Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pertolongan Pertama pada Diri Sendiri

17 Januari 2024   10:16 Diperbarui: 26 Januari 2024   18:33 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kedekatan hubungan orangtua dan anak. Sumber: FREEPIK/tirachardz via KOMPAS.com

Kira-kira 15 tahun silam saya mendatangi acara syukuran baptis dari anak sepupu saya. Selayaknya orang Batak yang berkumpul, tidak afdhol dong kalau belum mandokhata, alias mengucapkan sepatah dua patah kata/paragraf/kalimat/esai pada yang empunya hajatan.

Seorang sepupu bilang begini kepada orang tua dari anak yang dibaptis:

"Kakak, Abang, ingatlah kalau di pesawat terbang ada perubahan tekanan udara, pramugari akan menyuruh kita yang orang dewasa untuk memakai masker oksigen terlebih dahulu, sebelum menolong orang lain, termasuk anak kita sendiri. Janganlah sebagai orang tua, Kakak dan Abang lupa merawat diri karena sibuk merawat anak."

Bertahun-tahun kemudian setelah saya memiliki 1, 2, dan kemudian 3 anak, saya masih mengingat dan mengamini betul kata-kata si sepupu. Bagaimana mungkin saya merawat anak saya dengan beres kalau saya menelantarkan diri sendiri? Saya harus merawat diri sendiri secara fisik, mental, dan psikis supaya bisa maksimal dalam melayani orang lain, dalam hal ini keluarga inti saya.

IKATAN BATIN DI ANTARA ORANGTUA DAN ANAK

Orang tua dan anak pada umumnya memiliki ikatan batin yang kuat. Orang tua dapat merasakan apa yang anak rasakan dan sebaliknya. Ketika perasaan itu tidak terdefinisi, ada insting yang bekerja bahwa sesuatu sedang tidak beres, sesuatu sedang akan terjadi, dan hal-hal semacam itu.

Waktu saya duduk di bangku SMA kedua orang tua saya bertengkar hebat, entah tentang apa. Saya lupa, ayah dan ibu saya pun lupa karena itu sudah hampir 25 tahun lalu. Begitulah manusia, sesudah isunya lewat barulah tersadar. Oh cuma segitu aja, ngapain gua waktu itu heboh banget. This too shall pass dan penyesalan selalu datang belakangan, nggak kayak pendaftaran.

Ketika itu keluarga kami masih berinteraksi dan beraktivitas dengan normal, tapi di bawah radar saya gelisah sekali. Rasanya seperti tahu gempa bumi itu sudah datang, tapi saya masih terpaku di depan alat pengukur kekuatan gempa menunggu jarumnya menunjukkan angka 8 skala Richter. Something big was coming and it was explosive.

Pada bulan-bulan pertama saya menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, kedua orang tua saya rajin menelepon tanpa alasan. Dan timing-nya selalu tepat. Ibaratnya seperti mendengus pada diri sendiri dan mengeluh 'aku capek banget, aku kesepian banget, nggak ada orang yang mengerti aku', dan tak lama kemudian HP berbunyi karena Bapak atau Mama akan menelepon buat menanyakan kabar (yang sebenarnya baru ditanyakan kurang dari 24 jam sebelumnya).

Demikian kuatnya ikatan batin dan bisa dibilang telepati di antara orang tua dan anak tanpa memandang waktu dan jarak, bahkan setelah anaknya berumah tangga, sehingga saya selalu mawas diri akan kondisi emosi saya yang bisa memengaruhi kondisi emosi anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun