Mohon tunggu...
Siti Farihah
Siti Farihah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Untag Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menghapus Batasan: Era Baru Pemilu Tanpa Presidential Threshold Dimulai!

7 Januari 2025   11:46 Diperbarui: 7 Januari 2025   11:13 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keberadaan presidential threshold juga berdampak pada partisipasi politik masyarakat. Dengan pilihan calon presiden yang terbatas, banyak pemilih merasa apatis terhadap proses pemilu karena mereka merasa tidak ada calon yang benar-benar merepresentasikan aspirasi mereka. Apatisme ini tercermin dalam peningkatan jumlah suara tidak sah atau golput (golongan putih) selama pemilu, serta rendahnya antusiasme dalam kampanye atau diskusi politik. Sebagai contoh, dalam Pemilu 2019, tercatat bahwa partisipasi pemilih menurun di beberapa daerah, yang menjadi indikator bahwa sebagian masyarakat merasa tidak memiliki opsi yang benar-benar mereka dukung.

Dampak Partisipasi Politik yang Menurun

  • Apatisme Politik: Ketika pemilih merasa bahwa pilihan calon presiden terbatas hanya pada beberapa calon yang berasal dari partai besar, mereka bisa merasa kurang terwakili dan tidak menemukan calon yang benar-benar mencerminkan nilai atau aspirasi mereka. Rasa tidak puas ini mendorong apatisme, di mana pemilih memilih untuk tidak terlibat dalam proses pemilu atau memilih golput (golongan putih). Hal ini mencerminkan ketidakpercayaan terhadap sistem politik dan merusak kualitas keterlibatan warga negara dalam demokrasi.
  • Menurunnya Partisipasi Pemilih: Seiring berjalannya waktu, jika partisipasi pemilih menurun, terutama karena apatisme politik, maka kualitas pemilu akan terpengaruh. Pemilu yang tidak melibatkan mayoritas warga negara bisa merusak legitimasi proses politik itu sendiri, yang pada gilirannya mengancam stabilitas demokrasi. Pemilu yang tidak mencerminkan keinginan atau aspirasi mayoritas masyarakat tidak akan memberikan hasil yang mencerminkan kehendak rakyat, sehingga integritas demokrasi dipertanyakan.
  • Pengaruh terhadap Kualitas Demokrasi: Partisipasi politik yang rendah dapat mengurangi pengawasan terhadap pemerintahan dan memperburuk kualitas keputusan yang diambil oleh elit politik. Ketika masyarakat tidak merasa memiliki peran penting dalam pemilu, mereka tidak termotivasi untuk memeriksa atau mengkritik kebijakan yang dijalankan pemerintah, yang pada akhirnya memperlemah mekanisme checks and balances dalam sistem demokrasi.

Argumen Mendukung Penghapusan Presidential Threshold

  1. Memperluas Pilihan Bagi Pemilih Penghapusan presidential threshold akan membuka ruang bagi lebih banyak pasangan calon presiden. Dengan demikian, masyarakat memiliki lebih banyak alternatif untuk memilih calon yang sesuai dengan aspirasi mereka.
  2. Mengurangi Polarisasi Politik Dengan lebih banyak pasangan calon yang maju, pemilu tidak lagi menjadi ajang pertarungan dua kubu besar. Hal ini dapat mengurangi polarisasi politik yang ekstrem di masyarakat.
  3. Meningkatkan Keadilan Politik Penghapusan aturan ini akan memberikan kesempatan yang sama bagi semua partai politik, baik besar maupun kecil, untuk mengajukan calon presiden. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang menjunjung tinggi keadilan dan inklusivitas.
  4. Mendorong Regenerasi Kepemimpinan Tanpa presidential threshold, partai-partai kecil atau baru yang memiliki tokoh potensial dapat lebih mudah mengajukan calon presiden. Hal ini dapat mendorong munculnya pemimpin-pemimpin baru yang membawa visi dan inovasi segar bagi Indonesia.

Argumen Menolak Penghapusan Presidential Threshold

  1. Potensi Membingungkan Pemilih Jika terlalu banyak pasangan calon presiden yang maju, pemilih dapat merasa bingung dalam menentukan pilihan. Hal ini dapat mengurangi efektivitas pemilu sebagai mekanisme seleksi pemimpin.
  2. Koalisi yang Tidak Stabil Tanpa presidential threshold, partai politik tidak lagi dipaksa untuk membentuk koalisi sebelum pemilu. Akibatnya, koalisi dapat menjadi tidak stabil karena baru terbentuk setelah pemilu.
  3. Efisiensi Pemerintahan yang Menurun Jika presiden yang terpilih tidak memiliki dukungan mayoritas di parlemen, proses pengambilan keputusan dapat menjadi lebih sulit. Hal ini dapat menghambat jalannya pemerintahan.

Solusi Alternatif dari Perbedaan Pendapat

  1. Menurunkan Presidential Threshold Sebagai kompromi, ambang batas dapat diturunkan dari 20% menjadi, misalnya, 10% atau bahkan dihapuskan untuk memungkinkan lebih banyak partai mengajukan calon presiden tanpa menciptakan terlalu banyak pasangan calon.
  2. Meningkatkan Pendidikan Politik Pemerintah dan partai politik perlu meningkatkan pendidikan politik di masyarakat agar pemilih dapat lebih bijak dalam menentukan pilihan, terlepas dari jumlah pasangan calon yang ada.
  3. Penguatan Sistem Pemilu Sistem pemilu perlu diperkuat untuk memastikan bahwa proses pemilu tetap transparan dan akuntabel, meskipun terdapat lebih banyak pasangan calon yang maju.

Kesimpulan

Penghapusan presidential threshold adalah isu yang kompleks dengan dampak signifikan terhadap sistem politik Indonesia. Di satu sisi, aturan ini membatasi hak partai politik dan masyarakat untuk memiliki pilihan yang lebih luas dalam pemilu. Di sisi lain, penghapusannya juga berisiko menciptakan fragmentasi politik yang dapat menghambat stabilitas pemerintahan. Oleh karena itu, perlu ada kajian mendalam dan pendekatan kompromistis untuk menemukan solusi terbaik yang dapat memperkuat demokrasi tanpa mengorbankan stabilitas politik di Indonesia.

Langkah-langkah seperti menurunkan ambang batas, meningkatkan pendidikan politik, dan memperkuat sistem pemilu dapat menjadi jalan tengah yang mengakomodasi kebutuhan demokrasi sekaligus menjaga efisiensi pemerintahan. Sebagai contoh, menurunkan ambang batas dapat dilakukan dengan revisi undang-undang untuk menyesuaikan persentase kursi DPR yang diperlukan, sehingga lebih banyak partai dapat mencalonkan presiden. Meningkatkan pendidikan politik dapat diwujudkan melalui program edukasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan organisasi masyarakat yang memberikan informasi tentang pentingnya pemilu. Selain itu, penguatan sistem pemilu bisa dilakukan dengan memperbaiki tata kelola pemilu, seperti penggunaan teknologi untuk memastikan transparansi dan akurasi penghitungan suara. Dengan demikian, Indonesia dapat terus berkembang sebagai negara demokrasi yang inklusif, stabil, dan berdaya saing di kancah global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun