Menurut Elias dkk dalam Syamsul Hadi (2011, h. 5) pembelajaran sosial dan emosional adalah "the process through which children and dults develop the skills, attitudes, and values necessary to acquire social and emotional competence". Dimana anak-anak, orang dewasa berproses dalam mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai untuk memperoleh kompetensi sosial dan emosional.
Sejalan dengan pendapat di atas, Zins dkk (2011) memaknai pembelajaran sosial dan emosional sebagai proses dimana anak-anak meningkatkan kemampuan mereka untuk mengintegrasikan pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai tugas-tugas sosial yang penting.
Musringati dalam Ina Maria (2018) menyatakan pembelajaran sosial emosional ini bertujuan agar anak memiliki kepercayaan diri, kemampuan bersosialisasi, dan kemampuan mengendalikan emosi. Agar anak lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara lebih luas. Pembelajaran ini berisi keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan anak dalam menghadapi masalah. Pembelajaran ini sekaligus mencari alternatif solusi dan mengajarkan mereka agar memiliki perilaku yang santun, bermoral dan beretika
Goleman (dalam Elias, 1997) menjelaskan kecerdasan emosional terdiri dari lima bidang,yaitu 1) self-awareness; mengenal perasaan (kesadaran) karena berada dalam situasi kehidupan nyata; 2) managing emotions; mengatur emosi dengan perasaan yang kuat sehingga tidak kewalahan dan terbawa oleh emosi, 3) self-motivation; motivasi diri yang berorientasi pada tujuan dan mampu menyalurkan emosi ke arah hasil yang diinginkan, 4) empathy and perspective-taking; berempati dan mengenali emosi dan memahami sudut pandang orang lain, 5) social skills, kemampuan menjaga hubungan baik di lingkungan
Dalam modul program pendidikan guru penggerak, setidaknya terdapat 5 kompetensi sosial emosional yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu (1) kemampuan mengenali emosi, (2). Kemampuan mengelola emosi dan fokus (3). Memiliki kesadaran sosial -- keterampilan berempati (4). Memiliki daya lenting/reseliensi-keterampilan berhubungan social (5). Kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Kompetensi ini merupakan hasil pengembangan dari teori/pendapat para ahli. Fasilitator dan pendamping praktik menginginkan agar calon guru penggerak dapat mengimplementasikannya dalam aksi nyata.
Seorang guru dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, menemui banyak hambatan. Faktor penghambat tersebut datangnya dari internal dan eksternal. Demikian halnya yang terjadi dengan peserta didik. Ketika akan memulai pembelajaran, guru tidak mengetahui apa sebenarnya yang sedang mereka alami dan rasakan secara emosional. Padahal, faktor kesiapan (readiness) menjadi hal utama yang mesti diperhatikan oleh guru sebelum memulai pelajaran. Salah satu diantaranya kesiapan aspek emosional siswa.
Berbagai penelitian mengungkapkan kompetensi sosial emosional berperan penting dalam kehidupan. Menurut Goleman dalam Hafizah Delyana (2020, h. 1), keberhasilan hidup seseorang lebih ditentukan oleh kemampuan emosionalnya dibandingkan kemampuan intelektual. Kemampuan sosial emosional merupakan landasan perkembangan kemampuan anak. Hal ini sejalan dengan pendapat Erbe Sentanu dalam buku "Quantum Ikhlas" (2019, h. 22) manusia sempurna adalah manusia yang hidup seimbang dan utuh dengan seluruh kecerdasannya, yakni kecerdasaan fiscal, intelektual, emosional dan spiritual.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H