Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu Mengajari Saya Tentang Rasisme

6 Desember 2020   23:52 Diperbarui: 7 Desember 2020   00:00 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan Ibu jika beliau tidak menunggu momen yang tepat untuk menjelaskan pada saya apa itu rasisme. Beberapa bulan setelah saya lulus SMP, beliau tiba-tiba mengatakan kalimat-kalimat berikut ini ketika saya sedang menemaninya berkebun.

"Rasisme atau kebencian atas suatu ras adalah contoh kekonyolan manusia yang paling tidak masuk akal. Setiap orang bisa memilih beragama apa, masuk partai politik mana, menikah dengan siapa, dan seterusnya. Iya'kan? Namun tidak ada seorang pun yang bisa memilih terlahir di tengah ras dan bangsa apa, berkulit terang atau gelap, bermata hitam atau biru, tidak ada."

Ibu menarik napas dalam-dalam lalu melanjutkan, "Jika tidak ada seorang pun manusia yang bisa memilih rasnya, maka tidakkah aneh ketika rasnya dianggap sebagai sebuah kejahatan? Tidakkah aneh jika manusia dikucilkan karena asal ibu dan bapaknya, karena banyak tidaknya jumlah rambut di lengannya? Padahal tidak ada satu pun dari hal itu yang manusia bisa pilih sebelum lahir ke dunia ini."

Saya kira Ibu sudah melupakan kejadian ketika saya masih SD itu, tapi ternyata belum. Sebenarnya Ibu ingin sekali langsung berdiskusi dengan saya, tapi saat itu beliau pun sedang berjuang melawan rasisme yang beliau alami di tempat kerja.

Dari namanya orang sudah tahu bahwa beliau bukan penduduk setempat. Dan di tempat kerjanya, sulit sekali mendapatkan pengakuan dan penghargaan jika seseorang bukan bagian dari masyarakat lokal, walaupun orang itu bekerja dengan sangat baik dan berprestasi.

Sontak saya membalas dengan pertanyaan, "Kalau masalahnya bukan di aku, jadi masalahnya di mereka? Di orang-orang yang mengejek rambutku yang keriting atau nama Ibu yang terdengar aneh?" Saya sangat ingin mendengar Ibu mengiyakan. Saya sangat ingin mendengar Ibu menyalahkan orang lain, tapi ternyata Ibu memberikan reaksi yang berbeda.

"Tidak segampang itu, Sayang. Mereka juga adalah korban dari sistem, dari mitos dan kepercayaan yang dibangun selama bertahun-tahun, berpuluh-puluh tahun. Anak-anak diajari oleh orang tuanya bahwa ras mereka lebih unggul. Para orang tua diajari begitu juga oleh orang tua mereka."

"Di tengah kondisi seperti itu, susah untuk memiliki pola pikir yang berbeda. Sulit untuk berpikir terbuka dan menerima ras lain karena sehari-hari tidak ada ras lain yang berinteraksi dengan mereka. Rasanya hampir mustahil membuka mata mereka tentang keberadaan suku bangsa lain dengan karakteristik mereka sendiri. Masalahnya bukan mana ras yang lebih unggul atau lebih buruk. Kita ini hanya berbeda; kita ini diciptakan berbeda-beda."

Kalimat demi kalimat yang Ibu ucapkan saya resapi baik-baik. Jika tidak ada manusia yang bisa memilih terlahir sebagai ras apa, maka dia tidak boleh dibenci karena rasnya. Bisa saja di tengah perjalanan hidup seseorang mengubah warna kulit, warna rambut, dan warna matanya, tapi semua usaha itu tidak bisa mengubah asal-usul darah dan keluarganya.

Oleh karena itu, saya juga tidak boleh membenci ras dari orang-orang yang bersikap rasis terhadap saya. Mereka tidak bisa memilih terlahir sebagai ras itu, saya juga tidak, jadi buat apa membenci sesuatu yang di luar kendali kita?

Satu hal lagi yang Ibu katakan pada sore itu adalah, di tengah semua bangsa ada orang baik dan orang jahat dan beliau berdoa supaya saya menemukan orang-orang baik dari semua ras dan suku bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun