Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Dari Mana Ide Tulisan Datang?

5 April 2020   00:00 Diperbarui: 5 April 2020   00:30 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: dokpri


Kalau saya jawab 'dari mana-mana' pasti saya ditimpuk oleh pembaca. Ya iyalah, ide tulisan datang dari mana-mana, tapi bagaimana memilah dan mengerucutkan ide-ide itu sehingga menjadi tulisan yang layak tulis dan layak baca?

Di situlah tantangannya.

Yang disebut ide itu bertebaran: implisit di dalam benak saya dan kamu, dan eksplisit di dalam interaksi sehari-hari kita dengan orang lain, satu arah maupun dua arah.

Ide yang implisit biasanya dikeluarkan karena ada pemicunya. Misal, saya melihat seorang ibu sedang menggendong bayinya. Terbersitlah ide di benak saya untuk menuliskan apa yang saya ingat waktu ibu saya dulu menggendong saya. Atau bagaimana perasaan saya ketika menggendong bayi saya sekarang.

Ide yang eksplisit kita tangkap dari interaksi sosial kita. Interaksi satu arah adalah saat kita menjadi penerima informasi dari media (media massa/media sosial/dan lain sebagainya). Interaksi dua arah adalah saat kita bercengkerama dengan orang lain. Apa yang kita tuliskan kemudian adalah bukti reaksi kita terhadap interaksi tersebut.

Kalau boleh berbagi pengalaman, pengejewantahan ide, baik yang didapat secara implisit maupun eksplisit, akan menghasilkan dua jenis tulisan saja.

1. Opini

Semua orang memiliki opini. Untuk semua hal, semua orang memiliki pendapatnya sendiri. Saat ada pemicu yang membuat kita berespon, opini kita akan pemicu itu bisa menjadi sebuah ide untuk tulisan.

Pemicu yang dimaksud bisa berupa pernyataan orang lain, atau informasi baru, atau konflik di dalam diri kita karena apa yang kita pahami selama ini ditantang oleh pemikiran baru. Apapun pemicunya, opini yang kita keluarkan hanya ada dua jenis: setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka.

Buatlah pernyataan setuju/tidak setuju dan suka/tidak suka kita menjadi kalimat pertama yang mengawali tulisan. Setelah itu bangunlah argumentasi mengapa kita berpendapat demikian. Argumentasi kita bisa didasarkan atas pengalaman pribadi/orang lain, pendapat orang yang berpengaruh, kebenaran yang berlaku secara umum, anjuran pihak berwenang, atau hal lain.

Sebagai contoh, ada pernyataan:

Wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga menyia-nyiakan pendidikan tinggi yang dienyamnya.

Saya kemudian mendapat ide untuk menuliskan opini terhadap pernyataan tersebut.

Saya tidak setuju. Menurut saya, saat wanita yang berpendidikan tinggi memutuskan untuk berhenti bekerja, ia dapat menggunakan ilmunya untuk mengelola rumah tangganya dengan lebih efektif dan efisien. 

Atasan di kantor saya dulu pernah membagikan pengalaman pribadinya sebelum saya memutuskan untuk berhenti bekerja. Dia seorang wanita karir yang anaknya diberi obat tidur selama satu tahun oleh pengasuhnya. 

Ia bekerja di pabrik dari hari Senin sampai Sabtu selama bertahun-tahun dan teramat sibuk. Waktu perbuatan pengasuh itu ketahuan, anaknya sudah mengalami keterlambatan berbicara dan berjalan sampai akhirnya memerlukan terapi. 

Satu bulan sebelum saya melahirkan anak pertama, ibu itu mengundurkan diri dari perusahaan. Dia memberi saya bahan pertimbangan, bahwa anak adalah harta yang tak ternilai harganya dan waktu tak dapat diputar kembali. Pengalamannya memperkuat keputusan saya untuk menjadi ibu rumah tangga.

Dari satu pernyataan saya bisa menuliskan 125 kata sebagai opini saya. Kamu pun pasti bisa.

2. Deskripsi

Saat pikiran kita mentok dan tidak ada ide tulisan yang muncul di benak kita atau muncul akibat interaksi sosial, cara paling mudah untuk menulis adalah dengan membuat tulisan yang bersifat deskripsi. Di sini penggunaan panca indra kita lebih ditekankan daripada saat kita menulis opini.

Berdiamlah sejenak. Tutup matamu dan bernafaslah secara teratur. Tenangkan pikiranmu. Hitung sampai sepuluh lalu buka matamu.

1. Di mana kamu berada sekarang?

2. Apa yang kamu lihat?

3. Apa yang kamu dengar?

4. Apa yang kulitmu rasakan?

5. Aroma apa yang kamu cium?

6. Rasa apa yang tertinggal di lidahmu?

dan seterusnya.

Keenam pertanyaan di atas bisa dikembangkan menjadi lebih banyak sub-pertanyaan yang jawabannya bisa kamu tuangkan dalam sebuah tulisan. Jangan takut dan jangan khawatir duluan dengan kualitas tulisanmu. Yang penting menulislah berdasarkan hasil tangkapan panca indramu.

Saya beri contoh ya.

Pada detik ini saya berada di kamar tidur anak saya yang sulung. Lampu di langit-langit sudah dipadamkan; cahaya yang tersisa hanya dari lampu tidur berbentuk hati. Dia sangat menyukai lampu itu. Butuh beberapa kali kunjungan ke toko IKEA sampai kami setuju untuk membelinya sebagai hadiah ulang tahun. 

Bulu kuduk saya berdiri karena suhu ruangan yang terlalu rendah. Saya bangkit dari tempat tidur untuk melihat tampilan di remote AC. Dua puluh derajat. Pantas saja kelewat dingin, apalagi di luar masih hujan deras. 

Hidung saya tergelitik oleh rambut lurus si bungsu yang berbaring melingkar di pelukan saya. Aroma sampo Johnson & Johnson belum pudar dari sore tadi. Aroma yang sama yang melekat di kepala saya sedari bayi sampai menjelang remaja. Saya memilih merk ini hanya karena saran dari mama saya, dan saya ingin memiliki sebuah kenangan spesifik yang bisa diwariskan antar generasi.

Sudah 139 kata dan saya bahkan belum menuliskan apa yang ditangkap oleh indra pendengaran dan indra pengecap saya. Terlihat bukan betapa kayanya tulisan yang kita bisa hasilkan hanya dari memanfaatkan semua indra yang kita miliki?

Menulis itu seperti berolah raga.

Saat memulai berolah raga, kebanyakan dari kita akan merasa malas dan kurang termotivasi. Kita akan mencari sejuta alasan untuk menunda melakukannya. Namun begitu kita sudah rutin berolah raga, saat kram otot dan rasa lelah sudah terlewati, kita akan merasa ada yang kurang kalau badan kita tidak bergerak.

Menulis pun demikian. Perlu waktu dan latihan. Ketika rasa malas sudah terlampaui, panca indra sudah lebih terlatih untuk menangkap ide tulisan (baik implisit maupun eksplisit), hati kita tidak akan tenang kalau melewatkan satu hari tanpa menghasilkan satu tulisan.

Saya akan mengakhiri tulisan ini dengan sebuah pantun. Mohon maaf kalau agak garing.

Dari mana datangnya cinta?

Dari mata turun ke hati.

Dari mana datangnya ide tulisan?

Dari panca indra turun ke jari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun