Lain guru privat umum, lain pula guru privat agama (Islam). Saya tidak tahu persis mengenai persoalan standar tarif pada guru private umum, apakah ada gejolak atau tidak.
Tetapi yang jelas, pada guru privat agama, ada gejolak mengenai standar tarif mengajar. Terang saja, ketika menetapkan standar biaya untuk belajar privat agama, khususnya tentang baca-tulis Alquran, terkadang sebagian orang mengatakan kepada kita, “berjuang untuk agama kok begitu,” atau “kok gak ikhlas sih,” atau “ngajar itu harus lillahi ta’ala,” ya kurang lebih seperti itulah maksudnya.
Saya tidak akan men-judge, mana yang lebih baik antara keduanya. Tapi mari sama-sama kita lihat sisi baik dari keduanya.
Menetapkan tarif dalam mengajar privat agama, khususnya baca-tulis Alquran, memang baik. Karena, dengan standar tarif itu, menuntut orangtua untuk memantau perkembangan anaknya yang diajar. Pun menuntut sang anak itu agar semangat belajar, sebab orangtuanya sudah mengeluarkan uang untuk biayanya belajar.
Apakah dengan tarif se-ikhasnya membuat orangtua tidak memantau, pun sang anak tidak semangat belajar? Tidak juga.
Lanjut, pengajar, alias sang guru privat, juga akan menjadi “sejahtera” dengan tarif tersebut, karena sebelumnya sudah mempertimbangkan apa-apa yang dikeluarkan, seperti waktu, tenaga, minyak motor (bagi yang datang ke rumah), dan lain sebagainya.
Namanya juga manusia, perlu uang untuk memenuhi kebutuhannya. Apakah dengan begitu mereka tidak ikhlas? Enggak juga. Mereka ikhlas, toh nyatanya mereka mau meluangkan waktu, tenaga untuk mengajar. Terus mengapa menetapkan tarif? Ya, guru juga manusia, bukan Malaikat. Guru juga butuh makan, dan minum, dan lain sebagainya.
Kemudian, memang, sebagian orang ada yang menilai bahwa mengajar, khususnya privat belajar agama, apalagi yang berkaitan dengan baca-tulis Alquran, harus ikhlas.
Tidak salah, karena dengan kita mengajar menggunakan tarif se-ikhlasnya itu kita membantu orang-orang di sekitar kita yang tidak mampu, tapi ingin sekali agar anaknya bisa baca-tulis Alquran.
Apakah dengan menetapkan standar tarif menjadikan kita tidak bisa membantu orang-orang di sekitar yang kurang mampu? Belum tentu.
Tarif se-ikhlasnya juga bisa membuat hati orang senang. Ya kan, jujur saja, apalagi kalau gratis. Senangnya pake banget.
Terus, kalau menetakan tarif apakah membuat orang tidak senang? Tidak pasti.
Lanjut, namanya ikhlas, tentu orangtua akan membayar sesuai dengan kesanggupannya. Seberapa pun itu, harus diterima, namanya juga se-ikhlasnya. Tetapi, apakah dengan tarif se-ikhlasnya itu si guru privat jadi melarat? Enggak juga.
Saya punya temen, dia pengajar privat baca-tulis Alquran, dia cerita ke saya bahwa dia mau berhenti ngajar privat, karena tarif yang dibayarkan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, ia ingin mencari pekerjaan lain. Sebelum dia berhenti, dia mengunjungi gurunya untuk meminta nasihat mengenai keputusan yang ia ambil.
Lalu, apa kata gurunya, “sabar saja dulu, pertahankan saja ngajarnya, InsyaAllah nanti akan Allah berikan yang lebih baik.” Mendengar nasihat dari gurunya itu, ia tidak jadi berhenti, dan tetap melanjutkan pekerjaannya sebagai guru privat.
Beberapa bulan kemudian, apa yang terjadi? Dia diterima untuk bekerja di sebuah tempat, tidak boleh disebutkan namanya, hehe, dengan gaji yang lumayan besar, plus tidak mengganggu jadwalnya menjadi guru privat. Atau dalam istilah Inggris-nya itu “double kill”, hehe, langsung dapat dua.
Salah satu dari kita mungkin termasuk guru private baca-tulis Alquran yang tidak menetapkan standar tarif, atau bisa dibilang se-ikhlasnya. Karena bisa saja kita pikir, semua yang kita lakukan adalah untuk agama, dan berharap mendapat kebaikan di-sisi-Nya.
Meski begitu, buat mereka, temen-temen yang menetapkan standar tarif, tidak perlu berkecil hati, tidak perlu merasa diri hina hanya karena menetapkan tarif, kita semua sama-sama berjuang untuk agama, dan membebaskan orang dari buta huruf Alquran. Hanya saja cara pandang kita berbeda, dan InsyaAllah kita akan sama-sama mendapatkan kebaikan di-sisi-Nya.
Jadi, bagaimana menurut kalian?
Semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat. Aamiin. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H