Saya tidak tahu persis bagaimana perjalanannya di dalam dunia kebahasaan kita, sehingga aforisme yang disebut sebagai peribahasa di dalam bahasa Indonesia bergeser wujudnya dari sebuah kalimat menjadi sebuah tulisan pendek seperti yang dicontohkan oleh Putu Wijaya.
Izinkan saya mengutip beberapa contoh aforisme lain.
BAIK
Baik tidak berarti apa-apa kalau kau tak sanggup menikmatinya. Baik akan dahsyat meledak jika sebelumnya kau runyam. Jadi ada baiknya kaurasakan yang tak baik agar mengerti kata baik dan sebaliknya. Hanya saja lebih baik jangan terbalik.
MANDI
Kalau terlalu banyak yang dikerjakan, mandi pun menjadi siksaan, kenapa harus mencuci diri padahal tidak ada yang harus dibersihkan, karena kerja adalah awal dari rasa nikmat katamu sekali lagi sehingga aku menjadi malu dan melihat semua kerja adalah ibadah.
Menurut pengamatan saya, ketika aforisme dikembangkan dari satu kalimat ringkas menjadi serangkaian kalimat seperti contoh di atas, adakalanya ketajaman maksud awalnya menjadi tidak tercapai. Saya masih bisa memahami aforisme berjudul "Baik", namun yang berjudul "Mandi" membingungkan saya.
Apa sebab? Karena ada keterlibatan pihak selain penutur aforisme yang ditunjukkan oleh penggalan "katamu sekali lagi", padahal biasanya aforisme adalah kalimat yang searah dari penulis (atau penutur) ke pembaca (atau pendengar) aforisme tersebut.
Membaca aforisme yang ditulis oleh Putu Wijaya, saya jadi ingin menulis aforisme versi saya sendiri. Sekali lagi, saya bukan seorang ahli bahasa ya. Saya hanya seorang penikmat bahasa yang mungkin sudah ketinggalan banyak berita terbaru seputar perkembangan bahasa Indonesia.
Jika pembaca tulisan saya ini mempunyai informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan aforisme, saya akan dengan senang hati menyimaknya.
Berikut ini beberapa aforisme yang saya rumuskan.
ADIK
Lahirmu di fajar yang berbeda, namun kau berasal dari darah dan tulang yang sama. Langkahmu mengikuti jejakku. Sampai waktu yang terukur kita menjalani hari berdua.
WAKTU
Kukejar, tapi kau terus laju. Kupanggil, tapi kau tak menoleh. Kubangun benteng untuk membendungmu, tapi kau tembus terus. Kuminta kau berhenti, tapi kau hanya berdecak dan meninggalkanku.