Banyak contoh lain yang dikemukakan para lawan Ahok dalam acara ILC itu, yang semuanya mengungkapkan entah kebodohan etis ataupun politics of deception.
Contohnya: Predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh BPK untuk daerah-daerah yang kemudian terbukti gubernur atau bupatinya ditangkap KPK karena korupsi. Politics of deception dalam ILC mengatakan: BPK tidak harus masuk terlalu detail dan teknis, dan wajar kalau ada indikasi korupsi kepala daerah yang lolos dari auditing mereka. Pertanyaan warasnya: bukankah BPK harus masuk (audit) sampai sedetail mungkin sehingga meminimalisir sedapat mungkin kemungkinan lolosnya berbagai indikasi korupsi? Kalau tidak berhasil masuk secara detail dan kemudian ternyata gubernurnya terkena status tersangka, bukankah itu bukti kegagalan BPK juga? Jangankan Sumatera Utara, Provinsi NTT yang selalu langganan peringkat 2 korupsi di NTT pun selalu lolos dari auditing BPK. Tetangga sebelah saya bilang: di negeri antah berantah, bukan Indonesia, kalau soal begini (mengapa provinsi korup tetap lolos dari audit “BPK”-nya), itu karena berlaku kebiasaan terhadap para auditor: pergi dijamu, pulang disangu!
Di tengah-tengah berbagai upaya untuk membebaskan negeri ini dari korupsi dan di tengah-tengah upaya untuk mempertahankan gubernur yang bersih di Pemilu DKI pada Februari yang akan datang, hendaknya kita selalu awas dan kritis terhadap orang-orang yang mengidap kebodohan etis serta para deceptoryang, sedihnya, lebih sering muncul di tipi dan media massa nasional, daripada orang-orang baik dan waras. Hati-hati! Tapi, kabar baiknya: rakyat Jakarta sudah cerdas-cerdas semua.
(Eh, ngomong-ngomong, untuk Ketua BPK, gimana kabar Panama Papers-nya? Bapak bilang, perusahaan itu telah beralih ke anak, atas sepersetujuan dan sepengetahuan Bapak. Tapi, ini sangat mengganggu kami, rakyat sederhana dan bodoh hukum ini: bukankah Bapak semestinya meng-audit dan mengingatkan perusahaan anak sendiri terlebih dahulu, baru meng-audit (pejabat) negara? Peace, Pak Ketua.)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H