Itu hanya tiga dari banyak sekali alasan yang saya dengar langsung dari orang-orang yang saya kenal.
Minggu depan tepat satu bulan sejak kami disuruh untuk #DiRumahAja. Anak-anak saya sudah dijadwalkan untuk masuk sekolah dan les kembali pada tanggal 20 April 2020, tapi bagaimana kalau homelearning diperpanjang?
Guru-guru sekolah akan tetap digaji, tapi guru-guru les akan makan apa?
Banyak yang mengira guru-guru memberi les sebagai pekerjaan tambahan di samping mengajar di institusi yang lebih solid. Hal ini mungkin benar untuk guru-guru les mata pelajaran. Akan tetapi untuk guru-guru yang mengajar piano, renang, bahasa Mandarin, Kumon, taekwondo, coding, dan lain sebagainya, sumber penghasilan mereka hanya dari memberi les.
Di tengah pandemi seperti ini, bagaimana dengan keberlangsungan nafkah mereka?
Seorang teman saya di Jakarta menghentikan les renang anaknya di awal bulan Maret begitu ada pengumuman pasien Covid-19 pertama di Indonesia. Guru renangnya mengerti kekhawatiran teman saya dan berniat mengembalikan uang les yang sudah terlanjur dibayar. Teman saya menolak dan bahkan tetap membayar uang les bulan April padahal anaknya tidak les.
Kekhawatirannya wajar: bagaimana kalau guru renang anaknya ternyata carrier? Namun ia juga mempedulikan nasib sang guru, dan tidak mempermasalahkan kapan anaknya akan menerima pengajaran sesuai dengan biaya les yang sudah dibayar.
Kepeduliannya sangat saya kagumi dan ingin saya teladani. Selama penghasilan kita masih bisa mencukupi kebutuhan kita, jangan hentikan saluran berkat itu buat mereka.
Pekerjaan di bidang servis, hospitality, dan pariwisata memang terdampak paling parah, padahal begitu banyak orang menggantungkan nafkah di sana. Sudah tak terhitung berapa restoran, kafe, salon, tempat refleksi, tempat les segala macam yang tutup di sekitar rumah saya, karena orang takut berdekatan dan berkumpul dengan orang lain.
Jika kita masih mampu membayar dan guru les menawarkan, jangan ragu untuk mengijinkan anak diajar lewat video call. Memang betul kita perlu gawai dan kuota internet. Mengoreksi kesalahan pun memang lebih mudah dilakukan secara langsung daripada melihat lewat layar.
Tapi semuanya mungkin. Sulit iya, tapi tidak mustahil. Apalagi kalau teknologi menjadi lebih canggih dan augmented reality diterapkan di aplikasi. Mungkin tipe interaksi kita nantinya akan berubah, dari tatap muka menjadi cukup tatap layar.