Kedua, coba bikin organisasi pemuda-pemudi yang benar-benar organisasi bukan kumpulan arisan. Warga Depok pasti banyak yang pintar, ahli dan ingin perubahan, coba bangun dari dasar, dari sekelas RT-RW, fungsikan para duta yang terpilih, organisasi sejenis atau mungkin abang-mpok Depok yang jarang kelihatan.Â
Ketiga, UMKM Depok sebenarnya banyak bangeet tapi mereka masih terbelenggu para jawara yang jadi preman juga, apa lagi ada Ormas yang minta uang keamanan. Kalau ditanya, toh ditemenin juga sama pak Pulisi dan satpul. Saya pernah wawancara seorang pedagang di salah satu Setu yang jadi tempat wisata baru-baru ini. Dia dipalak 30 ribu per hari, itu pun belum termasuk uang rokok, kadang nyopet es atau kopi. Parkir liar juga dikuasai Ormas, sekali parkir di bahu jalan kena 2000 berbekal kertas nomor yang ditempelin sama ibu-bapak-bocah baru lulus SMP.Â
Keempat, perbaiki kualitas udara. Taman bermain banyakin. Muda-mudi Depok lagi banyak-banyaknya dan istilah ngelancong jangan lagi di dalam perumahan warga, kuburan, apa lagi tanah kosong, kasihan banget kan?Â
Kelima, strategi politik di Depok itu gampang kalau anda sekalian dekat dengan pemuka agama, pemuka masyarakat, punya uang kampanye, kenal perusahaan media pers di sana dan yang penting kamu punya keluarga/koneksi orang yang berpengaruh dan dikenal warga Depok asli (contoh, tokoh asli Betawi).Â
Bukan rasis, tapi memang (sebagian) warga Depok saat ini masih ada yang melihat "suku, agama, pekerjaan" Sebagai tolak-ukur dalam kriteria pemimpin. Memang sangat disayangkan, tapi saya berharap hal ini segera usai bagaimana tujuan kita adalah kota yang maju dan IDAMAN bagi segala umat.Â
Two ways to tangoÂ
Viva la vida.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H