Apalagi hajat demokrasi lokal tahun ini berlangsung di 270 daerah. Terdiri dari 9 daerah tingkat provinsi, 224 daerah tingkat kabupaten dan 37 daerah tingkat kota. Menjadi sangat strategis mendorong reformasi birokrasi kembali berjalan sesuai harapan. Terlebih tahun ini menjadi fase ke-3 pelaksanaan reformasi birokrasi.
Cukup beralasan pula reformasi birokrasi akan berpeluang berhasil, jika 270 kepala daerah terpilih pada pilkada serentak 2020 memiliki komitmen sama, sebagaimana tujuan reformasi birokasi.
Dalam Perpres No.81 tahun 2010 menyebutkan reformasi birokrasi bertujuan menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.
Pertanyaannya apakah 270 calon kepala daerah itu punya komitmen pada reformasi birokrasi? Jika benar berkomitmen, apa program mewujudkan reformasi birokasi itu? Bagaimana menerapkannya?
Sayangnya belum banyak terdengar para calon kepala daerah memiliki konsep reformasi birokrasi di daerahnya. Jika pun ada sebatas kampanye dan janji politik.
Bukan tanpa alasan menuding hal tersebut. Laporan Ombudsman 2019 dapat memperlihat para kepala daerah yang terpilih pada pilkada sebelumnya, sesungguhnya tidak komitmen pada reformasi birokrasi. Buktinya pengaduan atau laporan masyarakat terkait buruknya pelayan publik di tahun 2019 mencapai 11.087 aduan.
Jumlah itu meningkat dari tahun 2018 yang mencapai 10.985 aduan. Pada laporan itu pemerintah daerah menjadi terlapor yang banyak diadukan masyarakat berkaitan dengan pelayanan publik sebanyak 41,03 persen, selebihnya adalah instansi pemerintahan vertikal yang dilaporkan.
Dari sekelumit data Ombudsman tersebut sudah memberi gambaran bahwa komitmen kepala daerah memberikan layanan publik yang baik masih mengecewakan. Padahal layanan publik menjadi satu dari sekian banyak agenda dalam reformasi birokrasi.Â
Masih terdapat sejumlah agenda lain dalam reformasi birokrasi. Artinya semakin jelas reformasi birokrasi bisa juga kembali jalan ditempat, selagi pilkada serentak ini hanya dimaknai sebagai prosedur pergantian pemimpin daerah semata.
Hal inilah yang perlu menjadi kewaspadaan bersama. Masyarakat harus diajak memilih kepala daerah yang memiliki komitmen penuh pada program reformasi birokrasi.
Jangan biarkan calon kepala daerah terpilih, namun miskin komitmen pada reformasi birokrasi. Karena dari kepala daerah itulah 270 daerah akan berhasil meraih kemajuan. Kemudian secara langsung pula mendorong kemajuan negara Indonesia, sebagaimana kisah-kisah pada negara lain. Semoga.