Mohon tunggu...
Riki Hifni
Riki Hifni Mohon Tunggu... Freelancer - Seseorang yang mengagumi kata-kata

Lahir di Pasuruan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menggugah Kesadaran si Hijau dan si Biru dari Ilusi Batu Bara

27 Juli 2024   10:43 Diperbarui: 27 Juli 2024   10:46 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menggunakan wacana agama sebagai pengganti narasi nasionalisme merupakan strategi untuk membersihkan reputasi buruk batu bara terkait dampak ekologinya. Terlebih lagi, masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan religius. Dalam konteks ini, penawaran pemerintah kepada organisasi keagamaan untuk mengelola tambang menjadi relevan.

Argumentasi pemerintah yang menyatakan bahwa tawaran kepada ormas agama untuk mengelola tambang bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat sebenarnya merupakan upaya untuk menyembunyikan motif ekonomi-politik dan membersihkan reputasi buruk industri batu bara terkait dampak ekologinya. Dalam dunia bisnis, keuntungan menjadi prioritas utama, dan segala cara bisa ditempuh, termasuk memanfaatkan ormas keagamaan dengan narasi agama, sehingga pemerintah dan pengusaha dapat menutupi kerusakan ekologis yang disebabkan oleh tambang batu bara.

Dalam konteks NU misalnya, intelektual sekaliber Ulil Abshar Abdalla bahkan harus rela berperan menjadi juru bicara untuk menggeser isu perdebatan yang mengarah pada urusan tambang batu bara. Dengan menggunakan berbagai argumen yang diklaim sebagai fikih, Ulil membenarkan keputusan elit NU yang menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang batu bara. Namun, sebagai seorang intelektual, Ulil Abshar Abdalla seharusnya menyadari dampak merusak dari tambang batu bara yang mengancam keselamatan manusia.

Ancaman terhadap keselamatan manusia muncul baik di tingkat lokal maupun global. Secara global, batu bara berkontribusi pada krisis iklim, yang menyebabkan bank-bank internasional mulai enggan memberikan kredit kepada industri yang merusak lingkungan tersebut.

Sejak 2022, beberapa bank mulai menghentikan pendanaan untuk industri batu bara yang berpolusi. Standard Chartered, salah satu bank terbesar di Inggris, telah menghentikan dukungan ke PT Adaro Energy Tbk (ADRO), perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia. Langkah ini diikuti oleh DBS, bank terbesar di Singapura, serta Malayan Banking Berhad (Maybank) dari Malaysia, yang juga menghentikan pembiayaan untuk kegiatan tambang batu bara.

Selain untuk memenangkan perdebatan di media, penggunaan wacana agama juga bertujuan untuk membatasi ruang demokrasi. Dengan beralihnya fokus dari isu ekologi ke agama, ruang perdebatan menjadi semakin sempit. Penggunaan wacana agama akan dijadikan alat untuk membungkam pihak-pihak yang memiliki pendapat berbeda. Penyempitan ruang demokrasi ini akan didukung oleh pasal-pasal yang dapat diinterpretasikan secara luas, seperti tentang penistaan simbol-simbol keagamaan dan sejenisnya.

Pertanyaannya adalah, apakah publik akan tetap diam saat wacana agama digunakan untuk mendukung kepentingan elit ekonomi-politik yang memihak batu bara? Diharapkan, pada akhirnya publik akan bersuara menentang penggunaan wacana agama untuk melindungi kepentingan industri tambang batu bara ini.

Di berbagai tempat, kesadaran kolektif tentang perlunya menjaga lingkungan hidup semakin meningkat. Jika bank-bank besar dunia dapat didorong untuk lebih memperhatikan keberlanjutan lingkungan, maka seharusnya ormas keagamaan juga bisa diharapkan untuk mengambil sikap yang serupa.

Kesadaran akan bahaya kerusakan lingkungan akibat proyek tambang batu bara sudah seharusnya diperkuat dan semakin diperkokoh dengan adanya organisasi masyarakat seperti NU dan Muhammadiyah. Bukan tanpa alasan, sebab dua organisasi tersebut merupakan organisasi islam terbesar di Indonesia yang di dalamnya terdapat banyak harapan masyarakat agar dua organisasi tersebut dapat memberikan kemaslahatan bagi negeri. Kini, rakyat Indonesia, bukan hanya umat Islam, sedang menunggu masing-masing elit baik elit si "hijau" maupun si "biru" untuk segera siuman dan menyadari bahwa mereka saat ini sedang terancam menjadi tumbal industri tambang batu bara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun