Mohon tunggu...
Riko Noviantoro Widiarso
Riko Noviantoro Widiarso Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti Kebijakan Publik

Pembaca buku dan gemar kegiatan luar ruang. Bergabung pada Institute for Development of Policy and Local Partnership (IDP-LP)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemikiran Kartini Refleksi Pendidikan Nasional

20 April 2021   15:17 Diperbarui: 20 April 2021   15:21 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami sekali-kali tidak hendak menjadikan murid-murid kami menjadi orang setengah Eropa atau orang Jawa yang kebarat-baratan" (RA. Kartini)

Itulah penggalan isi surat RA Kartini kepada sejumlah sahabat penanya di Belanda. Kisah persahabatan yang tak habis untuk dikupas. Dari surat-surat pribadinya kemudian menjadi buku berjudul "Door Duisternis tot Licht, Gedachten van RA Kartini" yang diterjemahkan oleh Armijn Pane dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang" menjadi referensi penting memahami alam pemikiran sosok perempuan Jawa ini.

Tak salah jika bangsa Indonesia perlu menjaga semangat RA. Kartini. Bukan semata pada perjuangan kesetaraan hak kaum perempuan pribumi yang selalu didengungkan RA Kartini. Jauh dari itu adalah upaya menghadirkan pendidikan yang berkarakter bumiputra. Bukan pendidikan bergaya Eropa atau Jawa bergaya Eropa.

Memang itulah pemikiran RA. Kartini yang terasa keluar dari zamannya. Pada satu sisi menolak tradisi Jawa yang dianggap kolot. Pada sisi lain menolak gaya pendidikan Eropa yang tidak sesuai budaya lokal. Sebuah pemikiran yang saling bersinggungan, namun berusaha jernih melihat sisi kebaikan dari keduanya.

Dari semua surat-suratnya yang berjumlah 106 surat mengisahkan berbagai sisi kehidupan. Tak terkecuali pendidikan bagi kaum pribumi. Pendidikan yang dinilai terbatas bagi kalangan ningrat, menjadi benih perlawanan dalam dirinya. Hingga kemudian mendirikan sekolah pertama bagi kaum putri di Rembang

RA Kartini dan Potret Pendidikan Saat Ini

Berdirinya sekolah bagi kaum putri di Rembang, tidak semata wujud perlawanan terhadap tradisi lokal yang mengabaikan peran perempuan. Kendati pun pada tahun itu semua negara juga masih dalam kesadaran yang rendah terhadap harkat kaum perempuan. Tidak hanya Indonesia yang saat itu pun belum berdiri sebagai sebuah negara berkedaulatan.

Sekolah bagi kaum putri di Rembang, juga bisa dipandang sebagai pemikiran jangka panjang RA Kartini dalam membangun bangsa. Dimana menyadari bahwa pendidikan merupakan kunci lompatan bagi kemajuan. Tanpa pendidikan mustahil terjadi kemajuan.

Mari lihat petikan surat RA Kartini kepada Prof. GK Anto dan nyonya pada 4 September 1901; "Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita,..."

Sangat kental pernyataan RA Kartini melihat pendidikan. Pemikiran yang jauh berkelana melampaui perempuan lain pada zamannya. Melihat pendidikan sebagai langkah meraih perbaikan kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun