Tidak ada analogi lebih tepat di dunia ini untuk menggambarkan penyaringan dan pemurnian sifat-sifat manusia selain analogi proses kerja mesin cuci.
Beberapa waktu  lalu saya bicara tentang kulkas, pengaturan dan pembersihannya, yang menimbulkan bibit-bibit kontemplasi di dalam diri saya dan menelurkan satu buah tulisan tentang:
1. kapasitas,
2. menunda-nunda urusan, dan
3. belajar melepaskan.
Kemarin malam, setelah memperbaiki mesin cuci yang lagi-lagi ngadat, saya terduduk di depannya, memandangi mesin yang mulai bekerja semenjak semua baju kotor dimasukkan dan tombol 'Play' ditekan.
Begitu banyak pakaian yang harus dicuci.
Begitu banyak kotoran dan beban yang harus ditanggalkan.
Begitu banyak sabun dan air yang dibutuhkan.
Begitu lama waktu dan begitu besar energi yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pakaian yang bersih dan layak dikenakan.
Melihat pakaian-pakaian itu direndam dengan air sabun, diputar dan saling dibenturkan, diperas dengan kekuatan mesin, berulang kali sampai tidak ada lagi residu deterjen yang tertinggal di dalam serat kain, saya mau tak mau teringat sebuah pepatah ini:
Besi menajamkan besi.
Manusia menajamkan manusia.
Tidak ada manusia yang sempurna, yang ada hanya manusia yang meniti jalan menuju kesempurnaan menurut ideologi dan paham yang dia anut.
Ada yang ingin serupa dengan seorang tokoh besar, ada yang ingin menuruti semua perintah di dalam kitab suci, ada juga yang puas hanya dengan hidup baik-baik saja, diam-diam saja dan tidak menonjolkan diri asal tidak mengganggu orang lain.
Akan tetapi, kita semua menyadari dan memahfumi, kita ini manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan, dosa, dan ketidaksempurnaan. Dan, dalam kehidupan kita berjuang untuk memperbaiki diri, memperbaiki sifat, menuju kesempurnaan yang kita canangkan menurut kepercayaan masing-masing.
Besi menajamkan besi, manusia menajamkan manusia.
Manusia tidak bisa menjadi lebih baik jika ia tidak berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan interaksi sosial manusia mengecek pemahamannya akan dirinya sendiri, mengecek pengertiannya akan dunia beserta subjek lain yang berada di dalamnya (an sich), dan menyelaraskan serta menempatkan dirinya relatif terhadap posisi orang lain.
Sebab manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan approval dari orang lain, entah itu di dunia nyata ataupun di dunia maya. Oleh karena itu kita suka jika kita dilihat, dikenali, diakui, dan dianggap oleh orang lain. Semua perasaan itu mendatangkan kesenangan dan memvalidasi keberhargaan kita sebagai manusia.
Kembali ke mesin cuci....
Dari memandangi mesin cuci saya jadi teringat semua interaksi sosial yang pernah saya lalui, mulai dari unit terkecil di dalam masyarakat, yaitu keluarga di mana saya terlahir.
Saya bukan anak tunggal, jadi sepanjang hidup saya belajar menyesuaikan diri dengan dan menjalankan peran sebagai anak pertama dengan dua orang adik. Saya juga bermanuver untuk berperilaku seperti seorang keponakan dan cucu yang baik, tidak banyak tingkah, dan tidak membuat malu kedua orang tua saya.
Interaksi sosial yang saya jalani kemudian pada masa sekolah lebih beragam lagi. Mulai dari membuat tugas bersama teman semeja (iya, jaman dulu anak-anak sekolah berbagi meja, tidak seperti jaman sekarang di mana setiap anak memiliki meja dan kursi yang dedicated untuk mereka), membuat tugas secara berkelompok dengan teman-teman sekelas, dan pada skala yang lebih besar mengerjakan proyek di organisasi siswa (OSIS) atau klub yang didirikan atas kesamaan minat.
Semua tempat di mana saya tergabung, semua interaksi yang saya lakukan dengan orang-orang itu pada masa itu (yang sekarang hanya tersisa sebagai ingatan yang kabur dari masa lalu), dilambangkan dengan sangat baik oleh mesin cuci yang selama hampir dua jam membanting, membenturkan, mengaduk-aduk banyak sekali pakaian kotor demi mendapatkan pakaian bersih.
Kemauan dan ego saya dibenturkan dengan kemauan dan ego orang lain.
Ide dan pemahaman saya dibenturkan dengan ide dan pemahaman orang lain.
Cara kerja dan proses kerja saya saya dianalisa dan disesuaikan dengan cara kerja dan proses kerja orang lain.
Benturan, gesekan, perbedaan pendapat, pertengkaran, dan seterusnya, diterima sebagai bagian dari proses pemurnian. Toh saya (dan orang lain) tidak ingin menjadi orang yang begitu-begitu saja seiring dengan pertambahan usia. Saya, dengan segudang sifat buruk yang saya sadari betul, tentu ingin menanggalkan sifat-sifat itu dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih berguna dan approved secara sosial.
Oleh karena itu, di dalam tulisan ini saya sangat menganjurkan anak-anak untuk berorganisasi sejak usia muda, karena di dalam organisasi kita berkesempatan untuk 1) mengenal diri sendiri, 2) mengenal orang lain, dan 3) mengelola ekspektasi ketika kita bekerja sama dengan orang lain.
Semua sifat baik dan buruk seseorang, apa yang ada di alam bawah sadarnya atau yang dia sengaja munculkan ke permukaan, akan terlihat ketika seseorang diberi tugas yang mengharuskannya BEKERJA.
Interaksi di ruang kelas terbatas pada hal akademik, padahal kita tahu bahwa kehidupan setelah lulus kuliah adalah lebih kompleks, lebih menantang, dan lebih mencekam. Interaksi di dalam organisasi memiliki tujuan: ada pekerjaan yang harus diselesaikan oleh anggota organisasi. Semua konflik pribadi, perbedaan kepentingan, dan seterusnya harus disimpan dan dinomorduakan demi mencapai tujuan organisasi terlebih dahulu.
Dan ketika mesin cuci sudah berhenti berputar, saya membuka pintunya dengan perasaan senang. Sambil mengebas satu per satu pakaian yang hendak dijemur, saya menghirup aroma pewangi yang sangat pekat, yang saya harap akan menetap selama musim hujan ini.
Begitu bersih, begitu layak pakai, begitu menyenangkan melihat hasil dari mesin cuci yang bekerja dengan baik.
Demikianlah halnya dengan orang-orang yang sudah dibenturkan, disaring, dan dimurnikan di dalam komunitas yang bernama keluarga, sekolah, tempat kerja, organisasi, dan lain sebagainya. Begitu memiliki sifat baik dan dapat bekerja sesuai dengan kapasitas masing-masing.
Demikianlah filosofi yang saya bisa pelajari dari sebuah mesin cuci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H