Saya tuh skeptis, memang susah ya bikin aplikasi kesehatan yang totalitas untuk melayani masyarakat? Zaman sekarang, loh.Â
Melansir dari berbagai situs milik Kemenkes di laman pencarian sekelas Google, APBN Kementerian Kesehatan tahun 2023 mencapai Rp85,5 triliun dari Rp178,7 triliun total anggaran kesehatan, atau sebesar 47,8%
Selain itu, dana juga dikucurkan untuk kebutuhan Dinas Kesehatan tiap provinsi salah satunya Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mendapatkan sekitar Rp11,5 triliun dari APBD 2023 dilansir dari laman Kompas.com
Dekonsentrasi anggaran memang difokuskan untuk pembelian alat kesehatan tiap rumah sakit, biaya tersebut juga mencangkup berbagai program dan rencana kerja dinkes lainnya di tiap puskesmas dan RSUD. Hal ini juga meliputi tujuan pemerintah Indonesia dalam menangani stunting dan berbagai kasus lainnya berkaitan kesehatan. Melihat dari pernyataan tersebut, memang tak ada yang salah. Bagaimana cita-cita kementerian yang memang baik dan diharapkan rampung setiap tahun. Tapi, apa pernah terpikirkan untuk memperbaiki hal-hal yang sebenarnya vital bagi masyarakat yaitu pelayanan satu pintu untuk dapat mendaftar di tiap rumah sakit?Â
Di zaman yang serba daring, sudah sepantasnya Dinkes DKI dalam hal ini dapat beradaptasi lebih dalam. Tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura contohnya, mereka sudah menerapkan ragam aturan yang tak menuntut seorang pasien membawa lembaran kertas yang tak perlu. Karena semua data sudah direkam dalam satu kartu yang ciamik, pelayanan daring pun siap. Telepon? Tidak ada kata sibuk di nada menunggu.Â
Dari total anggaran yang disiapkan, rencana kerja kementerian kesehatan juga menyebutkan untuk pemeliharaan, peningkatan sistem aplikasi yang memudahkan masyarakat dalam mendaftar fasilitas kesehatan terdekat. Lantas, apakah hal tersebut sudah semakin berkembang atau stagnan? Apa jawaban dari Dinkes DKI dalam hal ini?Â
Peluncuran aplikasi JakSehat yang diawali dari yang bersifat sederhana hingga saat ini yang sudah mulai dapat disebut aplikasi adalah bukti Dinkes DKI yang mulai berbenah. Walaupun bersifat regional, seharusnya lebih dikembangkan lagi dan masalah yang sebagian orang keluhkan juga tak muncul seperti status pendaftaran yang tak diketahui/tidak muncul dan bahkan tidak jelas statusnya karena tidak adanya bukti pendaftaran berupa barcode.Â
Bagaimana pun rumah sakit juga tidak semuanya menerapkan prinsip "gak ribet", karena setelah daftar secara daring melalui aplikasi JakSehat pun, rumah sakit juga meminta buktinya berupa barcode, kertas rujukan, lembar fotocopy KTP. Apa hal ini sudah cukup menandakan bahwa diperlukan perubahan yang signifikan dalam rencana kinerja dari kementerian kesehatan hingga di tingkat terkecil?Â
Evaluasi suatu kinerja juga penting, penilaian tiap bulan seharusnya dapat diketahui secara luas melalui sosial media. Rilis transparansi total anggaran pembuatan aplikasi seharusnya juga ditampilkan, apa saja benefitnya dan bagaimana performanya suatu aplikasi dikira sangat penting untuk masyarakat tahunÂ
Lantas, kemana lagi para pasien ini mengeluh, termasuk saya? Di play store? Sudah banyak yang memberi rating rendah. Rumah sakit sebagai faskes pun cenderung bungkam.Â
Jangan jadikan aplikasi JakSehat sebagai dalih "mengikuti perkembangan zaman" Kalau dirasa belum siap.Â
Viva la vida.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H