Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dua Kejutan Saat Hendak Berwisata ke Taiwan

7 Maret 2018   13:09 Diperbarui: 24 Maret 2018   11:57 1370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerbangan kami dari Jakarta ke Taipei via Singapura dengan total waktu terbang 6 jam dan transit 6 jam.  Kami berangkat dari rumah pada pukul 2.30 pagi untuk mengejar pesawat pukul 5.30 ke Singapura. Saat transit di Singapura anak kami yang berusia 4 tahun mulai tidak enak badan karena bangun terlalu pagi dan tidak cocok dengan sarapan yang disediakan di dalam pesawat. Selama empat jam penerbangan dari Singapura ke Taipei dia tidur terus dan malas makan.

Walhasil waktu kami mendarat di Taipei kejutan kedua sudah menanti kami.

Kami mendarat sekitar pukul 16.30 waktu setempat dan dengan santai berjalan dari tempat turun pesawat menuju tempat mengambil bagasi. Anak pertama saya gandeng dan anak kedua digendong oleh suami saya. Alangkah kagetnya kami ketika kami tiba-tiba dicegat oleh Critical Diseases Center dari bandara Taoyuan. Tanpa disadari kami telah berjalan melalui kamera thermal dan suhu tubuh anak saya terukur 38.6 derajat Celcius.

Kami mulai diinterview (atau diinterogasi yah?) mengenai asal negara, riwayat kesehatan anak, dan histori perjalanan sebelum tiba di Taiwan. Indonesia ternyata termasuk salah satu negara yang berada dalam pengawasan karena banyak penyakit epidemis yang berasal dari negara kita, seperti: demam berdarah, malaria, flu burung, dll, yang dimulai dengan gejala awal demam. Dan suhu tubuh di atas 37.5 derajat Celcius sudah cukup untuk membangkitkan kecurigaan. Kami susah payah menjelaskan bahwa anak kami ini demam karena lelah dan kurang makan, tapi informasi dari kami cenderung diabaikan.

Sebenarnya sebelum traveling kami sudah menyiapkan obat-obat yang biasa dikonsumsi anak-anak saat sakit ringan (penurun panas, obat batuk, obat flu, obat alergi, multivitamin). Tak lupa kami menyertakan resep dan surat dokter yang menerangkan nama dan fungsi setiap obat dalam bahasa Inggris. Kesalahan kami adalah menyimpan obat-obat anak-anak di bagasi, walaupun resep obat kami bawa di tas hand carry, sehingga tidak bisa langsung memberikan obat penurun panas kepada anak kedua kami saat dia mulai demam di Singapura.

Akhirnya kami menerima surat peringatan dari CDC dengan berat hati. Pihak CDC mencatat hotel tempat kami menginap selama di Taiwan dan mengharuskan kami ke dokter dalam waktu 24 jam sejak mendarat untuk memeriksakan kesehatan anak kami. Kami juga harus segera menelepon kembali ke bandara untuk melaporkan hasil pemeriksaaan dokter.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Untungnya staf Hotel Cham-Cham tempat kami menginap selama dua minggu sangat fasih berbahasa Inggris dan sangat membantu kami. Mereka membantu mencarikan dokter yang bisa berbahasa Inggris dan mem-print peta lokasi tepatnya dalam bahasa Mandarin dan Inggris. Mereka juga menelepon ke klinik untuk memastikan dokter sudah datang/sedang praktek/sedang istirahat.

Pada hari berikutnya di Taipei anak kedua kami sudah sehat, segar-bugar, tidak demam, dan mau makan dengan lancar.  Namun demi memberikan laporan ke CDC kami tetap mengunjungi klinik dokter tersebut. Dokternya sudah tua dan sepertinya dokter umum/dokter keluarga. Pasien lain yang kami temui adalah mereka yang membawa anak-anak yang batuk-pilek. 

Dia memeriksa anak kami dan memberikan surat keterangan sehat dalam bahasa Mandarin dan catatan temperatur tubuh terakhir saat diperiksa. Ketika kembali ke hotel kami meminta staf hotel untuk membantu kami menghubungi CDC dan memberi tahu hasil pemeriksaan dokter. Semua pun beres dengan cepat.

Jika ternyata anak kami menderita salah satu penyakit epidemis yang ada dalam daftar CDC dan jika kami tidak ke dokter dan lalai melaporkan hasil pemeriksaan dokter, saat meninggalkan Taiwan kami bisa didenda antara NTD 10.000 sampai dengan NTD 150.000 (sekitar IDR 5 sampai 75 juta).

Tiga hal yang akan selalu kami ingat jika menghadapi otoritas seperti CDC ini ke depannya adalah:

1. Memberikan informasi yang jujur. Menyembunyikan informasi hanya akan mempersulit proses kita selanjutnya. Kendala pertama saat berkomunikasi dengan petugas bandara adalah bahasa. Kami berbahasa Inggris dengan aksen Indonesia dan petugas memakai bahasa Inggris dengan aksen bahasa ibunya. Gunakanlah kalimat-kalimat sederhana untuk menghindari menambah keruwetan saat berkomunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun