Prof. Dr. Gayus Lumbun,SH menguraikan bahwa di dalam Perjanjian atau Kontrak Terapeutik ini, tugas atau kewajiban dokter adalah berupaya membantu atau menolong pasiennya, bahkan dokter harus meminta persetujuan mereka jika akan melakukan suatu tindakan medis yang lazim dikenal dengan Informed Consent.
Tidak seorangpun dokter berniat untuk sengaja merusak, mencederai atau menyiksa pasien pasiennya yang akan dibantunya.
Jadi, tindakan medis seperti melakukan penyuntikan dan pembedahan yang dilakukan oleh dokter ataupun tenaga kesehatan itu tidak dapat disamakan dengan penganiayaan atau tidak pidana penganiayaan.
Lagi pula , jika tindakan medis yang disebut sebut  sebagai bentuk penganiayaan itu mendapatkan perlindungan hukum, lalu bagaimana konstruksi hukumnya ?.
Mari kita cermati pertanyaan pertanyaan berikut.
Pertama.
Apakah perbuatan melakukan penyuntikan dan pembedahan yang dilakukan dokter ataupun tenaga kesehatan terhadap pasien pasiennya itu dapat dikategorikan sebagai perbuatan kejahatan atau pelanggaran yang bersifat melawan hukum ?.
Kedua.
Apakah ada niat kesengajaan di dalam diri dokter dalam melakukan tindakan medis tersebut untuk merusak kesehatan pasien sebagai salah satu unsur kesalahan ?.
Ketiga.
Prof. Dr. Teguh Prasetyo,SH di dalam bukunya Hukum Pidana (halaman 125-150) menguraikan bahwa alasan penghapus pidana, terdiri dari alasan pembenar ataupun alasan pemaaf.
Jika tindakan medis tersebut dianggap sebagai tindak pidana, apakah kita dapat menemukan secara eksplisit adanya alasan alasan penghapus pidana sebagai wujud perlindungan hukum terhadap dokter ataupun tenaga medis dalam melakukan tindakan tindakan medis yang dianggap sebagai penganiayaan itu ?.
' Padahal, jika kita berbicara tentang perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, kita berbicara tentang criminal act ( perbuatan pidana )', demikian tulis Prof. Dr. Topo Santoso,SH di dalam bukunya Hukum Pidana, Suatu Pengantar, dimana landasannya  yang sangat penting adalah Asas Legalitas ( Principle of Legality ) yakni asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang undangan, sebagaimana isi pasal 1 ayat 1 KUHP.
Asas ini dikenal dalam bahasa Latin sebagai Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali