Mohon tunggu...
Rika Mrs Wijaya
Rika Mrs Wijaya Mohon Tunggu... -

Ingin Belajar Menulis dan Berfikir Positif...Calon Bunda yang sedang menanti malaikat kecilnya :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PTT... Sebuah Totalitas Pengabdian (^^,)

7 September 2010   04:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:23 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat sedang membaca status teman-teman dijejaring sosial FB, aku lumayan kaget dengan salah satu status temanku: " Make a big mistake to choose PTT....." katanya di status. Lalu karena bingung what the reason, aku merunut comments yang masuk, yah the reason are coz ga ada listrik, ga ada air bersih, dll.

Well, PTT (Pegawai Tidak Tetap) itu sendiri memang intinya adalah sebuah pengabdian, mengabdikan segala ilmu, pikiran dan tenaga kita di kalangan masyarakat terpencil. Dan knows, memang begitulah kondisi masyarakat yang kurang terjamah oleh teknologi. Listrik (berdasarkan pengalaman teman2ku yang PTT) bukannya tidak ada, tapi terbatas hanya dimalam hari. Itupun terkadang mati tiba2 gelap gulita. Air PAM ada di jam2 tertentu. Bagaimana kitanya memanfaatkan waktu saja. Dan seikhlas apakah diri kita melayani masyarakat kalangan bawah dan menerima rumah dinas dengan fasilitas apa adanya. Memang sebagian tentu tak terbiasa tinggal di kampung, apalagi jika di tempat sendiri terbiasa hidup dilayani.

Memang, PTT itu sebuah pilihan. Karena menjalani PTT bukanlah keharusan/kewajiban saat ini. Tapi, PTT adalah sebuah pengalaman, yang tidak kita temukan di kota. Andai kita PTT di kota besarpun, dengan jangka waktu yang lebih lama, suasananya berbeda dengan PTT di daerah. Bukan sekedar bagaimana kita mengabdi, but also how to survive our life. Masak, mencuci semua kita kerjakan seorang diri. Dan ketika kita memutuskan untuk ikut PTT, maka itu adalah konsekuensinya. Tak hanya sekedar gaji yang tinggi (biasanya mendapat gaji pokok dari pusat, dan insentif daerah, semakin sangat terpencil semakin besar sesuai tingkat pengorbanannya, menyebrang pulau, lautan, dll), juga tak sekedar mendapatkan surat masa bakti, tapi lebih dari itu sebuah kepuasan di hati mendapat pengalaman hidup yang sangat amat berharga, yang seumur kita praktek takkan terlupakan.

Plusnya PTT, tempatnya masih alami dan pure, banyak wisata alam yang bisa kita jelajahi. Nikmat...

Inilah yang membuatku iri kepada teman-temanku yang PTT, karena aku belum punya kesempatan untuk itu, untuk mendapatkan pengalaman berharga....bukan apa2, karena aku sudah berkeluarga. Aku hanya diizinkan PTT jika suamiku menemaniku. Dan untuk saat ini, belum bisa. Hehehe. Next year InsyaAllah hopefully.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun