"Sebesar-besarnya ikan dilautan adalah kecil juga, luas lautan dengan air asinnya tidak dapat menjadikan ikan ikut menjadi asin Sarat makna untuk para Pemangku negeriku Natuna negeri Nan Elok.
Masyarakat yang merajut asa di perairan tapal batas Natuna Negeri Terdepan Pagar Nusantara.
Udah saatnya pemangku Negeri Membangun kampong Halaman Mengais Rizky di Laut membangun daratan.
Niscaya mampu mandiri secara ekonomi serta rasa nasionalisme dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan semakin kuat dan tangguh selamat datang pemimpin Natuna 2015 Rakyat menantimu"
Natunaku kini berada di gerbang pilihan-pilihan yang akan menentukan arah gerak pembangunan pemilu di penghujung Desember tahun 2015. Momentum itu kian lama kian terasa dan semakin dekat menghampiri.
Pilihan-pilihan yang bukan hanya sebatas pada kandidat calon yang mengajukan dirinya saja.
Namun juga pilihan atas ide, prinsip dan cita-cita luhur dari seorang pemimpin membangun untuk Kampung Halamannya “Natuna berjuluk laut sakti rantau Bertuah”.
Penulis juga tidak menampik, pangkal sebab yang membelit persoalan pilkada adalah mahalnya ongkos yang harus dikeluarkan calon kepala daerah.
Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi calon gubernur, bupati, walikota harus menyediakan dana dengan jumlah yang sangat besar.
Mulai dari ‘sewa kendaraan partai’, iklan, sosialisasi, hingga biaya operasional lainnya.
Makanya, setelah terpilih yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana mengembalikan modal itu. Karena mengharap gaji tidak mungkin, praktik korupsi jadi pilihan.
"Akibatnya banyak kepala daerah yang saat ini tersangkut kasus korupsi. Partai juga harus perbaiki rekruitmennya, agar kepala daerah yang diajukan adalah yang punya kapasitas, bukan yang punya modal semata,” kata Salam pengamat sosial Natuna.
Tentu ini menjadi pertanyaan mendasar bagi harapan kampong halaman ku Natuna, melihat kabupaten Natuna sebagai kabupaten kepulauan besar yang memiliki hampir 68 ribu Jiwa.
Dilihat lebih dalam masih banyak permasalahan dan tantangan yang mesti dijawab dan diselesaikan pada pesta demokrasi tentunya dengan cara cara nan elok meraihnya.
Natuna tidak bisa dianggap hanya sebagai satu wilayah terdepan, tetapi merupakan Gerbang Nusantara, pintu masuk yang merepresentasikan wajah Indonesia secara keseluruhan.
Pelanggaran garis batas kedaulatan negara, apapun bentuknya, apalagi pencurian kekayaan alamnya secara sepihak oleh asing, menjadi parameter keseriusan pemerintah.
Mulai dari permasalahan sosial politik, ekonomi, hukum, kesehatan, pendidikan dan berbagai masalah dan tantangan lainnya.
Karenanya, memilih pemimpin hari ini akan menentukan bagaimana Natuna menjawab persoalan itu untuk masa yang akan datang sanggat diperlukan pemimpin berjiwa kuat anti korupsi.
Pulau tersebut satu- satunya pulau terdepan yang secara geopolitik berbatasan dengan delapan negara, yakni Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Brunei, Tiongkok, Filipina, dan Taiwan.
Pertimbangan geopolitik inilah yang harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk menempatkan Natuna pada pada posisi representasi kehadiran pemerintah pusat.
Memilih pemimpin tentu bukan menjadi hal yang sulit, jika pada prosesnya Rakyat memahami dan meresapi makna dari pilihan-pilihan tersebut.
Mendasari pilihannya pada hati nurani dan kesadaran yang tinggi akan pentingnya kepemimpinan bagi Natuna.