahan BTN yang teratur sekitar 20 km dari Istana Negara, saya sempat jadi Ketua RT. Saya tanya kenapa dari 60 rumah di RT saya, hanya 7 SPPT dengan nama pemilik dan alamat yang benar. Ada 20-an SPPT yang saya tak bisa sampaikan kepada yang berhak.  Jawaban:  Urusan PBB telah diserahkan ke Pemda. Setelah saya perlihatkan tahun kejadian, akhirnya petugas itu minta maaf, kebetulan pada tahun itu sang petugas bekerja di bagian PBB. Katanya lagi karena kurang pegawai tugas inputing data diserahkan kepada para siswa yang praktek kerja lapang (PKL). Saya jadi heran kok Ditjen Pajak cara kerjanya begitu.

What next setelah TA ?  Menteri Keuangan telah bicara bahwa beliau akan konsentrasi pada reformasi pajak. Reformasi pajak itu menyangkut banyak hal diantaranya sistim administrasi pajak berbasis komputer atau Tehnologi Informasi (IT)-nya,  SDM, UU/peraturan perpajakan dan lainnya. 

Pertama IT yang dibawah proyek PINTAR harusnya sudah tuntas ketika Sri Mulyani menjadi Menkeu dibawah Kabinet SBY.  Laporan Bank Dunia tahun 2015 menyebutkan pencapaian PINTAR mengecewakan. Mudah-mudahan sistim IT itu saat ini sudah operasional. Bagi saya ukuran operasional itu mudah yaitu ketika nenek saya tidak dizalimi lagi. 

Kedua pengembangan SDM memang butuh waktu, tapi tak seharusnya pakai hitungan dekade. 

Ketiga dapat kita baca di koran bahwa UU Pajak  Penghasilan akan segera direvisi.  Sebetulnya tanpa revisi UU-pun kalau administrasi pajak sudah rapi, kalau aparat pajak mau kerja keras,  target peningkatkan tax ratio ke persentase lebih tinggi harusnya sudah bisa dicapai.  Kalau ada revisi UU tentu lebih baik.

Setelah membaca uraian diatas rasanya belumlah pantas bagi Dirjen pajak membanggakan pegawainya.  Saya ulangi, hujan sehari tak bisa menghapus ....    Apa yang diperlukan ?

Sebagai kesimpulan saya kurang percaya kalau semua perbaikan yang diperlukan dapat dilakukan sendiri oleh Ditjen Pajak.  Lihat saja performance mereka selama beberapa dekade sebelum TA dikenalkan. Yang sangat diperlukan adalah Presiden dibantu Menteri Keuangan turun lagi ke Ditjen Pajak untuk melakukan gebrakan demi perbaikan administrasi pajak kita. Hanya dengan cara begitu hasil dari jerih payah yang dicapai melalui TA akan langgeng, dan selanjutnya Dirjen Pajak boleh benar-benar membanggakan pegawainya.  Itu saja. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun