Dua tahun kemudian dokumen ini disahkan lewat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1472/MENKES/SK/X/2005. Renstranas PGPK ini menjadi acuan  dan pedoman dalam pelaksanaan program kesehatan indera penglihatan di Indonesia bagi institusi/organisasi pemerintah maupun non pemerintah (swasta).
GAGAL
Sayangnya, Renstranas PGPK ini tidak terimplementasi sesuai rencana. Bahkan, kita tidak ragu-ragu mengatakan bahwa program nasional ini telah gagal total! Selama kurun waktu 2005-2014, tidak terlihat kesungguhan pemerintah untuk melaksanakan Keputusan Menkes ini secara serius. Setidaknya, ada 2 tanda yang menunjukkan kegagalan pemerintah dalam menjalankan program ini.
Pertama. Renstranas PGPK menginstruksikan pemerintah untuk membentuk dan mendayagunakan Komite Nasional PGPK sampai ke tingkat Kabupaten/Kota.Â
Di tingkat pusat, Komite Nasional PGPK memang telah dibentuk, namun kenyataannya seakan akan dibiarkan 'mati suri' sehingga tidak mampu menjalankan tugas tugas pokok dan fungsinya karena tidak  memperoleh dukungan dana, sarana dan prasarana yang memadai.
Selama 10 tahun, Komite Nasional PGPK ini bagaikan "kerakap tumbuh di batu", mati segan hidup tak mau.
Mulai tahun 2014 sampai tahun 2016, Kemenkes RI melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) mendanai dan melakukan survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) di 15 provinsi.Â
Hasilnya, prevalensi kebutaan di Indonesia rata-rata 3 %. Tiga provinsi dengan prevalensi kebutaan tertinggi adalah Jawa Timur (4.4 %),Nusa Tenggara Barat (4 %) dan Sumatera Selatan (3.6 %).
Dari data ini, terlihat bahwa jumlah warga masyarakat yang menderita kebutaan meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan survei nasional tahun 1993-1996. Ini berarti program Renstranas PGPK yang dijalankan oleh pemerintah selama tahun 2005 sampai tahun 2014 tidak berhasil menurunkan angka kebutaan. Artinya, pemerintah telah gagal memenuhi hak hak warga masyarakat untuk memperoleh penglihatan yang optimal.
PETA JALAN
Namun, pada tahun 2015, Kemenkes RI "menghidupkan" kembali sekaligus menstrukturisasi Komite Nasional PGPK menjadi Komite Mata Nasional.Â