Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Kabar, Resolusi?

3 Februari 2020   10:08 Diperbarui: 3 Februari 2020   14:45 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun Baru.

Semua manusia menyukai istilah ini. Tahun baru dianggap sebagai sebuah awal baru, membuka lembaran baru, diiringi sejuta harapan untuk menjadi/mendapat hal yang lebih baik di masa depan.

Beberapa tahun terakhir ini ada tren untuk membuat resolusi, semacam daftar hal yang ingin dicapai seseorang selama 365 hari ke depan. Resolusi dipandang lebih baik kalau dibagikan ke dan diketahui oleh banyak orang. Katanya supaya kita semakin termotivasi untuk mewujudkannya karena ada yang mengingatkan.

Eh tapi, yakin orang lain akan tetap mengingat resolusi kita, padahal kita sendiri cenderung melupakannya setelah beberapa minggu di bulan Januari?

Hari ini adalah hari ke-3 di bulan Februari, sudah 1/12 waktu kita jalani di tahun 2020. Apa kabar dengan resolusi kita?

Agak disayangkan jika kita tidak membuat resolusi tahun baru. Masak kita ingin berada di kondisi yang sama di awal dan akhir tahun? Berubah, memperbaiki diri, dan mencapai sesuatu adalah natur manusia. Jangan diabaikan.

Untuk yang sudah membuat resolusi di awal tahun, bagaimana progress pencapaiannya? Apakah masih terukur, atau jangan-jangan lihat nanti saja bagaimana hasilnya di bulan Desember?

Yuk, kita bahas bagaimana menjalankan resolusi tahun baru sepanjang sisa tahun ini supaya kita mendapat hasil nyata.

1. Persempit daftar resolusi

Kita cenderung ingin mencapai banyak hal dan lupa kalau kita punya sumber daya yang terbatas. Yang namanya resolusi biasanya adalah hal-hal istimewa di luar keseharian, jadi perlu waktu, tenaga, bahkan biaya ekstra untuk mendapatkannya.

Kita yang lupa akan keterbatasan diri membuat daftar resolusi yang terlalu panjang sampai kita sendiri kewalahan, mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu tanpa harus mengorbankan ritme dan rutinitas sehari-hari.

Persempit daftar resolusimu. Buat menjadi maksimal 3 poin dan tetapkan skala prioritas dari yang paling mendesak ke yang paling tidak mendesak, atau dari yang paling penting ke yang paling tidak penting, terserah pertimbanganmu saja.

2. Setelah itu, buat rencana kerja dan ukuran kesuksesan

Kata orang hari-hari terasa lambat, namun tahun-tahun berlalu dengan cepat. Hari-hari kita bisa lewat begitu saja tanpa kelihatan ada hasil apa pun kalau kita tidak membuat rencana bagaimana mengisinya.

Setelah menetapkan resolusi mana yang akan dikerjakan paling dulu, tentukan kurun waktu kapan kita akan menggarapnya. Misal, jika kita mempunyai 3 resolusi, tetapkan waktu 4 bulan untuk mengerjakan resolusi pertama, 4 bulan berikutnya untuk resolusi kedua, begitu seterusnya. Kurun waktu adalah deadline supaya kita lebih fokus dan bekerja lebih rajin.

Setelah menentukan kurun waktu, buatlah rencana kerja dalam bentuk langkah-langkah yang ringkas, realistis, dan bisa dicapai setiap hari.

Contoh kasus: saya yang ingin menurunkan berat badan. Target saya berat badan bisa turun sebanyak 1 kilogram per minggu selama 4 bulan, langkah pencapaiannya adalah dengan makan nasi 4 sendok sehari, jalan cepat 3 kali seminggu, dan latihan taekwondo 1 kali seminggu. Rencana semacam ini membantu saya tetap on track dan bisa langsung mengukur apa saya sudah sukses mencapainya, atau belum.

Resolusi yang belum tercapai sampai kurun waktunya berakhir sebaiknya diikutkan ke kurun waktu resolusi berikutnya. Yang perlu diingat, kurun waktu suatu resolusi bisa direvisi sesuai dengan situasi dan kondisi, dan resolusi bisa ditambahkan asal resolusi awal sudah tercapai.

3. Resolusi yang bersifat kualitatif sama pentingnya dengan resolusi yang bersifat kuantitatif

Memang jauh lebih mudah menetapkan resolusi yang bersifat kuantitatif, seperti: ingin punya mobil baru, punya rumah baru, jalan-jalan ke Eropa, dan lain sebagainya. Akan tetapi pencapaian resolusi yang bersifat kualitatif memberi impact yang lebih mendalam untuk kehidupan kita seterusnya, bukan hanya kehidupan kita di tahun ini saja.

Saya ingin sharing sedikit tentang resolusi kualitatif saya.

Saya ini orang yang tidak sabar, terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Saya ingin semuanya dikerjakan dengan segera, seperti mau saya, dengan timing saya. Saat hal tersebut tidak bisa dilaksanakan, saya jadi stres. Saya jadi frustrasi dan akibatnya saya tambah tidak sabar. Lama-lama saya pikir ada yang tidak beres dengan saya: bikin target sendiri, tidak sabaran sendiri, target tidak tercapai sendiri, frustrasi sendiri, tapi orang lain terkena dampak buruknya (selain kesehatan mental saya, tentu saja).

Akhirnya tahun ini saya menetapkan 1 resolusi kualitatif: tambah sabarrrrr.

Sabar saat saya harus dioperasi dan tidak bisa bekerja seperti biasa, sabar saat saya ingin menulis tapi anak minta ditemani bermain, sabar saat saya ingin pergi berolahraga tapi suami belum pulang kerja, dan seterusnya.

Dengan berlatih supaya tambah sabar saya melatih penerimaan saya akan hal-hal yang saya tidak bisa kendalikan, melakukan apa yang saya bisa di tengah keterbatasan, dan bergerak pada timing yang tepat. Saya berusaha untuk tidak lagi keras pada diri sendiri dan menuntut hal yang tidak masuk akal dari orang lain.

Percayalah, kesabaran yang bertambah sangat berkontribusi banyak pada ketenangan jiwa seorang perfeksionis seperti saya.

Semoga tips-tips di atas berguna untuk pencapaian resolusi tahun baru kita. Ingat ya, hari esok harus lebih baik dari hari ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun