Mohon tunggu...
Riki Tsan
Riki Tsan Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Spesialis Mata

Eye is not everything. But, everything is nothing without eye

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pro-Kontra Malapraktik Medik

7 Juli 2024   17:24 Diperbarui: 25 Juli 2024   09:05 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Simposium 30,Kongres Dunia Hukum Kesehatan,di Batam,21-23 Juli,2024 (dokpri)

by dr.Riki Tsan,SpM (mhs STHM MHKes-V)

Kritik masyarakat terhadap profesi dokter akhir akhir ini sering  diberitakan di berbagai media, baik media cetak , media elektronik maupun media sosial.  Kritik masyarakat terhadap profesi dokter tersebut umumnya muncul  dengan tuduhan melakukan Malpraktik Medik, yang biasa disebut dengan istilah Malpraktik saja.

Pengenaan tuduhan Malpraktik sering sekali digeneralisir oleh masyarakat seolah olah kegagalan suatu tindakan medis yang dilakukan dokter yang kemudian menyebabkan cedera ataupun kematian pasien merupakan kegagalan semua dokter di Indonesia.

Disamping itu, setiap hasil negatif yang diterima pasien dalam suatu upaya kesehatan, selalu diklaim oleh pasien telah terjadi Malpraktek yang dilakukan dokter, sehingga istilah tersebut sangat terkenal saat ini walaupun anggapan tersebut keliru.

Sementara itu, di kalangan para pakar yang mendalami Hukum Kesehatan di Indonesia,  ada perbedaan pandangan terhadap penggunaan narasi Malapraktik ini di ruang publik.

Dr. dr. Ali Firdaus,SpA,SH,MHkes  , staf pengajar STHM Prodi Magister Hukum Kesehatan, menulis : 'Malapraktik medik atau malpraktik kedokteran merupakan suatu istilah yang selalu berkonotasi buruk, bersifat stigmatik, tendensius dan menyalahkan. Apabila ada dugaan malpraktik medik seringkali dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan pasal pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dan pelanggaran hukum perdata berdasarkan Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)'

J.Guwandi , penulis dan pakar di bidang Hukum Kesehatan/Medis menyebutkan bahwa Malpraktik adalah istilah yang mempunyai konotasi buruk, bersifat stigmatis, menyalahkan.
Praktik buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum tidak hanya profesi medis saja, juga ditujukan kepada profesi lainnya. Jika ditujukan kepada profesi medis seharusnya disebut sebagai Malpraktik Medis. Namun entah mengapa dimana mana terutama dimulai dari luar negeri, istilah Malpraktik selalu pertama tama diasosiasikan kepada profesi medis

Dr. dr. Nasser, Sp.D.V.E,D. Law, Gubernur World Association For Medical Law (WAML) , menyatakan bahwa penggunaan istilah Malapraktik yang sering digunakan di kalangan masyarakat bahkan yang selalu dinarasikan oleh kaum terdidik ( intelektual) , cenderung mendeskreditkan para dokter  ataupun tenaga kesehatan yang telah berupaya maksimal dalam melakukan upaya penyembuhan walaupun hasilnya tidak seperti yang diharapkan oleh  pasien.
Beliau menolak penggunaan kata Malpraktik ini di tengah tengah masyarakat dan --  dalam batas batas tertentu -- di dalam wacana percakapan kaum intelektual

Sementara Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, SH , penulis buku Hukum Kesehatan Tentang Hukum Malapraktik Tenaga Medis', tampaknya tidak mempermasalahkan penggunaan istilah Malapraktik dan malah sengaja memunculkan istilah ini dengan alasan istilah Malapraktik sudah lama digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia

Pertanyaan kita ialah ialah  bagaimana perbedaan  pandangan  antara pihak yang menyetujui dan dari pihak yang menolak narasi istilah Malapraktik ini ?

Kita akan mencoba menelusuri perbedaan pandangan di seputar penggunaan istilah Malapraktik  ini, baik dari pihak yang pro - yang diwakili oleh pandangan Prof. Dr.Sutan Remy Sjahdeini,SH - maupun dari pihak yang kontra, - yang diwakili oleh pandangan Dr. dr. Nasser,SpD.V.E,D.Law.

 

PENGERTIAN MALAPRAKTIK

Kata Malpraktik  atau Malpraktek yang sering digunakan semestinya ditulis dengan kata Malapraktik , mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Apa yang dimaksud dengan Malapraktik di dalam bidang kesehatan atau medis atau -yang lebih tepat disebut dengan- Malapraktik Medik ?.

Malapraktik Medik adalah suatu istilah yang di dalam literatur berbahasa Inggeris disebut dengan Medical Malpractice.

Kamus Hukum Kontemporer ( The Contemporary Law Dictionary ) menyebutkan Malpractice  merupakan sinonim dari  professional negligence, kealpaan profesi, neglectful or illegal performance of duty by one in a public or professional, as a lawyer (legal malpractice) or physician ( medical malpractice ) when resulting in injury or loss

USLegal mendefinisikan Medical Practice ini sebagai berikut : 'Medical Malpractice is the failure of a medical professional to follow the accepted standards of practice  of his or her profession, resulting in harm to the patient'

Dari defenisi USLegal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa Medical Malpractice adalah kegagalan seorang Tenaga Medis untuk menerapkan standar praktik yang berlaku bagi profesinya yang mengakibatkan pasien yang berada di bawah tanggung jawab perawatannya mengalami cedera (injury)

Menurut Prof. Dr.dr.Jusuf Hanafiah,SpOG,Malapraktik Medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran lingkuan yang sama. Sedangkan menurut Prof. Dr. Veronica, SH,MH, Malapraktik Medik adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan profesinya


PROF. REMY

Disamping istilah Medical Malpractice, Prof. Remy juga menyebutkan satu istilah lain , yakni Medical Negligence. Menurut beliau, dalam tindak pidana, perbedaan kedua istilah ini terletak pada mens rea. Mensrea adalah pikiran bersalah ( guilty mind ) atau sikap batin yang menyertai tindakan terlarang.

Disebut Medical Practice jika malapraktik yang dilakukan oleh dokter dengan sengaja ( dolus ), sedangkan jika malapraktik dilakukan karena adanya kealpaan/kelalaian ( culpa ) disebut Medical Negligence '

Namun, Prof. Remy melanjutkan, '.....kedua istilah tersebut di atas sudah dianggap istilah yang bermakna sama yakni perbuatan yang dilakukan bukan dengan sengaja, tetapi dilakukan karena kelalaian '. Pada bagian lain, beliau juga menegaskan bahwa  ' Malapraktik Medis adalah tindak kelalaian, bukan tindak kesengajaan'

Apakah di mata hukum, Malapraktik Kesehatan atau -- Medical Malpractice -- merupakan pelanggaran perdata ataukah pelanggaran pidana ?. Beliau menjawab :  'Malapraktik Kesehatan adalah kasus perdata dan juga pidana'

Prof.Remy melanjutkan, 'Malapraktik Kesehatan merupakan kasus perdata yaitu kasus Perbuatan Melawan Hukum. Menurut common law mengenai Perbuatan Melawan (Melanggar) Hukum disebut Tortiuos Act berdasarkan Tort Law. Disamping Malapraktik Kesehatan merupakan kasus perdata, juga merupakan kasus pidana'. 

Dokpri
Dokpri

Menurut hukum Indonesia , gugatan perdata oleh pihak pihak yang mengalami kerugian sebagai akibat perbuatan melawan hukum, didasarkan kepada Kitab Hukum Undang Undang Perdata (KUH Perdata) pada pasal 1365, yang berbunyi : 'Tiap perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut

Menurut Prof. Remy, Tenaga Medis (dokter) dianggap telah melakukan tindak pidana hanya :

  • Apabila pelayanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien telah dilakukan tidak sesuai dengan Standar Prosedur Operasional Medis ( Medical Standard of Care ) yang  berlaku untuk jenis pelayanan kesehatan yang diberikan, dan
  • Apabila pelayanan kesehatan karena kelalaiannya secara langsung telah mengakibatkan pasien mengalami cedera atau kematian

Namun, jika cedera ataupun kematian pasien tersebut bukan terjadi karena kelalaian tetapi karena dilakukan dengan sengaja, maka Tenaga Medis (dokter) tersebut bukan lagi melakukan Malapraktik yang berbasis mens rea kelalaian, namun melakukan tindak pidana kejahatan yang berbasis mens rea kesengajaan.

Baik tindak pidana Malapraktik Tenaga Medis yang berbasis mens rea kelalaian (culpa) maupun tindak pidana kejahatan yang berbasis mensrea kesengajaan (dolus), keduanya dapat dipidana berdasarkan pasal pasal dalam KUHP berikut ini :

  • Dasar hukum pemidanaannya adalah pasal 351,353 - 356 KUHP tentang penganiayaan yang dilakukan dengan sengaja oleh Tenaga Medis (dokter)
  • Pasal 359 dan pasal 360 KUHP menentukan tentang kelalaian Tenaga Medis (dokter) yang menyebabkan kematian dan cedera terhadap pasien.

KUHP tidak mengatur secara khusus mengenai tindak pidana Malapraktik Tenaga Medis.
Namun demikian, KUHP memuat pasal pasal tertentu untuk dapat dijadikan dasar hukum pemidanaan terhadap pelaku Malapraktik Tenaga Medis yaitu Tenaga Medis (dokter), baik dilakukan dengan sengaja maupun karena kelalaian, baik yang mengakibatkan pasien mengalami cedera (luka luka), kecacatan ataupun kematian

 
Dr. NASSER

Dalam kuliah Hukum Pelayanan Kesehatan dan Hukum Administrasi Kesehatan/Rumah Sakit di Sekolah Tinggi Hukum Militer, Program Studi Magister Hukum Kesehatan pada tanggal 24 dan 25 November 2023, Dr.dr.Nasser,Sp.D.V.E, D.Law, menyampaikan pandangannya soal Malapraktik ini yang -- dalam beberapa hal  -  bertolak belakang dengan pandangan Prof. Remy di atas.

Kita akan mengupas pandangan Dr. Nasser ini, dengan beberapa tambahan uraian dari saya untuk memperjelas apa yang beliau sampaikan.

Pada dasarnya, Dr.Nasser menolak penggunaan kata Malapraktik ini di tengah tengah masyarakat. Pasalnya, penggunaan istilah Malapraktik yang sering digunakan di kalangan masyarakat, cenderung mendeskreditkan para dokter  ataupun tenaga kesehatan yang telah berupaya maksimal dalam melakukan upaya pengobatan yang hasilnya tidak seperti yang diharapkan oleh  para pasien dan keluarganya

Dokpri
Dokpri

Ada beberapa alasan yang dikemukakan Dr. Nasser terkait dengan hal ini.

Pertama.
Menurut Dr. Nasser, istilah Malapraktik adalah istilah yang digunakan dalam keputusan hakim di dalam suatu sidang pengadilan yang tidak bisa digunakan secara semena mena di tengah tengah masyarakat, entah itu dalam percakapan di kalangan masyarakat.

Saya mencoba  memahami pandangan Dr.Nasser ini lewat perspektif  hubungan hukum antara dokter dan pasien.

Sebagaimana kita ketahui bahwa hubungan hukum antara dokter dan pasien itu adalah suatu hubungan perjanjian/kesepakatan yang kemudian melahirkan suatu perikatan Hal ini ditegaskan di dalam Undang Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023 pada pasal 280 disebutkan bahwa praktik Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan berdasarkan prinsip kesetaraan dan transparansi ( ayat 4 )

Kesepakatan dan perjanjian yang melahirkan perikatan ini lazim disebut sebut dengan Kontrak Terapeutik.
Di dalam Kontrak Terapeutik, tujuan perikatan antara dokter dan pasien bukanlah hasil dari perjanjian (resultaat verbintennis), namun usaha/upaya terbaik yang dilakukan oleh dokter dalam mengobati pasiennya (inspanning verbintennis)

Hal ini ditegaskan pada pasal 280 ayat 1 yang berbunyi : 'Dalam menjalankan praktik, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang memberikan Pelayanan Kesehatan kepada pasien harus melaksanakan upaya terbaik. Dilanjut pada ayat 2 : 'Upaya terbaik tersebut tidak menjamin keberhasilan Pelayanan Kesehatan yang diberikan

Ini berarti, jika  dalam upaya pengobatan, pasien  tidak dapat disembuhkan, bahkan mungkin mengalami cedera ataupun kematian, dokter tidak dapat serta merta 'divonis' telah melakukan kesalahan yang kemudian  dideskreditkan dengan tuduhan Malapraktik.

Dalam konteks ini, untuk memastikan apakah seorang dokter bersalah atau tidak ketika melakukan pelayanan kesehatan, harus dilakukan suatu pemeriksaan yang cermat ,akurat, mendalam dan menyeluruh terhadap tahapan tindakan yang dilakukannya  dalam  upaya menyembuhkan pasiennya. 

Pemeriksaan yang cermat, akurat, mendalam dan menyeluruh itu dilakukan dalam suatu proses penyelidikan/penyidikan dan persidangan hukum dengan menghadirkan para pakar dan para ahli di bidang medis, hukum dan hukum kesehatan.

Kedua.
Pada persidangan tersebut hakim akan memvonis atau memutuskan apakah dokter yang bersangkutan telah melakukan kelalaian atas tindakan yang disebut Malapraktik atau tidak.

Dengan kata lain, istilah Malapraktik sejatinya hanya digunakan di dalam keputusan hakim dan tidak tepat dilontarkan oleh masyarakat banyak dan kebanyakan masyarakat untuk  'memvonis' bahwa telah terjadi suatu perbuatan Malapraktik yang dilakukan oleh dokter, sekalipun itu hanya berupa tuduhan ataupun dugaan.

Mengutip Dr.Nasser, penggunakan istilah Malapraktik telah digunakan oleh para hakim dalam memutuskan banyak kasus. Seperti kasus  dr Setyaningrum di Pati,1979 dan kasus dr. Dewa Ayu Sasiary Prawani dan kawan kawan di Manado, 2012.

Pada tingkat kasasi, dr Setyaningrum dinyatakan bebas dari tuduhan malpraktek oleh Mahkamah Agung, setelah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Pati yang dikukuhkan Pengadilan Tinggi Semarang (1981)

Dalam hal ini, Mahkamah Agung, telah menggunakan pengertian Malapraktik seperti yang difahami sebagai berikut:  'Seorang dokter dinyatakan melakukan malpraktik jika ia tidak bertindak sesuai dengan standar profesi yang berlaku untuknya'           

Istilah Malapraktik digunakan juga dalam  pertimbangan hakim  terkait dengan kasus kasus  medik lain yang telah diputuskan, diantaranya berbunyi : 

  • 'Bahwa Para Tergugat tidak melakukan malpraktek kedokteran dalam melakukan penanganan medis terhadap pasien' ( Putusan nomor 1880 K/Pdt/2016 pada kasus luka bakar di RSUD Belu )

  • '....penggugat tidak dapat menuntut dokter tersebut yang diduga melakukan malpraktek (medical malpractice) atau kelalaian medis (medical negligence), sebagai tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad)- (Putusan nomor 352 PK/Pdt/2010 pada kasus operasi katarak di Palembang)

Ketiga.
Walaupun istilah Malapraktik ini sudah lazim digunakan sejak lama, namun istilah ini tidak kita temukan di dalam peraturan perundangan undangan di Indonesia, bahkan di dalam Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) sekalipun, demikian tutur Dr.Nasser

Prof. Remy sendiri mengakui akan hal ini, dengan mengatakan : 'istilah Malapraktik dalam bidang kesehatan tidak dijumpai dalam undang undang dan perundangan undangan lainnya di Indonesia. Istilah Malapraktik bukan merupakan istilah resmi, artinya istilah tersebut tidak digunakan oleh undang undang dan berbagai peraturan perundangan undangan lainnya di Indonesia'

Alasan  Prof.Remy untuk menggunakan istilah ini adalah karena istilah ini sudah lama digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia, dan juga telah digunakan secara luas di dunia internasional  serta untuk mengisi kebutuhan akan peristilahan dalam ilmu hukum di Indonesia dalam hal peristilahan yang dimaksud belum ada

Keempat.
Dr. Nasser mengatakan bahwa  tindakan Malapraktik dengan berbagai aspek dan pengertiannya ini digunakan di negara negara yang menganut sistem Common Law, sementara negara kita menganut sistem Civil Law.

Pada negara negara yang menganut sistem Common Law,  di dalam Tort Law, istilah Malapraktik ini dinisbahkan kepada kelalaian dokter atau Tenaga Kesehatan ketika mereka melakukan tindakan medis terhadap pasiennya. Dokter ataupun Tenaga Kesehatan baru bisa dituntut secara pidana jika di temukan adanya unsur kesengajaan di dalamnya.

Dr.Nasser secara tegas mengatakan bahwa jika ditemukan adanya unsur kesengajaan di dalam pelayanan kesehatan atau tindakan medik yang dilakukan dokter, maka hal ini tidak lagi menjadi ranah pidana medik, namun digeser ke dalam pidana umum

Kelima.
Alih alih menggunakan istilah Malapraktik yang masih dipersoalkan itu, Dr. Nasser menyarakankan untuk menggunakan istilah kelalaian, yang dalam konteks ini disebut dengan Kelalaian Medik. Istilah ini lebih tepat digunakan ketimbang istilah Malapraktik dan  dinilai dapat meminimalisir konotasi negatif di tengah tengah masyarakat.

Istilah Kelalaian inipun sebetulnya dapat kita temukan di dalam aturan perundangan undangan, seperti Undang Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023 pasal 193 menyebutkan : ' Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit'

Yang dimaksud dengan sumber daya manusia kesehatan diantaranya ialah Tenaga Medis seperti dokter, dokter gigi, spesialis dan subspesialis serta Tenaga Kesehatan seperti perawat, bidan, apoteker dan lain lain (pasal 197-199 Undang Undang Kesehatan nomor 17/2023

Undang Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023, juga menggunakan istilah kealpaan, sebagaimana tercantum di dalam pasal 440 ayat 1 yang berbunyi : ' Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 250.00O.O00,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) '

Dan, ayat 2 berbunyi : 'Jika kealpaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,0O (lima ratus juta rupiah).

Pengenaan tuduhan Malapraktik kepada dokter yang berulang ulang kali dimunculkan dan diviralkan di masyarakat kita selama ini, membuat posisi dokter dan Tenaga Kesehatan semakin terpojok karena telah di-framing sedemikian rupa sehingga diyakini telah melakukan pelanggaran pidana dan karena itu harus dihukum seberat beratnya. Implikasi yang lebih berat adalah kehormatan dan kepercayaan (trust) masyarakat terhadap profesi dokter menjadi semakin terdegradasi.

 
KESIMPULAN

Dari uraian panjang lebar di atas, kita dapat mengambil  kesimpulan  sebagai  berikut :

  • Prof. Remy  menyatakan bahwa Malapraktik Medik dapat dilakukan oleh Tenaga Medis (dokter) baik secara sengaja maupun akibat kelalaian. Sementara, Dr.Nasser secara tegas dan konsisten menyatakan bahwa Malapraktik Medik itu hanya mengandung unsur kelalaian bukan unsur kesengajaan. Jika ditemukan adanya unsur kesengajaan, maka tindakan tersebut tidak lagi dikategorikan sebagai Tindak Pidana Medik tetapi digeser ke dalam Tindak Pidana Umum

  • Prof. Remy mengakui bahwa istilah Malapraktik digunakan di dalam negara negara yang menganut sistem Common Law, namun beliau tidak keberatan istilah ini digunakan di Indonesia yang menganut sistem Civil Law dalam konteks Tindak Pidana.
    Dengan perkataan lain, Prof. Remy menggunakan terminologi Malapraktik untuk menyatakan bawa kelalaian ( dan juga kesengajaan ) dokter merupakan tindak pidana  walaupun terminologi ini di negara asalnya ( common law ) termasuk ke dalam ranah hukum perdata sebagai perbuatan melanggar hukum.

  • Dr. Nasser menolak penggunaan kata Malapraktik di ruang publik/masyarakat karena istilah ini  seyogyanya dipakai sebagai keputusan hakim di dalam sidang peradilan dan  istilah tersebut bukan bagian dari Sistem Civil Law yang dianut negara kita.
    Sebagai pengganti istilah Malapraktik, Dr. Nasser menyarankan menggunakan istilah Kelalaian Medis, yang sebetulnya termaktub di dalam aturan perundang undangan serta yang pernah digunakan oleh Mahkamah Agung sebagai penerjemahan dari kata Medical Negligence di dalam salah satu putusannya.

  • Menurut Dr.Nasser, penggunaan terminologi Malapraktik, baik di masyarakat  maupun  di kalangan kaum intelektual, semestinya memang dihindari karena istilah ini berkonotasi negatif dan cenderung mendeskreditkan profesi dokter dan Tenaga Kesehatan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun