Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mau Dibawa ke Mana Karier Kita?

19 Januari 2020   16:48 Diperbarui: 19 Januari 2020   17:53 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin saya mengunjungi situs Kompasiana dan saya tertarik melihat topik tulisan yang dipilih, yaitu tentang naik jabatan.

Naik jabatan. Naik pangkat. Promosi.

Apapun istilahnya, inti dari semuanya itu adalah penambahan tanggung jawab, wewenang, dan (semoga) remunerasi bukan?

Sebagai budak korporasi yang pernah berkecimpung di dunia Human Resources, saya melihat persoalan naik jabatan sebagai persoalan pelik. Mengapa? Karena jumlah kotak di struktur organisasi sedikit, namun orang yang mau mengisi kotaknya kelewat banyak.

Setiap karyawan baru yang mengisi jabatan di level apa pun tentu berharap tidak tinggal di jabatan itu selamanya. Seorang admin bermimpi menjadi officer, officer bermimpi menjadi manager, manager bermimpi menjadi head, head bermimpi menjadi director, dan seterusnya. Naik kelas/naik tingkat adalah natur manusia; tidak banyak manusia yang bisa puas dengan kondisi yang itu-itu saja.

Kalau jumlah kotak dan jumlah orang tidak sebanding, bagaimana caranya seseorang bisa naik jabatan?

Ada dua pihak yang harus berperan dalam proses naik jabatan, yaitu:

1. Karyawan

Mau naik jabatan, tapi pekerjaan tidak pernah diselesaikan tepat waktu. Mau naik jabatan, tapi malas ikut training untuk meningkatkan skill. Mau naik jabatan, tapi selalu menolak tanggung jawab baru. Karyawan seperti ini pada umumnya tidak akan pernah mendapat promosi (saya tidak berbicara dalam konteks perusahaan keluarga atau karyawan yang diterima bekerja karena ada koneksi "orang dalam").

Kalau mau dipromosikan, karyawan harus aktif meng-upgrade attitude dan skill-nya. Kenapa attitude disebutkan lebih dahulu daripada skill? Karena tanpa attitude, skill secanggih apa pun tidak akan bisa membuat pekerjaaan membuahkan hasil.

Seorang karyawan pintar mencari celah untuk menekan biaya produksi, tapi dia sering sekali menggosipkan bosnya. Apa banyak orang akan senang jika dia mendapat promosi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun