Ontologi Sebagai Dasar Ilmu Pengetahuan
Rika Wulandari dan Dr.Suhardi,S.Pd.I,MAÂ
FITK IAIDU Asahan -- Kisaran, Pendidikan Agama Islam
Ontologi adalah bagian filsafat yang membahas hakekat realitas atau hakekat yang ada, termasuk hakekat ilmu pengetahuan sebagai sebuah realitas. (Darwis A. Soelaiman 2019:38).  Menurut Angeles (1.981) Secara istilah  "ontologi" berasal dari kata Yunani "onta" yang berarti sesuatu "yang sungguh-sungguh ada", "kenyataan yang sesungguhnya", dan "logos" berarti "studi tentang", "studi yang membahas sesuatu". Kattsof (1986) juga mengakatan secara bersungguh-sungguh Ontologi juga dapat diartikan sebagai metafisika umum maksudnya cabang filsafat yang sifat dasar dari kenyataan yang terdalam, ontologi membahas asas-asas rasional dari kenyataan (Fuad Ihsan 2010: 223).
Kajian ontologi juga dikaitkan dengan objek ilmu dalam pandangan Islam, dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, objek pengetahuan yang bersifat material, makna adalah objek pengetahuan yang dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Misalnya sains, eksakta, ilmu politik, sosial, budaya, psikologi, dan segera. Kedua, objek ilmu yang non-materi. di depan dengan benda material, pada benda non material tidak dapat didengar, dilihat, dan dirasakan. Hasil akhir dari objek non-materi ini lebih merupakan suatu kepuasan rohani. Misalnya benda-benda yang berbicara tentang roh, alam dan bentuk Yang Mulia (Novi Khomsatun, et.al., 2019, 4 (2) : Â 229-231).
Dalam pembahasan ontologi ini juga  dapat ditemukan beberapa pandangan pokok pemikiran yaitu. (Amsal Bakhtiar 2004 :135 )
Pertama Monoisme Pembahasan ini berpendapat bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja. sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani.
Pembahasan ini juga terbagi ke dalam dua aliran sebagai berikut:
Materialisme Aliran ini beranggapan bahwa hakikat benda adalah materi, benda itu sendiri. Rohani, jiwa, spirit dan sejenisnya itu muncul karena adanya benda. Bagi paham ini, rohani, roh, Tuhan, spirit itu bukan hakikat, akan tetapi mereka muncul dari adanya benda. Jadi bendalah yang menyebabkan mereka ada. dan Idealisme Aliran ini berpendapat sebaliknya, hakikat benda adalah rohani, spirit atau sejenisnya. Aliran ini juga sering disebut dengan spiritualisme.
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. [1]
Â
Aliran dualisme  berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya kerja sama kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia me;namakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia ruang (kebendaan).
Â
Kedua Pluralisme Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy and Religion dikataka sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Â
Ketiga Nihilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sdebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif positif. Tokoh aliran ini diantaranya adalah Fredrich Nietzsche (1844-1900 M). Dilahirkan di Rocken di Pursia, dari keluarga pendeta. Dalam pandangannya bahwa "Allah sudah mati", Allah Kristiani dengan segala perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan lagi. Dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia. Dan pada kenyataannya moral di Eropa sebagian besar masih bersandar pada nilai-nilai kristiani. Tetapi tidak dapat dihindarkan bahwa nilai-nilai itu akan lenyap. Dengan demikian ia sendiri harus mengatasi bahaya itu dengan menciptakan nilai-nilai baru, dengan transvaluasi semua.[2]
Â
Keempat Agnostisisme adalah paham yang mengatakan bahwa manusia tidak mungkin mengetahui hakikat benda, baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini kemampuan manuisa sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat tentang sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H