Mohon tunggu...
Riko Kurniawan
Riko Kurniawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat Kopi

Bersyukur, Ikhlas, Yakin Usaha Sampai....!!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Jambi Berkabut: Mewajarkan Kabut Asap, Haruskah?

29 Agustus 2015   03:28 Diperbarui: 29 Agustus 2015   03:46 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“....Mungkin Tuhan mulai bosan, Melihat tingkah kita

Yang selalu salah dan bangga, dengan dosa-dosa

Atau alam mulai enggan, Bersahabat dengan kita

Coba kita bertanya pada Rumput yang bergoyang.....”

(Ebiet G Ade)

Salah satu petikan lirik dari penyanyi gaek  ini. sepertinya menjadi cambuk untuk mengingatkan kita semua pada peringatan keras dari Tuhan “Setiap kerusakan yang ada di muka bumi ini adalah akibat ulah manusia sendiri”. Beberapa pekan terakhir, masyarakat jambi diresahkan dengan terjadinya fenomena tahunan kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan negeri sepucuk jambi sembilan lurah diselimuti kabut asap. Bahkan Provinsi Jambi diberi status Siaga Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan, Status ini diberlakukan setelah Penjabat Gubernur Jambi Irman menandatangani SK Siaga Darurat. ini bukan hal baru untuk menetapkan Jambi pada status siaga darurat, karena 3 daerah di Provinsi Jambi telah lebih dahulu berada pada status siaga darurat seperti Kabupaten Muarojambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Tanjung Jabung Barat[1].

Kenyataan pepatah membenarkan “Tidak Akan Ada Asap Bila tak ada api” sehingga dampak dari kabut asap yang terjadi saat ini akibat dari kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan Hasil pantauan dua bulan terakhir, dari Citra Satelit Terra & Aqua mendeteksi 27 titik panas yang ada Provinsi Jambi yang menyebar di Kabupaten Tebo sebanyak 15 titik, Tanjung Jabung Timur 8 titik, dan Muaro Jambi 4 titik. Setengah di antaranya memiliki tingkat konfiden di atas 80 persen yang berarti kondisi di lapangan merupakan kebakaran lahan dan hutan[2], dan ternyata selama dua bulan terakhir ini terjadi peningkatan jumlah titik panas, Satelit Terra dan Aqua mendeteksi 82 titik api ada di jambi yang menyebar pada daerah kabupaten Muaro Jambi 56 titik dan di Tanjung Jabung Timur 24 titik. Sedangkan, di Kabupaten Sarolangun terpantau 2 titik[3]. Berdasarkan peningkatan jumlah titik panas ini, wajar saja Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah diselimuti kabut asap !!!

Fenomena yang kita nikmati setiap tahun ini, menambah daftar panjang terjadinya laju degradasi hutan dan rusaknya lingkungan di Indonesia, sementara di Provinsi Jambi yang kaya akan sumber daya hutan dan memiliki nilai konservasi yang sangat tinggi turut menyumbang laju degradasi dan deforsetasi. Fenomena ini yang kita nikamati ini tentunya merupakan ancaman yang sangat potensial, karena pembangunan yang berkelanjutan tidak dapat kita lakukan bila terjadi gangguan terhadap ekosistem dan kekayaan hayati yang terkandung didalamnya. Wajar saja kita bernafas bersama kabut asap!!

Terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang berkontribusi kepada terjadinya kabut asap di jambi, Pemrintahan Provinsi Jambi dan Pemerintahan Pusat harus bertanggung Jawab. Karena ini merupakan potret buruk dari pengelolaan lingkungan yang tidak baik, gagal paham bila pembangunan di pandang dari pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan aspek ekologi dan sosial. Komitemen untuk berbenah tidak begitu tampak dan upaya yang dilakukan cenderung bersifat insidentil, ketika terjadi hal seperi ini baru kita melihat tindakan-tindakan pengendalian kebakaran, seperti mencipatakan hujan buatan, water bombing atau secara manual dengan pelibatan masyarakat sekitar lokasi kebakaran tersebut. Wajar kabut asap ini terus terjadi !!!

Saya tidak menyalahkan tindakan-tindakan yang saya sebutkan tadi, karena itu murupakan faktor akibat yang terwujud dalam sebuah reaksi.  namun ada yang menjadi persoalan mendasar yang membuat kita tidak mewajarkan kabut asap atau kebakaran hutan dan lahan ini terus terjadi di setiap tahun. Sebaiknya kita telaah kembali faktor penyebabnya. Benar, kabut asap ini disebabkan oleh Kebakaran hutan dan lahan, kebakaran hutan dan lahan disebabkan apa?? Penyebab utama terjadinya kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh Pembukaan lahan gambut untuk perkebunan dan lahan yang telah terdegradasi[4].

Kita lihat penggunaan lahan yang ada di Provinsi Jambi, bahwa alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit dan HTI tidak dapat dipungkiri, yang motifnya adalah untuk kepentingan ekonomi tanpa mempertimbangkan aspek ekologi. Pembukaan lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit dan HTI telah menghilangkan fungsi hutan gambut sebagai pemasok baha-bahan yang bernilai ekonomi  serta akan menurunkan fungsi konservasi bagi spesies langka dan dilindungi, satwa langka dan tumbuhan penting, komunitas dan ekosistem. Sayangnya Perusahan yang berkontribusi atas terjadinya kerusakan dilahan gambut hanya melakukan tindakan insidentil juga tanpa memperbaiki tata kelola air atau drainase di daerah operasinya. Kemudian lahan yang telah terdegradasi juga sebagai penyumbang terjadi kebakaran hutan dan lahan, betapa tidak fenomena pemberian izin tambang, HPH/HTI yang telah menggerus fungsi hutan sebagai sumber air tidak lagi menjalankan fungsinya.

Sepertinya kita tidak mau belajar dari kesalahan dan memetik hikmah dari fenomena langganan ini, seakan kita mewajarkan kabut asap terjadi setiap tahunnya....!!

Salam,

 

[1] Antara, 28 Agustus 2015

[2] Kompas, 29 Juni 2015

[3] Kompas, 28 Agustus 2015

[4] CIFOR Occacional Paper No. 38 (i)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun