Mohon tunggu...
Rikah Fuziah
Rikah Fuziah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Bukan seorang yang kreatif, tapi selalu mencari solusi inovatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Potensi Revolusioner 3D Food Printing untuk Melengkapi Sistem Ketersediaan Pangan di Indonesia

17 Mei 2024   00:20 Diperbarui: 17 Mei 2024   00:35 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3D food printing menawarkan keunggulan yang signifikan dalam hal efisiensi produksi makanan. Penerapan 3D food printing membuat proses produksi makanan menjadi lebih efisien secara waktu dan sumber daya. 

Selain itu, dalam hal kesehatan, 3D food printing memungkinkan kontrol nutrisi yang lebih baik dan menciptakan alternatif untuk makanan alergen atau sesuai dengan kebutuhan diet tertentu tanpa mengubah rasa dan penampilan. 

3D food printing juga dapat merancang dan menciptakan makanan dengan penampilan yang unik, dapat memperluas penggunaan bahan baku dengan penggunaan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan metode konvensional sehingga dapat mengurangi food waste dan bahan baku yang terbuang. 

3D food printing juga bisa menjadi pilihan yang lebih ramah lingkungan karena 3D food printing dapat menggunakan bahan baku alternatif seperti plant-based atau lab-grown meat. 3D food printing dalam teknologi hasil ternak dapat menawarkan solusi yang berpotensi membantu mengatasi tantangan lingkungan, etika, dan kesehatan yang terkait dengan produksi daging. 

Meskipun demikian, 3D Food Printing tidak secara langsung menggantikan peternakan konvensional. Namun, memberikan alternatif yang inovatif dan berkelanjutan untuk dapat melengkapi sistem pangan global secara keseluruhan.

3D food printing memiliki beberapa kelemahan yang perlu diatasi. 3D food printing memakan biaya produksi yang masih relatif tinggi, terutama untuk bahan-bahan khusus seperti bioink yang digunakan untuk mencetak produk daging. Hal ini membuat produk makanan yang diproduksi relatif mahal, sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar konsumen. 

Selain itu, terdapat tantangan terkait dengan regulasi dan keamanan pangan. 3D food printing merupakan teknologi yang relatif baru, sehingga belum ada kerangka regulasi yang mengatur standar keamanan dan perizinan produksi. 

Selain itu penerapan 3D food printing dalam produksi makanan juga membutuhkan keterampilan khusus sehingga diperlukan pelatihan yang intensif agar tenaga kerja dapat memahami dan mengoperasikan peralatan 3D printing dengan efektif. Sosialisasi dan edukasi tentang manfaat dan potensi teknologi 3D food printing juga sangat penting untuk meningkatkan penerimaan konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun