Mohon tunggu...
Rika Hadhi Febrianita
Rika Hadhi Febrianita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang

Sedang dalam Program Studi Ilmu Komunikasi S1

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Covid-19 dalam Kasus Kejahatan Dunia Maya

9 April 2021   11:44 Diperbarui: 9 April 2021   12:05 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Berjalannya waktu Teknologi Informasi dan Komunikasi semakin berkembang pesat, mengakibatkan dunia semakin "mengecil" dan "menyempit" mengartikan bahwa gerakan manusia berjalan hanya dalam media sosial saja, karena segala macama hal dapat diakses dalam satu sentuhan jari saja. Namun, ditengah pesatnya perkembangan inipun diikuti dengan maraknya penyalahgunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat meresahkan, yakni terjadinya kejahatan yang dilakukan yang dilakukan di Dunia Maya atau sering didengar dengan istilah Cybercrime. Kasus yang terjadi inipun meresahkan karena merugikan dan memberikan dampak negative kepada pihak pengguna, cybercrime inipun tidak hanya meliputi Indonesia tetapi juga global. Beberapa kasus kejahatan yang terjadi dipicu oleh maraknya pengguna E-Mail, E-Banking, E-Commer. Menurut Andi Hamzah (1989) cybercrime adalah kejahatan dibidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. Cybercrime adalah tindak kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer sebagai alat kejahatan utama. Merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi komputer khususnya internet.

 

Pembahasan

Pandemi Covid-19 telah menjadi bencana global yang cepat menyebar luas dan menyebabkan krisis kesehatan maupun ekonomi di berbagai belahan dunia. Berdasarkan laporan dari situs resmi yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) kasus terkonfirmasi positif Covid-19 per 7 April 2021 telah mencapai 132.046.206 jiwa di seluruh dunia. Sebagai tindak lanjut pandemi tersebut, pemerintah di berbagai negara menerapkan lockdown dengan tujuan untuk menahan laju virus di negara mereka, tak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, penerapan program serupa diwujudkan melalui Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pada kondisi disruptif, para pelaku industri berbondong-bondong mengadopsi teknologi informasi baru, sementara yang lain berpikir untuk mengganti model bisnis mereka, entah beralih ke layanan dan produk online atau menggunakan saluran bisnis baru (Caroell and Conboy 2020). Di tengah mewabahnya pandemi Covid-19, berbagai negara dihadapkan oleh kejahatan siber atau cybercrime yang kian meningkat dan mengargetkan kelompok-kelompok terkait Covid-19. Pandemi virus Corona digunakan turut memengaruhi lanskap ancaman siber secara global. Covid-19 telah menjadi topik paling hangat.

Dikutip dari Jurnal IPTEK-KOM (08/04/21) Penjahat dunia maya terus mencari vektor serangan baru selama pandemi Covid-19. Social distancing yang dilakukan sebagai bentuk protokol kesehatan telah meningkatkan ketergantungan pada TIK, sehingga penjahat dunia maya dapat mengeksploitasi pandemi untuk memfasilitasi berbagai aktivitas kejahatannya, seperti mencoba mengambil alih platform konferensi video yang digunakan dalam rapat atau aktivitas pendidikan online, penipuan online, dan pencurian informasi data pribadi (S. Hakak et.al. 2020).

Interpol dalam laporannya "Cybercrime: Covid-19 Impact" (2020) mencatat tiga jenis malware yang mendominasi serangan siber terkait pandemi Covid-19 yakni Emotet, Trickbot dan Ransomware. Trickbot dan Emotet merupakan jenis malware yang dirancang khusus untuk mencuri data. Keduanya bahkan menjadi jenis malware yang paling sering digunakan dalam kejahatan siber terkait pandemi. Umumnya, Trickbot dan Emotet dikirimkan sebagai lampiran dalam email phishing. Sementara ransomware ditujukan untuk memperlambat performa komputer hingga mengunci berbagai data penting atau sistem secara keseluruhan supaya tidak bisa diakses. Pada masa Covid-19, serangan ransomware umumnya ditujukan ke lembaga pemerintah dan institusi kesehatan yang kewalahan menangani wabah. Setelah serangan berhasil, pelaku akan meminta tebusan dalam jumlah besar. Layaknya yang terjadi pada komputer, ransomware juga dapat melumpuhkan atau mengunci gawai melalui aplikasi-aplikasi terkait Covid-19 yang terpasang.

Kejahatan Dunia Maya bukan hanya kejahatan yang telah terjadi di Indonesia, cyber crime adalah kejahatan yang telah mendunia, bahkan sudah melintas negara, melintas negara karena dampak kejahatan dilakukan oleh seseorang disebuah negara ternyata berdampak dinegara lain, hal ini disebabkan cyber crime adalah melintas waktu dan ruang. Di Indonesia sendiri tampaknya belum ada satu istilah yang disepakati atau paling tidak hanya sekedar terjemahan atas terminologi "cyber law". Sampai saat ini ada beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari "cyber law", misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).

Pembahasan mengenai ruang lingkup "cyber law" dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet. Secara garis besar ruang lingkup "cyber law" ini berkaitan dengan persoalan-persoalan atau ' aspek hukum dari E-Commerce, Trademark/Domain Names, Privacy and Security on the Internet, Copyright, Defamation, Content Regulation, Disptle Settlement, dan sebagainya. Electronic Commerce dan Domain Name adalah ruang lingkup atau area yang harus dicover oleh cyberlaw. Ruang lingkup cyberlaw ini akan terus berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi pada pemanfaatan Internet dikemudian hari. Hampir seluruh Negara di dunia sudah memikirkan dan mengantisipasi bagaimana cara mengatasi kejahatan ini, karena kejahatan dunia maya tidak baru terjadi sekarang ini, tetapi sudah terjadi tepatnya setelah adanya internet Sebelum adanya undang-undang ITE tahun 2008 yang merupakan satu-satunya udang-undang yang ada di Indonesia untuk menanggulangin masalah cyber crime maka selama ini Indonesia menggunakan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)didalam mengatasi masalah cyber crime yang terjadi. Tetapi saat ini, sejak dari tahun 2008 setelah disyahkannya undang-undang ITE tahun 2008 maka hukum di Indonesia mulai memberlakukan penggunaan undang-undang tersebut disetiap terjadi kejahatan dunia maya. Sebenarnya Indonesia sudah tertingal jauh menangani masalah yang berkaitan dengan cyber crime, tertinggal jauh dalam menyiapkan perangkat hukum dalam mengatasi masalah cyber crime. Negara-negara tetangga seperti Malaysia, singapura, brunai dan Thailand sudah lama memiliki kebijakan dan udang-undang untuk mengatasi masalah kejahatan yang terjadi di dunia maya.

Daftar Pustaka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun