by dr.Riki Tsan,SpM (mhs STHM MHkes V)
Pada tanggal 3 Februari 2024, Dr.dr. Efrila,SH,MH, memberikan kuliah secara daring kepada para mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Militer (STHM) Prodi Magister Hukum Kesehatan Angkatan V, dengan mata kuliah Hukum Keperawatan.
Salah satu hal yang beliau sampaikan ialah terkait dengan pengertian Sumber Daya Manusia Kesehatan sebagaimana termaktub di dalam Undang Undang Kesehatan (omnibuslaw) nomor 17 tahun 2023 pada pasal 1 nomor 5.
Pasal ini berbunyi : 'Sumber Daya Manusia Kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan Upaya Kesehatan'
Jadi, dalam pandangan Undang Undang Kesehatan yang baru ini ( kita sebut saja UU Kesehatan ), Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan itu tidak harus lulusan dari berbagai jenjang pendidikan formal, namun bisa saja berasal dari mereka yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan formal apapun.
Kenapa SDM Kesehatan ini begitu penting untuk kita bicarakan ?
Masih dari UU Kesehatan, pada pasal 20 ayat b, disebutkan bahwa SDM Kesehatan ini termasuk ke dalam Sumber Daya Kesehatan yang akan menyelenggarakan berbagai Upaya Kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan masyarakat ( pasal 1,no.4). Â
Upaya Kesehatan yang dimaksud bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat  melalui 5 bentuk upaya yakni promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif (pasal 1 no.2).
Dengan perkataan lain, SDM Kesehatan, entah itu yang memiliki pendidikan formal maupun tidak, memiliki tugas dan tanggung jawab besar untuk menyelenggarakan berbagai Upaya Kesehatan dalam 5 bentuk tersebut.
Dalam presentasinya tersebut, dr.Efrila sempat meng-highlight soal SDM Kesehatan yang tidak memiliki pendidikan formal. Beliau juga menyebut bahwa karena aturan turunan pelaksanaannya masih belum terbit sampai saat ini, maka kita masih belum tahu seperti apa SDM Kesehatan yang tidak memiliki pendidikan formal itu.
Saya mencoba mencari tahu siapa yang disebut SDM Kesehatan yang tidak memiliki pendidikan formal ini dengan menelusuri pasal demi pasal di dalam UU Kesehatan dan mengutip pandangan ahli di bidang terkait.
SDM KESEHATAN
Siapa saja yang disebut dengan SDM Kesehatan?
Menurut UU Kesehatan, SDM Kesehatan terdiri atas 3 jenis yakni Tenaga Medis, Tenaga Kesehatan dan Tenaga Pendukung atau Penunjang Kesehatan (pasal 197).
SDM Kesehatan dari jenis Tenaga Medis, yang dikelompokkan ke dalam dokter, dokter gigi baik spesialis maupun subspesialis (pasal 198) sudah pasti pernah menjalani pendidikan formal.
Khusus jenis SDM Kesehatan Tenaga Pendukung atau Penunjang Kesehatan, belum diuraikan secara rinci karena nantinya akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (pasal 200,ayat 2) yang sampai saat ini belum keluar.
Lalu, bagaimana dengan Tenaga Kesehatan ( biasa  disebut dengan Nakes ) ?. Â
Nakes dipilah kedalam 11 kelompok dengan tambahan 1 kelompok Nakes yang akan ditetapkan oleh Menteri (pasal 199).
Sepuluh dari sebelas kelompok  Nakes itu adalah psikologi klinis, keperawatan, kebidanan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, gizi, keterapian fisik, keteknisian medis dan biomedika.
Kesepuluh kelompok  Nakes ini -sebagaimana  bisa dibaca di dalam pasal 199, ayat 3-11-  semuanya harus melewati pendidikan formal.
Lalu, bagaimana dengan kelompok Nakes yang ke-11 ?.
UU Kesehatan menyebut kelompok Nakes ke-11 ini  sebagai Tenaga Kesehatan Tradisional.
Jenis Nakes Tradisional ini terdiri dari Nakes Tradisional Ramuan atau Jamu, Nakes Tradisional Pengobat Tradisional dan Nakes Tradisional Interkontinental (pasal 199, ayat 12).
Di kelas kuliah dr. Efrila tersebut , saya  memberikan tanggapan dengan mengatakan bahwa kemungkinan kelompok Nakes Tradisional inilah yang termasuk ke dalam SDM Kesehatan yang tidak memiliki pendidikan formal seperti yang dipaparkan oleh dr. Efrila di dalam presentasinya tersebut. Kenapa dan apa alasannya ?. Simpan dulu pertanyaan ini !.
Kita akan 'mengulik' dulu seperti apa 'sosok makhluk Tuhan' yang disebut sebagai Nakes Tradisional itu
NAKES TRADISIONAL
Siapakah yang disebut dengan Tenaga Kesehatan Tradisional itu ?
Belum ada penjelasannya di dalam UU Kesehatan tentang hal ini, karena aturan turunannya masih akan disusun oleh Pemerintah. Namun, tak ada salahnya kita mengutip ulasan pakar hukum dan hukum kesehatan terkait dengan Nakes Tradisional ini.
Prof.Dr. Soekidjo Notoatmodjo, misalnya mengupas hal ini di dalam bukunya Etika & Hukum Kesehatan (2021), pada Bab khusus yang berjudul Etika dan Hukum Penyembuhan Tradisional ( halaman 184-197). Mari kita ikuti uraiannya.
Prof Soekidjo menuturkan, 'Pengobat Tradisional adalah orang atau institusi atau pelayanan yang melakukan pengobatan tradisional. Pengobatan Tradisonal yang dikenal di Indonesia berasal dari 2 sumber yakni asli dari bangsa Indonesia ( bermacam macam dukun ) dan dari luar Indonesia , yakni dari India dan Cina seperti shinse dan akupunktur (hal.186).Â
Singkat kata, Pengobat Tradisional adalah siapa saja yang melakukan Pengobatan Tradisional.
Lalu, apa saja metode yang dilakukan di dalam Pengobatan Tradisional ini ?.
Prof.Soekidjo menulis ada 4 metode yakni :
Pertama, dengan ramuan dari tumbuh tumbuhan. Biasanya yang digunakan untuk ramu ramuan adalah daun, bunga, akar dan kulit kayu. Ramu ramuan ini bisa dikemas dalam bentuk bubuk atau direbus langsung, sering disebut jamu atau dalam bentuk ekstrak yang dikemas dalam bentuk kapsul (hal.186)
Kita bisa menyebut Pengobat Tradisonal  yang menggunakan metode ini sebagai Nakes Tradisional Ramuan atau Jamu seperti disebutkan pasal 199 ayat 12 dan juga pasal 160 ayat 1.b yang menyatakan bahwa salah satu cara pengobatan di dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional adalah menggunakan ramuan.
Kedua,dengan cara sentuhan fisik, yakni bila antara pengobat melakukan penyembuhan dengan sentuhan langsung secara fisik atau dengan menggunakan alat terhadap penderita seperti seperti dukun patah tulang, pijat refleksi dan akupunktur. Walaupun belakangan akupunktur sudah dimasukkan ke dalam pengobatan modern (hal 186).
Pengobatan Tradisional yang menggunakan metode sentuhan fisik atau menggunakan alat ini -menurut hemat saya- merupakan salah satu cara pengobatan di dalam  Pelayanan Kesehatan Tradisional .
UU Kesehatan menyebutkan bahwa selain menggunakan ramuan, cara pengobatan yang dilakukan dalam Pelayanan Kesehatan Tradisonal adalah menggunakan keterampilan (pasal 160 ayat 1.b)
Ketiga. Dengan cara meditasi seperti pernafasan tenaga dalam atau pengobat bersama sama penderita melakukan meditasi (hal.186)
Keempat. Dengan cara spiritual, melalui berbagai cara antara lain mantera, do'a,psikoterapi dan sebagainya (hal.186).
Metode ketiga dan keempat ini, bisa juga kita kategorikan sebagai metode yang digunakan oleh Nakes Tradisional Pengobat Tradisional dengan menggunakan keterampilan, atau Nakes Tradisional Intercontinental yang memiliki keterampilan pengobatan menggunakan cara cara pengobatan yang berasal dari luar Indonesia.
KEARIFAN LOKAL
Menurut hemat saya, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh Nakes Tradisional, baik mengobati penderita dengan cara menggunakan ramu ramuan ataupun jamu dan menggunakan keterampilan diperoleh tanpa melewati jalur pendidikan formal.
UU Kesehatan pada pasal 160 ayat 2 berbunyi : 'Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ( yakni pelayanan kesehatan tradisional  yang melakukan pengobatan dengan menggunakan keterampilan dan menggunakan ramuan ) dilakukan berdasarkan pada pengetahuan, keahlian, dan / atau nilai yang bersumber dari kearifan lokal.
Jadi, Nakes Tradisional yang melakukan Pelayanan Kesehatan Tradisional ini memiliki pengetahuan dan keterampilannya yang bersumber dari Kearifan Lokal.
 Lalu, apa yang dimaksud dengan Kearifan Lokal ini ?.
Direktorat Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu RI menyebutkan : ' Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka'
' Dalam bahasa asing sering juga dikonsentrasikan sebagai kebijakan setempat ( Local Wisdom ) atau pengetahuan setempat (Â Local Knowledge ) atau kecerdasan setempat ( Local Genius ) '
' Penting dicatat, bahwa kehadiran Kearifan Lokal bukanlah wacana baru dalam kehidupan kita sehari-hari. Kearifan Lokal sebenarnya hadir bersamaan dengan terbentuknya masyarakat kita, masyarakat Indonesia. Eksistensi Kearifian Lokal menjadi cermin nyata dari apa yang kita sebut sebagai hukum yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat' ( http://tinyurl.com/yr7tu2bm)
Contoh Pengobatan Tradisional berbasis Kearifan Lokal  yang pernah diteliti di Kabupaten Sumedang ialah pengobatan tradisional menggunakan ilmu hikmah, dukun beranak (paraji),pijat refleksi dan pengobatan tradisional herbal ( Jurnal Metahumaniora, vol.7, Nomor 1, April 2017, halaman 65-81)- https://www.researchgate.net/publication/335481286_Kearifan_Lokal_dalam_Pengobatan_Tradisional_Masyarakat_Desa_Lumbungsari_Kec_Lumbung_Kabupaten_Ciamis
Prof. Soekidjo mengatakan, 'Pengobat Tradisional pada umumnya bersifat turun temurun. Keterampilan atau kemampuan yang dimiliki oleh pengobat tradisional pada umumnya atau sebagian besar diperoleh dari orang tua mereka, kemampuan yang turun temurun. Hal ini disebabkan ( hampir dapat dikatakan ) tidak ada pendidikan dan pelatihan khusus untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan pengobatan tradisional ini. Kecuali akupunktur seperti yang telah dijelaskan di atas ( Etika dan Hukum Kesehatan, hal.190 )
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, maka pasal 1 ayat 5 yang menyebutkan bahwa SDM Kesehatan yang tidak memiliki pendidikan formal untuk bisa bekerja secara aktif di bidang kesehatan -menurut hemat kami- diantaranya adalah Kelompok Tenaga Kesehatan Tradisional, baik yang mengobati penderita dengan cara menggunakan ramu ramuan/jamu ataupun dengan cara menggunakan  keterampilan.
Dalam mengobati penderita, para Tenaga Kesehatan Tradisional ini memberikan Pelayanan Kesehatan ataupun Upaya Kesehatan berdasarkan pengetahuan dan keterampilan yang bersumber dari Kearifan Lokal.
Kearifan Lokal itu sendiri lahir dari budaya, adat istiadat ataupun norma norma masyarakat setempat yang hidup, lahir, berakar dan diwariskan oleh nenek moyang atau para leluhur mereka secara turun temurun.
Apakah pemahaman soal SDM Kesehatan yang tidak perlu memiliki pendidikan formal  selaras dengan uraian saya di atas,  dalam hal ini saya sependapat dengan dr.Efrila bahwa kita harus menunggu aturan turunan pelaksanaan dari UU Kesehatan yang terkait dengan hal ini.
Salam Sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H