Wacana pembentukan kabinet pemerintahan Presiden Terpilih Republik Indonesia ke-7 Joko Widodo, versi rekapitulasi KPU santer telah ramai dibicarakan. Masyarakat dan sejumlah media, kembali disibukkan dengan wacana pemilihan kabinet pemerintahan. Formasi kabinet yang mengemuka di media menurut beberapa pihak, tidak jauh berbeda bahkan cenderung sama. Padahal kita berharap ada kebaruan yang ditawarkan dalam formasi kabinet Jokowi.
Rasanya kurang bijak apabila pemerintahan yang baru nanti, bulat-bulat mengadopsi sistem yang sebelumnya. Perlu adanya sentuhan kreasi untuk hal yang dirasa perlu, dengan membentuk kementerian-kementerian yang baru, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk menutup kementerian yang dirasa tidak perlu. Demi tercapainya asas efektivitas dan efisiensi dalam pemerintahan.
Penulis tertarik mengamati salah satu visi misi presiden terpilih, untuk lebih memprioritaskan pembangunan di sektor-sektor pedesaan yang sering diabaikan. Desa yang selama ini dalam setiap seminar dan diskursus dianggap penting, rupanya masih jauh panggang dari api. Desa hanya dimaknai sebagai prioritas yang ke sekian dari proyek pembangunan.
Teorinya, dalam mengisi sebuah struktur—dalam hal ini kabinet pemerintahan—haruslah didahului oleh sejumlah analisis. Dimana analisis tersebut biasanya memiliki keluaran (output) berupa visi dan misi. Selanjutnya, visi misi tersebut akan dioperasionalisasi melalui perumusan serangkaian struktur untuk menjawab sejumlah permasalahan yang ada dalam mencapai tujuan.
Mewujudkan kabinet pemerintahan yang professional dan berpengalaman (zaken kabinet), serta teruji integritasnya tentulah bukan pekerjaan yang mudah. Perlu masukan dari semua pihak agar nantinya pemerintahan bisa bekerja secara maksimal. Prinsip, the right man on the right place harus menjadi panduan mendasar dalam menempatkan seseorang pada posisi tertentu. Masyarakat tentu tidak mau kabinet kedepan dijadikan alat untuk membagi kekuasaan. Seperti yang lumrah dalam politik kekinian (politic as usual). Ujung-ujungnya, masyarakatlah yang harus menanggung beban ketidak-profesional kabinet pemerintahan nantinya.
Inisiatif memberikan ruang bagi masyarakat luas untuk memberikan rekomendasi dan penilaian--rekam jejak, kapabilitas dan yang tidak kalah penting integritas--sang calon menteri perlu untuk diapreasi. Banyak pihak merasa perlu untuk memberikan rekomendasi nama-nama calon menteri atau setingkat menteri (sebagai pembantu presiden) untuk menduduki posisi tertentu dalam kabinet nantinya. Walaupun kita ketahui bersama, kabinet pemerintahan adalah hak prerogatif presiden terpilih nantinya.
Daya Tawar
“Pembangunan dimulai dari desa”. Begitulah jargon yang sering dikumandangkan para calon pemimpin kita untuk menarik simpati masyarakat sampai keujung-ujung negeri alias desa. Pernyataan ini menarik karena bisa saja dianggap sebagai senjata pamungkas sekaligus representatif untuk menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil (wong cilik). Namun kenyataannya, tak hayal pemimpin kita terkadang lupa atau mengesampingkan agenda tersebut. Buktinya, tidak ada satu pos pun dalam kabinet pemerintahan yang menyoal secara khusus tentang masa depan pedesaan.
Formasi kabinet yang ada dalam kementerian mengisyarakatkan pentingnya sebuah bidang tertentu, sehingga diperlukan sebuah kementerian khusus yang menangani bidang tertentu. Pertanyaannya, apakah bidang pedesaan bukan merupakan agenda prioritas pembangunan kita sehingga tidak diperlukan kementerian khusus yang mengelolanya? Atau hanya pelengkap bahan kampanye semata?
Tidak ada yang berani menyangkal mengenai penting dan mendesaknya memulai pembangunan dari desa. Bahkan, dua pasangan calon yang berlaga dalam pilpres 9 Juli kemarin juga sama-sama mengamini bahwa orientasi pembangunan harus mengalami pergeseran pemaknaan. Ketika pembangunan hanya dimaknai membangun perkotaan. Hari ini pemerintahan yang baru harus berani secara konsekuen dan konsisten mengedepankan pedesaan sebagai basis pembangunan.
Kementerian Dalam Negeri telah mencatatkan dalam buku induk kode dan data wilayah administrasi pemerintahan per provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan seluruh Indonesia tahun 2013 bahwa jumlah desa mencapai 72.944. Sekitar hampir setengahnya (32 ribu desa) merupakan desa yang masuk dalam kategori membutuhkan perhatian khusus.
Sudah saatnya pedesaan menjadi primadona pembangunan yang harus diperhatikan secara serius. Apalagi payung hukum mengenai hal tersebut juga telah dikeluarkan pemerintah melalui Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang No 06 Tahun 2014 tentang Desa.
Optimalisasi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa merupakan urgensi pembentukan kementerian pedesaan. Desa sebagai pemerintahan terkecil dalam sebuah Negara harus memainkan perannya sebagai benteng terdepan dalam perekonomian kita.
Perekonomian kita tidak boleh tergantung dari investasi/utang luar negeri, yang sewaktu-waktu dapat mengguncangkan perekonomian kita karena terlalu tergantung pada perekonomian global. Terbukti krisis moneter yang puncaknya 1998 telah memukul telak wajah perekonomian kita. Beruntungnya kita masih memiliki pertahanan usaha micro, kecil dan menengah, serta koperasi sebagai soko guru perekonomian yang tidak terlalu tergantung pada perekonomian global. Harapan itulah yang kita gantungkan pada perekonomian yang akan dibangun di sektor pedesaan.
Pemerintah harus memutus rantai kemiskinan yang dikirim melalui urbanisasi. Desa yang kurang diperhatikan selama ini, telah menyumbang kemiskinan di kota-kota besar sebagai bagian dari usaha rakyat untuk mengubah nasibnya diperkotaan. Ketiadaan pendidikan dan ekonomi yang cukup telah menambah kompleksitas masalah wajah perkotaan kita. Desa telah kehilangan daya tawarnya dalam memajukan kehidupan ekonomi masyarakat. Untuk itu, pemerintah harus secara serius mengembangkan sektor pedesaan kita.
Fokus dan Konsekuen
Satu miliar satu desa adalah salah satu upaya memajukan perekonomian dan pembangunan sektor-sektor penting di pedesaan, sekaligus merupakan potensi penyimpangan bila tidak dikelola dengan benar. Jangan sampai virus korupsi meluber kedesa-desa akibat minimnya penataan sistem dan peningkatan kapasitas aparat desa menyebabkan anggaran yang dilimpahkan menjadi sumber masalah baru.
Pemerintah perlu secara khusus mengatur tentang tata kelola pedesaan di pusat. Membiarkan atau melepaskan tanggung jawab soal desa hanya kepada kepala daerah setempat, tentunya akan membuat desa-desa kita bergerak sendiri-sendiri. Melalui kementerian khusus yang menangani tentang Desa, kita optimis pembangunan di pedesaan tidak hanya akan lebih merata tetapi juga lebih partisipatif, bersama-sama sesuai dengan potensi ekonomi, dan lebih berkeadilan serta tidak melupakan kearifan lokal (local wisdom) desa tersebut.
Sehubungan rakyat hari ini ramai-ramai memberikan masukan kepada sang presiden terpilih, tak ada salahnya penulis mengusulkan membentuk sebuah kementerian baru—dari format kabinet yang sebelumnya—yang mengurus tata kelola pedesaan yaitu membentuk kementerian pedesaan. Diharapkan kementerian pedesaan ini bisa focus dan konsekuen, serta mengawasi implementasi tata kelola pedesaan sebagaimana yang sudah diamanatkan dalam undang-undang pedesaan.
Dengan berharap pemerintah dapat menanggapi usulan ini. Kita semakin dekat dengan amanah Pancasila kita dalam sila kelima yaitu, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Program Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H