Saya mengikuti beberapa akun di Instagram (IG) yang membahas tentang drama Korea terbaru, drama lama, dan bintang-bintangnya. Ini salah satu hobi saya, cara saya melepas penat setelah aktivitas sehari-hari. Rasanya senang bisa mengikuti berita dari kehidupan yang berdinamika berbeda dari rutinitas saya.
Seperti halnya di media sosial lain, di IG ada fitur 'follower' (jumlah akun yang mengikuti kita) dan 'following' (jumlah akun yang kita ikuti). Berhubung akun-akun yang saya ikuti tersebut bisa dibilang fans terhadap drama/film/aktor tertentu, yang menjadi 'follower' dan yang dia 'following' pastinya adalah akun-akun dengan minat dan kesukaan yang sama.
Melipir sedikit ke internet sebagai dunia maya. Internet ini dunia yang abstrak, kita tidak menggunakan semua panca indera untuk mengaksesnya, yang berinteraksi dengan kita adalah tampilan depan dari sesuatu yang lebih kompleks. Tapi jangan salah, efek dari berkelana di dunia maya tidak bisa disepelekan di dunia nyata.
Siapa yang menghabiskan waktu berjam-jam stalking instastory si gebetan?
Di dalam dunia nyata, waktu terbuang percuma.
Siapa yang menghabiskan waktu berkali-kali melirik HP untuk melihat apakah jumlah like di posting IG sudah bertambah?
Di dalam dunia nyata, waktu berlalu sia-sia.
Cara kita bernavigasi di dunia maya yang penuh seluk-beluk ini masih jauh dari kata sempurna. Masih ada banyak batasan, tata-krama, etika, kompas moral yang semestinya diberlakukan juga di dunia maya seperti halnya di dunia nyata.
Satu hal yang kita bisa sepakati bersama, akun media sosial seseorang bukan hanya berlaku sebagai identitasnya di dunia maya, tapi juga sebagai 'rumahnya'. Ketika mengunjungi rumah orang lain, ada sopan-santun yang kita harus jaga demi hubungan yang harmonis.
Kembali ke judul tulisan ini mengenai berdebat dengan orang asing di akun IG, yang kebetulan saya alami kemarin.
Saat suatu akun mem-posting info tentang drama Korea terbaru, menurut saya, saya sebagai follower punya hak untuk memberikan respon dalam bentuk comment. Kadang ditanggapi oleh yang empunya akun, lebih sering tidak, dan itu tidak masalah. Yang selalu membuat saya heran adalah akun-akun lain yang menimpali komentar saya tersebut, terkadang dengan sangat galak.
Lho, kita kan tidak saling kenal ya? Kita adalah follower dari yang punya akun, sesama tamu di rumah orang lain. Kita bisa terkoneksi hanya karena ada peran dan campur-tangan si tuan rumah.
Saat saya menyukai komentar akun lain terhadap suatu posting saya tidak ragu memberikan tanda like, tapi saya akan menahan diri untuk menimpali. Saya tidak kenal yang bersangkutan dan saya rasa tidak sopan kalau 'ujug-ujug nimbrung'.
Misalnya pun saya yang posting sesuatu di akun IG saya dan ada komentar yang saling menimpali, sampai akhirnya bertengkar, saya akan sangat keberatan. Kalau ini dunia nyata, saya sudah suruh keluar mereka semua karena membuat gaduh di rumah saya. Karena ini dunia maya, saya hapus saja posting saya. Beres. Untungnya hal ini hanya 1-2 kali terjadi.
Sejak saya mempunyai akun di media sosial saya punya aturan untuk diri sendiri: tidak mengkritik atau mendebat komentar orang lain di suatu posting dari orang yang kami sama-sama kenal/akun yang kami sama-sama ikuti. Kalau ada yang melakukan hal tersebut pada komentar saya, saya akan meninggalkan posting itu, setelah memberikan respon seperti berikut ini:
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/02/27/img-8730-png-5e57f10d097f361fb65d8f02.png?t=o&v=770)
Satu kisah lama teringat kembali malam ini. Beberapa tahun lalu sempat muncul perdebatan soal pengertian 3 x 1 dan 1 x 3. Pemicunya adalah seorang kakak yang tidak terima ketika guru adiknya menyalahkan jawaban PR yang dibantu oleh si kakak.
Dia kemudian memfoto PR adiknya dan membagikannya di media sosial, meminta pendapat dari para warga net, dan memicu perdebatan kusir yang begitu panjang, melelahkan, dan tak berujung.
Seorang teman saya membuat posting untuk menanggapi hal tersebut. Dia bilang begini, "Arti tiga kali satu berbeda dengan arti satu kali tiga dan perbedaannya bisa kita lihat di resep obat. Minum 1 obat 3 kali sehari tentu berbeda dengan minum 3 obat 1 kali sehari. Bagaimana menurut teman-teman?"
Saya kenal baik dengan pemilik akun; kami dulu teman SMA dan masih berinteraksi sampai sekarang. Saya tak segan menyampaikan pendapat: saya setuju dengan pemakaian resep obat untuk membedakan 3 x 1 dan 1 x 3. Tak lama kemudian, tak ada angin tak ada hujan, datang sebuah akun yang menimpali komentar saya.
"Hah. Apa bukti kalau definisi Anda itu sahih? Anda tidak tahu ya kalau 3 x 1 di Indonesia beda dengan di Korea?"
Ya, mana saya tahu, Tante. Saya lahir dan besar di Indonesia, belajar dengan sistem Indonesia. Walaupun saya suka drama Korea, saya tidak pernah terpikir untuk mencek apakah mereka dan saya punya pemahaman yang sama tentang perkalian terbolak-balik ini. Memangnya penting?
Karena saya tidak membalas, akun itu menambahkan komentar lagi. Saya langsung delete komentar saya dan turn off notification untuk posting itu. Saya tidak kenal dengan yang bersangkutan. Menurut saya dia tidak sopan cepat-cepat menghakimi orang yang sama-sama menjadi tamu di rumah akun yang mem-posting. Dan saya tidak waras kalau menanggapi atau berdebat kusir dengan dia, jadi lebih baik tinggalkan saja.
Ini pemahaman dan pendapat saya. Sungguh saya ingin tahu bagaimana pemahaman dan pendapat orang lain. Ada yang ingin berbagi? Saya janji akan saya dengar dan hargai karena Anda adalah tamu di rumah saya. :)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI