Pendidikan memang kunci lompatan. Hasil pertemuan The International Commission for Education Development dari Unesco tahun 1972, memberikan catatan bagi bangsa-bangsa di dunia, bahwa jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan bangsanya, maka harus dimulai dengan pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci.
Kisah kekesalan Senator J.F. Kennedy pada tahun 1957 juga menjadi penyadaran pentingnya pendidikan. Pernyatan yang terkenal "What's wrong with American classroom?" merupakan ekspresi kekesalan terhadap buruknya pendidikan Amerika yang  gagal dalam penguasaan teknologi luar angkasa dari negara rivalnya, Uni Soviet.
Lantas bagaimana pendidikan Indonesia saat ini? Tidak pantas jika menyebutnya buruk. Tetapi memang belum ada pijakan kuat arah pendidikan. Bongkar pasang kementerian pendidikan menjadi bukti belum fasihnya menetapkan arah pendidikan nasional.
Bukan itu saja pendidikan Indonesia masih berpihak pada kaum berduit. Mahalnya pendidikan menjadikan akses pendidikan pun tidak merata. Hal itu terlihat dari data Kemdikbud anak putus sekolah tahun 2019/2020 mencapai 157 ribu anak. Dimana putus sekolah dasar mencapai 58 ribu anak.
Belum lagi soal kualitas pendidikan yang tidak merata. Potret yang bisa dilihat dari IPM antar daerah yang masih sangat berjauhan, menujukan derajat kualitas pendidikan yang belum sesuai harapan. Ditambah lagi sebaran guru yang juga masih perhatian lebih banyak.
Jauh dari persoalan itu adalah tingginya angka anak sekolah melakukan kekerasan. Data KPAI tahun 2011 -- 2018 terkait anak terlibat kasus pidana mencapai 11.116 kasus, menjadi bukti gagalnya proses pendidikan. Belum lagi kasus anak terlibat tawuran dan sebagainya.
Semua potret hitam perlu jadi keprihatinan bersama. Dengan kembali memahami pemikiran RA Kartini dapat menjadi ruang bersama melihat arah pendidikan nasional. Sekaligus mewujudkan pendidikan sebagaimana amanat UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selamat Hari Kartini 21 April 2021.Â
**Penulis adalah peneliti kebijakan publik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H