Mohon tunggu...
Rikkai
Rikkai Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Melawan Pembajakan Software, Harus Mulai dari Mana?

7 April 2016   10:52 Diperbarui: 7 April 2016   11:22 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="credit : www.itwebafrica.com"][/caption]

Saya mengenal istilah pembajakan software saat saya mulai kuliah semester pertama. Jurusan tempat saya kuliah banyak menggunakan software sebagai alat, otomatis kami para mahasiswa dituntut untuk menguasai software tersebut. Permasalahannya ada pada harga software yang bukan main mahalnya, terlebih lagi untuk kantong mahasiswa (salah satu software sekitar $1500, itu baru salah satu dari sekian banyak). 

Fakultas menyediakan fasilitas berupa ruang komputer dengan software legal yang sudah terinstall di dalamnya, tetapi jelas 40 komputer tidak bisa memenuhi kebutuhan ratusan mahasiswanya. Jalan pintas diambil dengan menggunakan software bajakan yang dengan mudah ditemui, tinggal copy dari kakak tingkat atau download dari internet dan software sudah siap digunakan di komputer pribadi. Dosen tentu mengetahui hal ini, hanya saja bagaimana bisa melarang jika tidak ada alternatif lain? Meminta mahasiswa membayar hampir 20 juta rupiah untuk sebuah software, sementara biaya pendidikan per semester yang jumlahnya 1-3 juta saja diprotes habis-habisan.

Sebenarnya tidak perlu terlalu spesifik, sistem operasi (OS) yang diibaratkan sebagai nyawa dari komputer saja menggunakan versi bajakan. OS Windows yang paling banyak digunakan di Indonesia untuk versi terbaru (Windows 10) dijual sekitar 2,6 juta rupiah saat peluncurannya, harga itu tidak cukup menarik minat sebagian besar masyarakat Indonesia untuk membelinya. Prinsipnya jelas, jika bisa dapat gratis kenapa harus bayar? Hal yang sama juga dialami software office seperti Microsoft Word dan Excel, penggunanya mendominasi dan dijadikan standar dalam dunia perkantoran. Tetapi karena harganya yang juga mencapai jutaan rupiah, versi bajakannya menjadi pilihan.

Pembajakan jelas merupakan hal yang melanggar hukum, baik bagi si pembajak ataupun si pengguna. Di Indonesia, hal ini hanya berupa kata-kata di atas kertas karena banyaknya barang bajakan yang beredar. Saya tidak ingat kapan, tetapi dlu sempat ada kampanye malu menggunakan software bajakan. Ini jelas gagal, karena siapa di Indonesia yang malu menggunakan Windows bajakan? Tidak ada yang malu, karena sudah menjadi hal yang amat lumrah. Soal virus yang biasa menyerang pengguna versi bajakan? Antivirus yang beredar sekarang sudah cukup ampuh, terutama antivirus berbayar yang juga dibajak. Pemerintah sendiri belum dapat membendung soal pembajakan ini, mengurusi pembajakan musik dan film saja sudah kewalahan.

Lantas bagaimana cara mengurangi penggunaan software bajakan? Minimal menurunkan nama Indonesia dari top list negara yang paling banyak menggunakan software bajakan. Jika ditarik ke belakang, masyarakat Indonesia sudah terlebih dahulu dikenalkan dengan software berbayar. Perhatikan kurikulum pendidikan komputer di sekolah-sekolah, hampir semua menggunakan Microsoft Office sebagai bahan ajar, tanpa memberi informasi detil soal software yang harus dibeli dengan uang yang tidak sedikit. Pokoknya pelajari saja, karena semua orang menggunakan ini. Di lembaga kursus komputer, hampir semua software yang diajarkan adalah software berbayar. 

Sampai ke tingkat perguruan tinggi hal yang sama terus berulang. Mengapa tidak dikenalkan software gratis semenjak awal? Banyak software gratis dengan fungsi yang hampir setara bahkan menyamai software berbayar. Coba cari daftar software gratis di Google, maka nama-nama software gratis lengkap dengan sumber untuk mendownload dan ulasan tercantum mulai halaman pertama. Hanya karena namanya jarang terdengar (di Indonesia) bukan berarti tidak layak digunakan.

[caption caption="credit : karnbulsuk.deviantart.com"]

[/caption]

Pengembangan software tidak mudah, terkadang butuh waktu bertahun-tahun dan menelan biaya besar sampai menghasilkan sebuah software yang kita gunakan sekarang. Pemahaman ini yang tidak ditanamkan saat mulai belajar komputer, tentang bagaimana kita menghargai kerja keras dibalik sebuah software dan bagaimana menggunakan software bajakan sama dengan mencuri milik orang lain. Kita malah terbiasa mengikuti prinsip 'gratisan' meskipun hal tersebut ilegal dan melanggar hukum, karena kembali ke awal lagi, hal tersebut sudah biasa di Indonesia. Jika hal ini diteruskan, sampai kapan kita bisa keluar dari lingkaran ini?

Saya berpendapat semua harus dimulai dari diri masing-masing. Saya akui tidak mudah berpaling dari software bajakan, terlebih lagi apabila sudah terbiasa menggunakannya. Saya sendiri baru berhenti menggunakan software bajakan setelah bekerja, dan mempertanyakan gaji yang saya peroleh setelah bekerja dengan software bajakan. Berkah atau tidak ya? Pendidikan komputer juga sudah saatnya diperbaiki, tanamkan paham mengenai kerja keras dibalik pengembangan software, tidak hanya berkutat dengan cara penggunaan software.

Beberapa orang melemparkan pendapat pesimis mengenai mengurangi pembajakan software di Indonesia, terlalu idealis dan mustahil kata mereka. Padahal harapan saya tidak tinggi-tinggi, paling tidak bisa mengubah pikiran mereka mengenai software bajakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun