Ada banyak istilah yang berkaitan dengan pensiun yang akhir-akhir ini sering terdengar oleh karena dinamika perekonomian global dan lokal, di antaranya adalah pensiun dini dan pensiun sukarela.
Saya tidak akan membahas persamaan dan perbedaan kedua istilah ini, karena ada hukum dan peraturan perundangan yang harus ikut dibahas dan itu bukan ranah saya. Yang saya mengerti, kedua jenis pensiun ini adalah pensiun sebelum usia yang diatur/disepakati dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di dalam sebuah perusahaan.
Inisiator dari kedua jenis pensiun ini ada dua, bisa perusahaan (Pemutusan Hubungan Kerja/PHK) atau karyawan (pengunduran diri). Siapa inisiator pensiun menjadi penting karena hal ini akan menentukan jenis dan besar kompensasi yang akan diterima oleh karyawan.
Yang akan saya bahas di dalam artikel ini adalah dampak psikologis dari sebuah permintaan/kebutuhan agar karyawan pensiun dini/sukarela. Dampak psikologis bukan hanya dari kacamata karyawan yang pergi, tapi juga dari kacamata perusahaan yang ditinggalkan.
Saat ada permintaan/kebutuhan akan pensiun dini/sukarela yang terdampak adalah perusahaan dan karyawan. Mereka yang mewakili manajemen pasti bersikeras perusahaan memang perlu melakukan pengurangan tenaga kerja supaya tetap beroperasi.Â
Sedangkan mereka yang tergabung dalam serikat pekerja akan mempermasalahkan keberlangsungan mata pencaharian karyawan yang akan "dilepas" (walaupun permintaan pensiun bisa saja datang dari si karyawan karena berbagai alasan).
Ketika perusahaan menggelontorkan program pensiun dini/sukarela ada dua reaksi karyawan yang mungkin muncul. Pertama, karyawan akan merasa kontribusinya selama ini tidak dihargai dan ujung-ujungnya terdemotivasi di tempat kerja. Kedua, karyawan akan memanfaatkan kesempatan ini untuk meninggalkan perusahaan sambil mendapatkan kompensasi yang melebihi yang diatur oleh Undang-undang Tenaga Kerja (UUTK).
Bagaimanapun reaksi karyawan, berjalannya program pensiun dini/sukarela bergantung pada perusahaan yang siap mengambil resiko berikut:
1. Kehilangan karyawan berkinerja tinggi
Seperti yang saya tulis dalam artikel ini, Â jika menyangkut kinerja ada 4 tipe karyawan di dalam sebuah perusahaan, yaitu: 1) High Potential, 2) Sustainable High Performer, 3) Need Improvement, dan 4) Exit. Perusahaan pasti memilih mempertahankan karyawan tipe 1) dan 2) untuk melalui masa-masa sulit, dan melepas karyawan tipe 3) dan 4) supaya tidak terbeban dengan kurangnya efektivitas dan efisiensi dalam bekerja.
Akan tetapi, apa yang akan terjadi jika karyawan  tipe 1) dan 2) lah yang memilih pensiun dini/sukarela sementara karyawan tipe 3) dan tipe 4) memilih tidak? Perusahaan pasti akan kelabakan dan akan memikirkan cara supaya mereka yang unggul tidak keluar.Â
Anda bisa membayangkan bagaimana motivasi kerja orang yang dipaksa untuk tinggal padahal ia sudah berniat untuk pergi? Atau bagaimana motivasi kerja orang yang melihat rekannya lebih dipilih dari dia?
Lingkungan kerja akan menjadi tidak sehat. Alih-alih fokus bekerja supaya perusahaan bisa segera bangkit, karyawan yang ingin pensiun akan mulai mengabaikan pekerjaan karena toh mereka akan keluar, dan karyawan yang tidak ingin pensiun akan malas bekerja karena merasa  tidak dihargai oleh perusahaan. Mereka juga akan enggan ketiban lebih banyak pekerjaan jika banyak rekannya yang pensiun.
Jika ini terjadi, siapa yang paling dirugikan? Perusahaan. Pengurangan tenaga kerja memang akan mengurangi biaya tenaga kerja dan produksi, namun apakah sebanding dengan penurunan kinerja dan performa perusahaan secara keseluruhan?
Lagipula permohonan untuk pensiun dini/sukarela dari karyawan tipe apa pun hanya  bisa dikabulkan dengan mempertimbangkan poin kedua.
2. Jebolnya keuangan perusahaan
Perusahaan memiliki budget yang terbatas, dimana batasan itu diturunkan ke departemen-departemen yang ada di dalamnya. Penawaran program pensiun dini/sukarela mesti mempertimbangkan budget yang dialokasikan untuk setiap departemen, karena ada kompensasi tambahan yang diterima oleh karyawan selain yang diatur oleh UUTK.
Ada perusahaan yang memberi istilah Golden Handshake untuk kompensasi tambahan tersebut. Nominalnya bervariasi, bergantung pada kemampuan perusahaan dan kesepakatan antara perusahaan dan karyawan/serikat pekerja.Â
Sebagai contoh, saya pernah menangani penghapusan satu buah departemen dimana Golden Handshake-nya mencapai dua puluh kali gaji pokok seorang karyawan. Besar pajak penghasilan per orang bisa senilai dengan satu unit Kijang Innova. Budget yang dikeluarkan untuk pensiun dini/sukarela 10 orang karyawan ketika itu teramat besar. Bagaimana kalau yang dipensiunkan dini/sukarela ada 100 orang, atau 1.000 orang?
Bayangkan lagi jika perusahaan membuka luas kesempatan untuk pensiun dini/sukarela dan 50% dari karyawannya memilih untuk ikut. Bagaimana efeknya terhadap budget setiap departemen dan keuangan perusahaan secara keseluruhan? Keuangan perusahaan pada akhirnya bisa jebol. Untuk meminimalisir hal ini lagi-lagi perusahaan akan bermanuver, membujuk karyawan yang ingin dipertahankan dan yang ingin dilepas.
Program pensiun dini/sukarela di awal bisa terlihat menguntungkan karena ada pengurangan biaya tenaga kerja/produksi, atau bahkan merugikan karena melebihi budget yang dialokasikan oleh perusahaan. Yang jelas, dampak psikologis terhadap perusahaan/karyawan yang bertahan dan karyawan yang dilepas tidak bisa diabaikan, meskipun dampak ini tidak berwujud materiil.Â
After effect dari program ini bisa mempengaruhi kinerja dan performa perusahaan dalam jangka panjang, selain tentu saja stabilitas sosial dan ekonomi karyawan yang memilih ikut program ini di tengah-tengah masyarakat.
Jika perusahaan meminta Anda untuk pensiun dini/sukarela, jangan khawatir kalau selama ini Anda tipe karyawan yang selalu mengembangkan kemampuan dan keterampilan. Pekerjaan untuk Anda pasti tersedia di tempat lain. Khawatirlah jika selama ini Anda berada di zona nyaman dan tidak pernah memikirkan kemungkinan Anda akan di-PHK. Selamat memikirkan pilihan-pilihan terbaik yang bisa Anda ambil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI