Mohon tunggu...
riki ahmad
riki ahmad Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya membaca, bermain bola dan bermain bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep Pemilu di Indonesia dengan Pemikiran Politik dalam Islam

9 Oktober 2023   08:56 Diperbarui: 9 Oktober 2023   09:47 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

2) musyawarah merupakan ranah duniawi, maka hukum asalnya adalah mubah, mekanismenya pun juga tergantung dengan situasi dengan kondisi, dan oleh karenanya dengan adanya sistem pemilu bisa dijadikan jalan untuk mengaplikasikan konsep musyawarah. Kelompok kedua, seperti Muhammad Al-Imam, Mahmud Syakir dan Al-Amin Al-Haj Muhammad menyatakan bahwa pemilu tidak termasuk musyawarah. Mereka berargumen bahwa: (1) prinsip musyawarah dalam Islam dikembalikan kepada wewenang ahlul halli wa al-aqdi---meski argumen ini bisa didebat bahwa Nabi Muhammad dalam bermusyawarah tidak hanya terbatas dengan kalangan Sahabat, tetapi dengan semua orang, (2) pemilu merupakan produk demokrasi kafir.Pendapat yang otoritatif (mu'tabar) dalam masalah ini adalah pendapat yang pertama yang menyatakan bahwa pemilu termasuk kategori musyawarah.

Hukum Pemilihan Umum (Pemilu)

Para ulama telah bersepakat tentang kebolehan praktik pemilu jika ruang lingkupnya hanya sebatas kalangan ahlu al-halli wa al-'aqdi. Yang dimaksud dengan ahlu al-halli wa al-'aqdi adalah sekelompok orang yang mempunyai sifat adil, cerdas dan berakhlak mulia yang menjadi panutan masyarakat banyak dan disegani oleh masyarakat tersebut. Model pemilihan dengan melalui mekanisme ini sudah tidak ada perdebatan di kalangan para ulama. Hal itu karena mekanisme ini pernah dilakukan oleh para sahabat Nabi untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq dan Usman ibn Affan. 

Perdebatan muncul ketika dihadapkan dengan fakta adanya pemilihan umum yang melibatkan seluruh elemen masyarakat (orang banyak) seperti yang terjadi sekarang ini. Maka dalam hal ini, di kalangan ulama kontemporer sendiri suara mereka terpecah menjadi dua. Ada kubu yang memperbolehkan dan ada kubu yang melarangnya (haram). Untuk mengetahui pandangan mereka beserta argumen-argumennya, maka ulasan penulis berikut menarik untuk di simak.

1)Pro-Pemilu

Menurut kubu yang memperbolehkan yang dianggotai ulama-ulama sekaliber Muhammad Rasyid Ridla, Abu A'la Al-Maududi, Yususf Al-Qardlawi, Abdul Karim Zaidan, Abdul Qadir Audah, Munir Al-Bayati, Qahthan Al-Duri dan sederet ulama kontemporer lainnya bahwa hukum pemilu adalah diperbolehkan. Adapun argumentasi yang mereka ajukan adalah.

Pertama, secara prinsipil bahwa baiat adalah memperlihatkan bentuk kesetujuan orang yang membaiat (pemilih) kepada orang yang dibaiat (dipilih).

 Kedua, peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi ketika Nabi Muhammad Saw. Masih hidup. Di antara peristiwa itu adalah: (1) baiat al-aqabah, dalam peristiwa itu Nabi meminta kepada Anshar untuk memilih pemimpin sebanyak 12 orang. Lalu mereka memilih sembilan orang dari suku Khazraj dan tiga orang dari suku Aus. Stelah itu Nabi bersabda: "kalian menjadi pemimpin bagi kaum kalian." Wajhu dilalah dari peristiwa ini adalah Nabi meminta kepada para sahabatnya untuk memilih dua belas orang dan tidak menentukan cara pemilihannya di satu sisi, dan pemilihan itu dilakukan oleh seluruh sahabat Nabi Saat itu di sisi yang lain.

Ketiga, syariat Islam datang dengan menganggap sah rida (kerelaan) orang orang ketika pembaiatan dan tidak menentukan mekanisme untuk mngetahui rida tersebut secara mendetail. Pemilu dalam hal ini adalah metode baru yang digunakan untuk mengetahui keridaan manusia tersebut dan selama ini tidak Ada dalil yang melarang pada satu sisi, kemudian juga tidak ada dalil yang Mewajibkan mekanisme tertentu pada sisi yang lain.

Keempat, bahwasannya metode pengangkatan khalifah al-rasyidah termasuk dalam wilayah ijtihadiyah, serta tidak ada dalil yang mekanisme tertentu. Hal ini sesuai dengan teori ushul fikih yang menyatakan perubahan Hukum dengan berubahnya situasi dan kondisi. Maka setiap mekanisme apaun Dilegalkan selama tidak berbenturan dengan syariat (Al-Quran dan Hadits). Fakta Historis menjadi pembenar dalil ini, di mana pengangkatan empat khalifah Rasulullah Saw. Dengan mekanisme yang sangat beragam.

Kelima, sesungguhnya pemilu adalah cara yang paling tepat dan efisien Untuk mengetahui arah pemikiran manusia secara adil akurat. Pada saat yang Bersamaan, orang yang kontra-pemilu tidak menemukan cara selain dengan Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun