Mohon tunggu...
Rikard Rahmat
Rikard Rahmat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

BPJS Kesehatan yang Nekad dan nan-Ambisius

23 Maret 2016   11:02 Diperbarui: 23 Maret 2016   11:18 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rakyat kecil juga pasti keberatan dengan kenaikan iuran itu. Bagi mereka, pemerintah harus subsidi. Namun, pada saat yang sama, pemerintah menyatakan tidak memiliki anggaran berlebih.  

Mungkin pemerintah dan DPR meniru-niru Amerika Serikat dengan ObamaCare-nya. Tapi kita lupa bahwa jauh sebelum ObamaCare itu berlaku, infrastruktur kesehatannya sudah relatif merata dan berkualitas di seluruh wilayah atau negara bagian. Itulah yang membuat mereka percaya diri menggolkan OBAMA-CARE. Di negara kita, ketimpangan infrastruktur sangat mudah terlihat. Kualitas infrastruktur BPJS Kesehatan di kota-kota saja masih jauh dari harapan.

Ketiga, sikap mental rakyat Indonesia. Seharusnya dulu sudah dipikirkan bahwa variabel menentukan terhadap keberhasilan program JKN tidak hanya menyangkut infrastruktur medis, tetapi juga “infrastruktur” mental warga negara. Mungkin kita meniru Amerika Serikat dengan ObamaCare-nya. Namun, yang tidak dilihat adalah mental kedua warga negara berbeda. Di negara maju seperti AS, kepedulian terhadap kesehatan cenderung tinggi. Oleh karena itu, para warganya lebih peduli pada pencegahan penyakit dibandingkan negara-negara berkembang seperti kita. Persoalan gizi dan pola hidup sehat menjadi bagian integral dari kepedulian itu. Selain itu, standar kesehatan mereka juga sudah relatif baik, sebagaimana tercermin dari usia harapan hidupnya. Kita masih jauh, namun sudah mencoba-coba meniru-niru sistem di Amerika Serikat.  

Jalan Keluar

Menurut saya, ada setidaknya 3 (tiga) jalan keluar. Pertama, revisi UU JKN. Di dalam undang-undang itu harus dipastikan bahwa dalam hal defisit, tanggung jawab negaralah untuk meng-cover, bukan tanggung jawab warga negara dalam bentuk kenaikan iuran, terutama rakyat miskin.

Kedua, defisit BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan menaikkan iuran peserta penerima upah minimal sebesar 100%, dengan catatan: mereka dapat dan bebas memilih Rumah Sakit langganan yang menurutnya baik dan nyaman. Selama ini, semua peserta diperlakukan sama (dan itu tidak fair): tunduk pada model layanan berjenjang. Jadi, mereka ini memiliki kartu khusus. Hal ini mengandaikan bahwa pemerintah (BPJS Kesehatan) mampu membuat perjanjian kerja sama dengan rumah-rumah sakit swasta besar, yang saling menguntungkan alias tidak membebankan salah satu pihak. Kalau hal ini diterima dan disepakati, pemerintah harus lebih serius menggalang keanggotaan dari perusahaan-perusahaan swasta. Dalam konteks ini, memberi punishment bagi perusahaan swasta yang lalai mendaftarkan anggotanya terasa lebih fair karena imbal baliknya setara, yaitu mendapat layanan kesehatan yang memuaskan.

Apakah pemilik perusahaan bakal menjadi korban? Tidak juga. Sebelum BPJS Kesehatan berlaku, perusahaan telah mengalokasikan anggaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan kesehatan karyawannya. Kalau ada perusahaan yang tidak mengalokasikan anggaran yang cukup, saya kira itu pemerintah (dalam hal ini departemen ketenagakerjaan) kurang tegas dan keras saja, sebab umumnya secara objektif mampu.

Ketiga, pada saat yang sama, pemerintah harus serius membenahi infrastruktur layanan kesehatannya di seluruh Indonesia. Kesan kami sebagai warga negara, pertambahan peserta BPJS Kesehatan tidak diimbangi komitmen menambah kualitas dan kuantitas infrastruktur layanan kesehatan secara merata di seluruh Indonesia. Akibatnya, keluhan yang sama berulang berkali-kali.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun