Mohon tunggu...
Rikma Pethak
Rikma Pethak Mohon Tunggu... -

Seorang tua yang sendirian...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Hujan Saat Pisowanan Agung

8 Maret 2015   00:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:00 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari ini, Sabtu 7 Maret 2015, hujan turun deras dan terus menerus. Walaupun sesekali berhenti, namun dilanjutkan lagi dengan gerimis kecil berdurasi lama dan membasahi hampir seluruh wilayah Yogyakarta.


Cuaca seperti ini mirip beberapa tahun lalu, bertepatan dengan peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2008. Saat itu, menjelang siang hari langit tertutup mendung yang kian lama kian gelap, diikuti hembusan angin yang kencang. Bahkan sempat terlihat ada lesus mini yang muncul sejenak di Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta.

Alun-alun Utara Yogyakarta pun di siang itu juga tidak seperti biasanya. Terlihat panggung berdiri megah di bagian barat Alun-alun menghadap ke timur. Sementara di bagian lain, tenda-tenda untuk tamu dan undangan juga telah siap tergelar di halaman depan Kraton. Pada sisi lain kraton, OB van beberapa stasiun televisi lengkap dengan kru-nya telah bersiap-siap sejak pagi hari di sekitar kraton. Semua keramaian dan kehebohan itu dalam rangka persiapan pelaksanaan Pisowanan Agung Sri Sultan HB X.

Rencananya pada Pisowanan Agung tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono X akan menyatakan siap maju pilpres 2009 dengan mengusung slogan “Apa Bisa Tahan?” (Saat menyebutkan slogan “Apa Bisa Tahan?” ini, disarankan jari telunjuk kanan dan kiri diangkat lalu disentuhkan untuk membuat tanda silang).

Namun sebelum acara tersebut digelar, sekitar tengah hari, datanglah hujan angin yang deras dan kencang. Beberapa bagian atap kraton sampai bocor saking derasnya hujan kala itu. Sementara dalam sekejap Alun-alun Utara di daerah depan panggung yang telah didirikan, muncul genangan air yang luas dan setinggi mata kaki orang dewasa.

Untunglah, saat hujan reda, tak ada kerusakan yang berarti baik di panggung maupun di tenda undangan, sementara genangan air yang luas di depan panggung, juga dapat diselesaikan dengan seksama.

Walau demikian, melihat fenomena alam yang terjadi sebelum Pisowanan Agung digelar tersebut, memunculkan bisik-bisik di antara masyarakat kecil. Banyak yang menganggap hujan angin kencang tersebut semacam tanda alam semesta tak merestui keinginan Sultan untuk maju mencalonkan diri jadi presiden kala itu.

Tapi apalah artinya rasan-rasan e wong cilik kala itu, toch hujan dan angin kencang tersebut reda saat acara berlangsung, dan  langkah-langkah untuk maju menjadi calon presiden terus bergulir dan dilaksanakan oleh tim yang mendukung niat Sultan tersebut.

Lalu sejarah mencatat bahwa usaha untuk menjadi calon presiden yang akan berlaga di PEMILU 2009 tersebut, kandas.

Akademisi, intelektual, dan para pengamat politik memberikan gambaran dan pandangan mereka masing-masing tentang apa penyebab kegagalan tersebut. Namun tak ada yang ingat, bahwa jauh-jauh hari sebelumnya, masyarakat sekitar, wong-wong cilik itu, dengan ilmu titen mereka telah melihat, menduga, dan bisa mengartikan pertanda kegagalan tersebut. Tapi tak ada yang ingat dan tak ada yang percaya.

Hujan turun pada saat hari pelaksanaan Pisowanan Agung, kembali terjadi Sabtu kemarin. Pisowanan Agung yang kali ini selain memeringati jumenengan kaping 26 Sri Sultan HB X, juga peluncuran brand dan logo baru Jogja Istimewa, dalam rangka menuju Jogja Gumregah.

Kurang lebih sama seperti Pisowanan Agung 2008, saat acara berlangsung relatif lancar, namun sebelum dan setelah acara, hujan turun terus menerus bahkan di seluruh Yogyakarta.

Kembali masyarakat yang masih kuat memegang pesan-pesan dari leluhur mereka, kembali bertanya-tanya. Apakah cuaca saat hari dilaksanakan Pisowanan Agung kemarin itu, juga pertanda bahwa alam tidak merestui apa yang akan dilakukan?

Jika benar itu pertanda alam tidak merestui, kira-kira apa yang tidak direstui? Logo baru Jogja yang baru diluncurkan tersebut atau gerakan Jogja Gumregah?

Mari kita lihat kelak bagaimana sejarah mencatatatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun