Waktu saya kecil dan tumbuh besar, saya melihat kulkas sebagai bagian krusial di dalam keluarga.
Orangtua menyimpan bahan makanan di mana? Kulkas.
Orangtua menyimpan makanan sisa dari malam hari di mana? Kulkas.
Orangtua menaruh sepatu saya yang basah karena hujan di mana? Di belakang kulkas, supaya besoknya sepatu tidak lembap-lembap amat.
Sebegitu pentingnya peran sebuah kulkas sehingga saya ingat betapa paniknya orangtua saya ketika kulkas di rumah mulai menunjukkan tanda-tanda akan rusak.
Kulkas pertama kami bermerk National berwarna hijau lumut, dibeli oleh Mama setelah menabung setengah gaji selama satu tahun penuh, satu tahun setelah saya lahir.Â
Setelah berulang kali bermasalah dengan sistem pembekuan es, pembuangan air sisa, dan sebagainya, akhirnya kulkas tua pensiun waktu saya berusia 20 tahun.
Nah, waktu hendak membeli kulkas baru, orangtua saya pun berpikir kompleks. Karena barang pertama mereka sedemikian bagusnya, mampu bertahan sedemikian lamanya, mereka jadi sangat teliti membeli barang pengganti.Â
Di tengah ketiadaan internet ketika itu, orangtua saya mengadakan market research dengan bertanya kepada banyak orang, para pemilik kulkas merk lain dan para pemilik toko elektronik.
Kulkas merk apa yang bagus? Maklum merk National sudah tidak terbeli mengingat jumlah anak sudah 3 orang, jadi mereka terbuka pada opsi lain.