Mohon tunggu...
Rikha Manda Novarina
Rikha Manda Novarina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga angkatan 2024

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Peran Apoteker dalam Meningkatkan Kesadaran dan Praktik Swamedikasi yang Aman di Indonesia

28 Desember 2024   20:46 Diperbarui: 28 Desember 2024   20:46 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Swamedikasi merupakan suatu perilaku yang sangat marak di Indonesia. Aktivitas ini merupakan hal yang konvensional di Masyarakat. Swamedikasi merupakan perilaku mengkonsumsi obat sendiri berdasarkan diagnosis terhadap gejala penyakit yang terjadi. Swamedikasi sendiri merupakan bentuk dari self care, yakni usaha dalam mempertahankan kesehatan  atau mencegah dan mengatasi penyakit. Swamedikasi mempunyai beberapa keuntungan dan sangat membantu dalam pelayanan kesehatan jika dilakukan secara tepat. Swamedikasi memberikan solusi yang cepat dan tepat dalam mengatasi penyakit ringan sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Namun, tidak dipungkiri bahwa swamedikasi juga memiliki beberapa risiko terutama di kalangan masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan kesehatan yang rendah. Faktor utama yang mendasari perilaku swamedikasi adalah obat-obatan dan biaya pengobatan yang mahal, kurangnya pengetahuan di bidang kesehatan, obat-obatan yang terjual secara bebas di toko-toko, kurangnya pengawasan ketat dari pemerintah terkait dengan distribusi obat-obatan, tidak tersedianya fasilitas medis, dan juga kemiskinan. Potensi risiko yang dapat ditimbulkan dari perilaku swamedikasi ini adalah diagnosis penyakit yang salah, keterlambatan dalam pengobatan yang dapat menyebabkan penyakit menjadi lebih parah, cara pemberian dan penggunaan yang salah, dan kesalahan dalam penggunaan obat sesuai dosis.

Perilaku swamedikasi pada masyarakat Indonesia tergolong tinggi. Pada tahun 2013, terdata sekitar 91 % masyarakat Indonesia mempraktekkan swamedikasi (Ministry of Health Republic of Indonesia, 2016). Bentuk swamedikasi sendiri bervariasi di antara populasi dan dipengaruhi berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, pendapatan dan pengeluaran, orientasi perawatan diri, tingkat pendidikan, pengetahuan medis, kepuasan, dan keparahan penyakit. Swamedikasi memiliki beberapa resiko terutama di negara berkembang dengan populasi yang memiliki tingkat pengetahuan kesehatan yang rendah memperbesar risiko penggunaan obat yang tidak tepat. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), sekitar 50% penggunaan obat di seluruh dunia tidak sesuai dengan indikasi medis yang direkomendasikan. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pasien yang tidak mendapatkan manfaat maksimal dari pengobatan yang mereka terima, bahkan berisiko mengalami efek samping yang berbahaya. Ketidakpahaman tentang cara penggunaan obat yang benar sering kali menjadi penyebab utama dari masalah ini.

Perilaku swamedikasi ini perlu penanganan yang cepat dan tepat. Swamedikasi yang tidak tepat menimbulkan berbagai efek buruk yang dapat terjadi, seperti reaksi obat yang merugikan, overdosis, bahkan konsekuensi fatal. Selain itu, pengobatan sendiri yang tidak tepat dapat menyebabkan ketergantungan obat dan bahaya kesehatan yang serius. Dalam hal ini, apoteker memainkan peran penting dalam perilaku swamedikasi ini. Apoteker berperan sebagai penyedia obat dan juga sebagai sumber informasi yang tepercaya mengenai penggunaan obat yang aman. Dalam era tempat akses terhadap informasi kesehatan semakin mudah, masyarakat sering kali mendapatkan informasi yang menyesatkan dan mempercayai informasi hoax begitu saja. Oleh karena itu, edukasi masyarakat mengenai penggunaan obat menjadi semakin penting untuk mencegah kesalahpahaman yang dapat berdampak negatif pada kesehatan individu. Apoteker bertanggung jawab menggunakan pengetahuan dan keahlian mereka untuk menyampaikan informasi yang jelas dan akurat tentang obat, termasuk cara penggunaan, efek samping, dan interaksi antar obat. Sementara itu, tantangan dalam pengelolaan kesehatan masyarakat juga terus meningkat, dengan meningkatnya angka penyakit kronis dan penggunaan obat-obatan yang tidak rasional. Dalam konteks ini, apoteker juga berperan sebagai penghubung antara pasien dan sistem kesehatan yang lebih luas. Para apoteker dapat mengidentifikasi masalah terkait obat dan memberikan solusi yang tepat, serta memberikan edukasi tentang pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan. Oleh karena itu, apoteker dalam edukasi publik menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat dengan aman dan efektif, serta memahami tanggung jawab mereka dalam menjaga kesehatan pribadi dan Masyarakat.

Selain memberikan edukasi, apoteker juga harus memastikan bahwa risiko penggunaan obat yang tidak tepat dapat dicegah. Dengan memberikan panduan yang jelas, apoteker dapat mencegah berbagai masalah yang mungkin timbul, seperti salah diagnosis, efek samping, dan interaksi obat yang berbahaya. Apoteker juga berpeeran penting dalam mengidentifikasi gejala atau kondisi yang memerlukan perhatian medis lebih lanjut. Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan obat juga diperlukan, seperti melarang penggunaan antibiotik tanpa resep dokter untuk mencegah resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik sebuah kondisi dimana bakteri menjadi kebal terhadap obat sehingga pengobatan infeksi menjadi lebih sulit untuk ditangani. Dalam menjalankan usaha untuk mendapatkan kebiasaan perikalaku swamedikasi yang aman dan tepat, apoteker perlu memperhatikan tutur kata yang digunakan. Para tenaga medis dapat menggunakan bahasa yang mungkin dapat dimengerti oleh orang awam sekalipun sehingga informasi dapat dengan mudah dimengerti dan dipraktikkan oleh masyarakat.

Swamedikasi di Indonesia menunjukkan bahwa meskipun perilaku ini memiliki keuntungan dalam memberikan solusi cepat untuk penyakit ringan dengan tingginya angka swamedikasi, yang mencapai 91% pada tahun 2013, menunjukkan perlunya perhatian serius terhadap praktik ini. Faktor-faktor seperti biaya pengobatan yang mahal, kurangnya akses ke fasilitas medis, dan informasi kesehatan yang menyesatkan berkontribusi pada perilaku ini. Oleh karena itu, peran apoteker menjadi sangat penting dalam memberikan edukasi yang tepat mengenai penggunaan obat, serta mengidentifikasi masalah terkait obat yang mungkin timbul. Apoteker harus berfungsi sebagai sumber informasi yang tepercaya dan mampu menjelaskan penggunaan obat dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang swamedikasi yang aman dan efektif sangat diperlukan untuk mencegah konsekuensi negatif bagi kesehatan individu dan masyarakat secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun